Bagus menganggap bahwa ini adalah jebakan untuknya. Kesimpulan yang dia punya adalah Hanna meminta Sean, CEO di JVS Group Company untuk bekerja di sana sebagai HRD agar Bagus terikat di perusahaan tersebut sehingga Hanna menjadi lebih sering bertemu dengan Bagus karena dia adalah CEO Glorious Group Company dan berusaha untuk membujuk menikah kontrak dengannya. Jika tidak mau maka akan terancam dipecat.Bagus berpikir bahwa Hanna dan Sean menjalin kerja sama. Sean pura-pura kecopetan. Sebenarnya Sean dan bisa saja beserta anak buahnya, sudah sering memantau Bagus dan berpura-pura sebagai sosok yang kecopetan di depannya. Bisa saja tanpa sepengetahuan Bagus, wanita tersebut diam-diam masih suka menguntitnya.Bisa saja ini semua hanyalah rekayasa mereka. Sebagai orang kaya, tentu mudah sekali bagi mereka untuk melakukan segala cara. Terutama terhadap orang miskin seperti Bagus. Bagus tak terima jika dirinya dijebak seperti ini. Mereka benar-ben
"Bu, saya tidak ada niat untuk mencari masalah. Ini salah paham. Tidak perlu seperti itu!""Maaf, Pak. Tapi sikap Bapak tadi sudah membuat kericuhan, ini rumah sakit, Pak. Harap tenang dan jaga emosi," balas seorang wanita yang lain.Terdengar derap langkah cepat seirama. Dua orang satpam datang ke bagian administrasi. Salah seorang satpam yang bertubuh kekar, bertanya ke salah satu pekerja."Apa yang terjadi di sini?" Sebagai seorang satpam, mereka wajib menjaga keamanan di rumah sakit."Usir Bapak ini. Beliau sudah membuat keributaan yang bisa mengganggu kenyamanan yang lain!" Bicara salah seorang sambil menunjuk Bagus.Bagus menggeleng cepat dan mengibas-ngibaskan kedua tangannya. "Tidak, Pak. Saya bisa jelaskan. Ini bukan seperti yang kalian kira," kata Bagus.Namun, kedua satpam itu tidak mau menerima bantahan apa pun. "Sekarang Bapak keluar dari sini!"
"Lebih baik aku panggilkan dokter untuk memastikannya." Tyas pun bertolak dari sana dan segera menemui dokter yang biasa menangani sang ayah.Cukup kesusahan dia mencari sebab sejak tadi batang hidung dokter tersebut belum menampakkan dirinya. Di rumah sakit yang begitu luas, Tyas sampai harus keliling mencari dokter itu. Tyas merasa kelelahan.Langkah Tyas terhenti ketika dia berhasil menemukan dokter yang dia cari. Namun, dokter tersebut tampak sedang berbicara dengan seorang wanita di depan pintu. Merasa tidak sopan jika langsung menghampiri atau menguping pembicaraan mereka, Tyas memilih menunggu dan duduk di salah satu kursi panjang. Sambil sesekali melirik ke arah dokter tersebut.Begitu dokter lelaki tersebut sudah selesai dari urusannya, Tyas pun bangkit sebelum dokter tersebut pergi."Permisi, Dok," sapa Tyas.Dokter itu menoleh ke arah Tyas. Dia juga mengenal Tyas dan p
Mendengar ancaman dari Asep, Tyas tak boleh hanya meratapi ketakutan. Dia harus berpikir segala macam cara untuk membuat Asep kesulitan masuk. Tyas pun bergerak mendorong kursi sebanyak dua buah dan menumpuknya di belakang pintu. Sekuat tenaga dia juga mendorong buffet. Tyas lantas bergerak ke dapur, mencari sesuatu. Netranya tertuju kepada dua buah benda, yaitu palu dan pisau.Dengan penuh keberanian meski ada rasa gemetar, Tyas menggenggam erat dua benda tersebut. Dia pun berjalan kembali ke tempat semula. Siap siaga menghadapi Asep dengan dua senjata di tangannya."Oke kalau kamu nggak ada respons. Aku dobrak ini, ya. Satu … dua … tiga …." Asep mengambil aba-aba untuk mendobrak pintu.Saat Asep mencoba mendobrak pintu itu, tiba-tiba dia meringis karena kakinya yang terasa sakit."Ahh, kenapa kaki aku ini? Pintu dari papan lapuk begini, kok, susah didobrak," gerutu Asep. Dia pu
Langit sepertinya mengerti suasana hati Bagus saat ini. Rintik hujan jatuh satu per satu lalu turun begitu banyak. Tanah pemakaman yang semula lembab, menjadi basah dan agak berlumpur. Namun, Bagus enggan beranjak dari sana. Dia masih tetap setia meski hujan sudah membuatnya basah. Namun, Bagus merasa beruntung sebab tidak ada yang bisa melihatnya menangis sebab air hujan telah menyamarkannya."Yang tenang di sana, ya, Bu. I love you."Bagus mencium batu nisan ibunya cukup lama. Setelahnya, dia bangkit dan beranjak pergi dari tempat itu. Bongkahan batu yang menimpa dadanya, perlahan satu per satu mulai pecah. Bongkahan batu itu hanya sebuah ibarat menumpuknya beban hidup Bagus. Perlahan mulai terasa ringan sebab dia sudah menceritakannya kepada mendiang sang ibu. Bercerita kepada ibunya sudah membuat Bagus senang. Seperti energinya ter-charger kembali. Penuh.Bagus sadar kalau dia tidak boleh terlalu la
"Kakak dilarang masuk, mau mencoba bertemu kamu. Mengajak pulang. Akhirnya kakak bertemu dengan Pak Brata, kakak minta tolong untuk temui kamu dan segera pulang ke rumah.""Ya, Kak. Terus setelah dari rumah sakit itu, kenapa Kakak lama sekali sampai ke rumah?" tanya Tyas."Kakak pergi ke kuburan ibu."Mendengar kata ibu disebut, Tyas diselimuti pilu. "Kakak sedang apa di sana?" tanya Tyas."Mengobati rindu."Jawaban Bagus, membuat Tyas meneteskan air mata. Tyas juga sama, merindukan sosok ibu. Dia masih kecil, sudah ditinggal malaikat tanpa sayap."Kak, aku mau ketemu sama ibu," rengek gadis itu. Satu bulir air mata, jatuh membasahi pipi.Bagus sigap mengusap dengan jari jempolnya. "Kita nanti pergi sama-sama ke sana, ya. Ini sedang hujan. Lebih baik kita istirahat saja," ujarnya menenangkan.Tyas mengangguk. Dia perg
Dia adalah Matthew Elliot. Papa dari Hanna. Pemilik dari perusahaan YG Union. Matthew menunjukkan ekspresi sangat senang ketika bertemu dengan sang anak.Hanna sendiri, bahkan tidak sanggup untuk bicara."Sayang, kamu kenapa? Terjadi sesuatu, kah," tanya Matthew.Diam membisu, tersadar karena elusan lembut dari tangan sang papa."Pa-pa, sedang apa di sini?" tanya Hanna. Pertanyaan konyol."Papa pemilik perusahaan ini, sudah tentu papa akan sering berkunjung ke sini, kan?" Matthew melemparkan pertanyaan balik.Itu benar. Hanna saja yang sudah kehabisan kosa kata. Mau bicara apa. Sekarang pun bungkam kembali."Bisa kita bicara sebentar? Di kafe tempat kita biasa makan dulunya. Apakah kamu sudah lupa?"Matthew bertanya sangat serius. Nada bicaranya sudah berbeda dengan yang tadi. Kali ini tegas dan menegangkan.&n
Obrolan mereka disela oleh seorang waitress yang datang menghampiri mereka. Pesanan mereka sudah datang. Terhidangkan di atas meja. Keduanya pun menyantap pesanan mereka dalam suasana hening.Hanna tidak memesan makanan, hanya jus jambu merah saja. Dia sedang tidak selera makan. Sudah lama Hanna tidak memperhatikan papanya yang sedang makan. Melihat Matthew menyantap makanannya dengan elegan. Hanna terus memerhatikan. Matthew hanya sesekali menatap Hanna.Hanna sendiri antara menikmati dan tidak, minuman yang dia pesan. Hanya sedikit yang baru masuk ke tenggorokan. Dirinya kebanyakan melamun.Tiba-tiba saja, Hanna menggeser agak jauh minumannya. Perut terasa diputar-putar, dililit-lilit, terasa sangat sakit. Hanna merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. Mendengar suara ringisan itu, Matthew menatap Hanna penuh kebingungan."Kenapa kamu?" tanya Matthew.Hanna tidak