Gerakan tangannya menjadi begitu cepat hingga menciptakan ribuan bayangan tangan yang bergerak secara bersamaan. Setiap bayangan membawa kekuatan nyata, mampu menembus pertahanan dan menghancurkan tulang dengan mudah.
Tiga bandit yang mencoba menyerang dari samping langsung kewalahan menghadapi hujan pukulan yang datang dari segala arah. Mereka tidak mampu menangkis semuanya, dan tulang rusuk mereka patah satu per satu dengan bunyi yang membuat merinding. "Sombong sekali kamu! Kuharap, kamu nanti tidak lupa untuk menyebut nama kedua orang tuamu, saat dewa kematian menyambangimu!" bentak si pria berkumis yang merasa semakin geram dibuatnya. Matanya menatap tajam dan dingin ke arah anak muda yang telah mengganggu rencananya. Seakan ingin mengunyah mentah-mentah daging pemuda itu. Amarah dan frustrasi bercampur menjadi racun yang membakar hatinya. Pemuda bertopeng tersenyum mencibir penuh ejekan. Bahkan dalam situasi satu lawan enam, ia masih memiliki waktu untuk mengolok-olok musuh-musuhnya. Tingkat kepercayaan diri seperti ini hanya dimiliki oleh para master tingkat tinggi. "Maka, pakailah peringatan itu untuk diri kalian sendiri!" teriak pemuda bertopeng sambil menghunus sepasang pedangnya dan memainkan jurus-jurusnya. Dari balik punggungnya, muncul sepasang pedang yang tampak biasa saja, bilahnya hitam kelam tanpa kilauan, gagangnya sederhana tanpa ukiran mewah. Namun ketika pedang-pedang itu terangkat, aura kematian yang menguar darinya membuat udara di sekitarnya bergetar hebat. "Pedang Batu Bintang Merah!" pekik pria botak dengan mata terbelalak lebar. "Bagaimana mungkin pedang itu adalah Pedang Batu Bintang Merah?" Apakah orang ini adalah Pendekar Pedang Batu Bintang Merah yang terkenal sangat kejam dan tanpa ampun itu? Legenda menyebutkan bahwa Pedang Batu Bintang Merah adalah senjata yang ditempa dari meteorit yang jatuh dari langit seribu tahun yang lalu. Hanya ada empat bilah yang berhasil dibuat, dan semuanya menjadi pusaka para pendekar tingkat dewa. Bagaimana mungkin seorang pemuda yang tampak biasa ini bisa memilikinya? "Siapa kamu ini sebenarnya?" bertanya pria botak dengan rasa penasaran yang mencekam. Matanya tak berkedip menatap bilah senjata batu hitam yang sebenarnya tidak menarik sama sekali bentuknya, namun aura yang dipancarkannya membuat jiwanya bergetar ketakutan. "Aku, aku adalah ...." Pemuda bertopeng tiba-tiba memainkan jurus pedang yang menakjubkan. Kedua pedangnya bergerak dalam pola melingkar yang rumit, menciptakan pusaran energi yang berputar dengan kecepatan luar biasa. Gerakan berputaran itu disertai hawa panas menyengat yang membuat rumput-rumput di sekitarnya terbakar spontan. Pusaran energi itu semakin membesar, menarik dedaunan, kerikil, bahkan serangga-serangga kecil ke dalam putarannya. Apa pun yang tersentuh oleh energi itu langsung terpotong menjadi potongan-potongan kecil. "Pembunuh Tanpa Hati yang akan menjadi dewa kematian bagi kalian!" Suaranya menggema dengan kekuatan supernatural, bergaung hingga ke penjuru hutan. Para burung malam yang sedang bertengger di pohon-pohon langsung terbang kocar-kacir, sementara hewan-hewan kecil berlarian mencari tempat persembunyian. Ini adalah jurus pamungkas yang menggabungkan kekuatan tinju dan pedang. Energi spiritual dalam tubuhnya berkonsentrasi pada kedua tangan, menciptakan aura yang begitu padat hingga terlihat seperti sarung tangan berwarna hitam pekat. Keenam bandit yang tersisa merasakan tekanan yang luar biasa. Udara di sekitar mereka menjadi kental seperti madu, membuat mereka kesulitan bergerak. Nafas mereka tersengal-sengal, seolah oksigen di udara telah berubah menjadi racun. Serangan terakhir itu diluncurkan dengan kecepatan cahaya. Enam bayangan tinju hitam melesat menuju masing-masing bandit, membawa kekuatan yang setara dengan terjangan dua puluh empat kaki gajah secara bersamaan. Pekikan keras dan panjang terlepas dari mulut keenam orang yang tak bisa lagi mempertahankan kepala mereka untuk tetap berada di batang lehernya masing-masing. Kepala-kepala itu terputus dengan begitu bersih, seolah dipotong oleh pedang paling tajam di dunia. Darah menyembur tinggi ke udara, menciptakan hujan merah yang mengerikan. Tubuh-tubuh tanpa kepala itu masih berdiri beberapa detik sebelum akhirnya roboh seperti boneka yang tali pengikatnya putus. Pemuda bertopeng menatap puas tanpa rasa kasihan sedikit pun kepada para musuhnya yang satu persatu roboh ke atas bumi tanpa nyawa. Matanya yang dingin menatap keenam mayat itu bagaikan menatap enam ekor ayam yang baru disembelih. Baginya, membunuh para bandit tingkat rendah seperti ini tidak jauh berbeda dengan menginjak semut yang menghalangi jalan. Pemuda bertopeng terlihat membersihkan sisa darah manusia di bilah pedangnya dengan menggunakan kain yang dikenakan oleh para korbannya. "Selesai!" seru pemuda bertopeng sambil menyeringai kecil di balik topeng wajah iblisnya."Lalu, di antara kita siapa yang akan pergi menemani Fei Kecil?" tanya Bai Zhen dengan suara tenang, tetapi ada rasa penasaran yang dalam. Ia berharap, jika utusan tersebut adalah orang yang tentunya bisa dipercaya dalam mengemban tugasnya. Wu Liangyi tersenyum sebelum berkata sesuatu. "Zhen Ge, aku dan Xian Gege tidak mungkin pergi. Aku harus membantu memulihkan kesehatan Tetua Agung. Saranku sebaiknya Zhen Ge atau Anzi Gege yang ikut pergi.""Wu Liangyi, kamu tidak perlu melarangku seperti itu. Saya baik-baik saja dan bisa pergi untuk menemani Fei Kecil," timpal Xia Luxian. Sorot matanya menunjukkan sedikit kehangatan ketika melihat Wu Liangyi.Duan Anzi sebagai tuan pertama akhirnya mengambil keputusan. "Xia Luxian, berhenti keras kepala! Kamu harus menjaga tubuhmu, jangan sampai cideramu semakin parah. Biarkan Bai Zhen turun gurung untuk menemani Fei Kecil.""Duan Anzi, ini bukan masalah keras kepala atau tidak. Saya lebih tahu kondisi tubuhku. Biarkan aku pergi," pinta Xia Luxia
"Sudah tidak terlalu serius, Anzi Gege, tapi tubuhnya tidak cocok untuk berpergian jauh," jelas Wu Liangyi dengan suara lembut.Tidak ingin membuat semua orang khawatir, Xia Luxian kembali berkata, "Wu Liangyi, kamu terlalu berlebihan. Keadaan saya sudah membaik dan saya siap untuk pergi.""Xian Gege, jangan memaksakan diri," ucap Zhu Fei, "biarkan aku yang pergi kali ini. Kebetulan aku tidak ada urusan mendesak jadi bisa bebas bepergian.""Bagaimana kalau aku yang ikut?" Zhu Fei menawarkan diri, matanya berbinar cerah."Fei Kecil, kamu baru kembali dari Yunnan." Feng Jin menatap adik iparnya kemudian melanjutkan, "Kalau kamu pergi lagi, kakakmu pasti akan sangat khawatir.""Kakak Ipar, aku pergi untuk urusan sekte dan ini tugasku sebagai tuan keempat di sini. Jika aku tidak pernah melibatkan diri dengan urusan sekte, apa aku masih pantas menjadi bagian dari kelima tuan?" tanya Zhu Fei. Wajahnya berubah serius dengan mata berbinar penuh ketegasan. Kepolosan yang biasa melekat pada dir
Beberapa hari berlalu, Kekaisaran Chu mengeluarkan pengumuman resmi yang menggemparkan seluruh negeri. Sebuah sayembara akan digelar dengan hadiah yang membuat banyak kalangan terkejut.Sayembara pertama menyangkut pencarian jodoh bagi sang putri kesayangan. Namun yang lebih menarik perhatian adalah pengumuman kedua, siapa pun yang berhasil menangkap ketua Kelompok Topeng Iblis, baik hidup maupun mati, akan menerima hadiah satu juta tael emas. Bila pemenangnya seorang pemuda, ia akan diangkat menjadi pejabat tinggi istana.Para utusan dari berbagai negara dan suku-suku yang berkunjung ke istana akhirnya harus pulang dengan membawa berita mengejutkan itu. Mereka bergegas mempersiapkan kandidat terbaik untuk dikirim ke Kekaisaran Chu.Selebaran pengumuman sayembara disebarkan ke seluruh penjuru, termasuk ke sekte-sekte terkemuka di wilayah Kekaisaran Da Chu. Salah satunya adalah sebuah sekte yang bertengger di puncak Gunung Zi Jin.Kekaisaran Chu memang sengaja menyebarkan undangan Pert
Sementara itu di istana Kekaisaran Da Chu. Pada sore yang cerah itu juga, di sebuah taman bunga yang bernama Taman Fajar Merekah. Seorang pria berusia separuh baya tengah duduk di gazebo bersama dengan seorang gadis berparas jelita. Dia adalah putri kedelapan dan merupakan kecantikan yang paling memukau di Kekaisaran Da Chu pada saat ini.Sang putri bukan saja memiliki wajah serupa bidadari, dia juga memiliki sifat yang baik, ramah lagi tenang dengan tutur kata lemah lembut. Sikapnya sangat santun kepada siapa saja, hal itu sungguh menambah keanggunan yang tak bisa dibandingkan dengan perhiasan paling mahal sekali pun.Kaisar teramat menyayangi sang putri melebihi kasih sayangnya kepada siapa pun. Karena di antara keturunannya, hanya Putri Chu Rong Xi-lah perempuan satu-satunya. Seorang pujangga kekaisaran pun sampai menuliskan dalam sebuah sajaknya.Dia (Sang Putri) adalah sebutir mutiara di antara puluhan berlian yang diikat dengan rangkaian logam mulia.Nilainya tiada berbanding de
Yang Shui menggelengkan kepala, semakin pusing memikirkan motif adik sepupunya yang eksentrik itu. Semakin ia mencoba memahami, semakin pusing pula kepalanya. 'Yang satu ingin membunuh dan satunya lagi melindungi. Tapi meski Adik Yuan berbuat kesalahan fatal, tetap saja pamanku itu sangat menyayanginya,' batin Yang Shui. "Ketua kalian itu memang sukar dipahami. Entah terbuat dari apa otak yang ada di kepalanya itu sampai-sampai memiliki kegemaran merampas harta orang lain," ujar Yang Shui. "Kami juga tidak tahu," jawab Qing Wei dan Niu Li hampir bersamaan. "Kalian saja tidak tahu apalagi aku," gerutu Yang Shui merasa frustasi sambil menggelengkan kepala sekali lagi, lalu meluruskan jubahnya. "Sudahlah. Aku masih memiliki urusan lain yang harus diselesaikan." "Kalian katakan juga pada Adik Yuan untuk segera bersiap-siap keluar hutan untuk mengikuti acara itu!" Yang Shui berseru dari kejauhan. Dengan langkah lebar dan mantap, Yang Shui bergegas meninggalkan area latihan. Ujun
Saat ini, Qing Yuan berdiri tegak di tepi arena dengan jubah hitamnya berkibar lembut. Matanya yang tajam namun indah mengamati setiap gerakan-gerakan yang dimainkan oleh muridnya dengan cermat. Jurus yang diajarkannya kali ini bukanlah sembarang teknik, Tarian Sang Phoenix Pemimpi, sebuah seni bela diri langka yang hanya cocok dipelajari oleh mereka yang memiliki tubuh giok. Gerakan-gerakannya memadukan kelembutan air dengan kekuatan api, menciptakan tarian indah yang kelihatannya tidak berbahaya .Yang Lin duduk bersila di atas batu besar sambil meniup seruling giok hijau miliknya. Jemarinya menari di atas lubang-lubang seruling, melahirkan melodi lagu Samudra Merampas Bulan yang merupakan karyanya sendiri, sebuah lagu yang terinspirasi dari kisah samudra yang merampas bulan.Nada-nada yang mengalir dari seruling itu seolah membawa pendengarnya melayang di atas gelombang samudra di bawah cahaya rembulan, menciptakan suasana mistis yang sempurna untuk latihan ilmu bela diri tingkat