Share

Bab 9 Utangnya selesai uangnya selesai

Aku dan mas Bagas masih duduk di ruang tamu tanpa ada obrolan apapun, sedang yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing. 

"Gimana Dek menurut kamu, seandainya tinggal bareng Ibu kamu keberatan gak?" ucap mas Bagas di sela keheningan. 

"Masalahnya bukan keberatan atau enggak, kalau kita bisa tinggal sendiri ya akan lebih baik jika kita gak bareng Ibukan Mas?" jawabku datar. 

"Mas juga maunya begitu, tapi... untuk saat ini mungkin akan sulit,kalau untuk sementara aja gak papa Dek?" ucap mas Bagas ragu. 

"Mending Mas bayarin utang-utangnya dulu deh nanti liat ada sisa uang berapa," ucapku masih kesal. 

"Aku kawatir utangnya jadi dua kali lipat ke Bu Rahayu kalo makin kelamaan gak dibayar," jawabku seraya menarik nafas dalam. 

Bu Rahayu adalah rentenir di komplek sebelah yang kami pinjam uangnya.

"Kalau dihitung-hitung total utang kita dari pinjol dan Bu Rahayu akan sampai 30 jutaan ya Mas?" ucapku menerawang. 

"Ya kurang lebih sekitar itu Dek setelah ditambah pembengkakan karena mulur dari jatuh temponya," jawab mas Bagas. 

"Ya udah mas langsung beresin semuanya dulu sekarang ya Dek." ucap mas Bagas seraya bangkit dari duduknya bersiap pergi. 

“Iya Mas hati-hati, Mas uangnya jangan ngepas bawanya, barangkali ada pembengkakan jadi gak bolak-balik," ucapku berpesan. 

"Iya mas tau, ini juga mas lebihkan, mas pergi sekarang ya Assalamu'alaikum..."

Mas Bagas segera mengenakan jaketnya sambil menyambar kunci motor di meja dan langsung tancap gas.

"Wa'alaikumsalam... iya Mas hati-hati," jawabku sembari berjalan mengiringi langkah mas Bagas ke depan. 

 

**

Hari sudah semakin malam tapi Mas Bagas belum juga pulang, apa selama itu cuma membayar hutang saja. 

"Assalamu’alaikum, kopi ya Dek," 

pinta mas Bagas seraya menjatuhkan bokongnya di sofa diiringi helaan nafas berat. 

"Wa'alaikumsalam... iya Mas, " ucapku segera sembari mendekat mencium punggung tangan mas Bagas. 

"Sepertinya ada yang tidak baik-baik saja," batinku.Aku segera ke dapur membuatkan kopi untuknya.

 "Gimana Mas? Udah beres semua? " tanyaku sambil meletakan kopi di meja dan duduk bersisian dengan mas Bagas. 

"Sudah ku bayar semua hutang-hutang kita, total 40 juta,kurang dikit," jawab mas Bagas sambil menyeruput kopinya yang masih panas. 

"Kok jadi membengkak segede itu Mas?" tanyaku kaget seraya merubah posisi duduku menghadap mas Bagas di sebelah. 

"Ya kamu kan tahu resiko hutang sama rentenir Dek,apalagi memang kita mundur dari jatuh temponya," jawab mas Bagas dengan helaan nafas berat.

 

"Untung gak ada barang yang disita, yang penting kita sudah bebas gak ditagih-tagih lagi, kamu juga bisa tenang kan?" ujar mas Bagas sambil mengulas senyum terbaiknya.

“Ya tenang ya gak tenang juga,” jawabku asal dengan membuang nafas kasar. 

 

"Mudah - mudahan setelah ini kita gak hutang - hutang ke rentenir lagi ya Dek," lanjutnya sambil mengusap lembut kepalaku. 

"Amiin.. mudah-mudahan Allah memudahkan segala urusan kita Mas," jawabku ragu. 

"Kok Adek kayak gak percaya gitu si jangan pesimis gitu dong," ucap mas Bagas terlihat kecewa. 

"Tapi, uang kita tinggal 20 juta Mas, mau buat beli mesin atau buat ngotrak rumah, bukannya Mas bilang harga mesinnya 20 jutaan? " tanyaku lesu. 

"20 juta itu harga pokok mesinnya aja, nanti kita perlu bayar jasa ahli untuk pengoperasiannya, sekitar 3 sampai 5 juta dan tentu biaya kirim barang juga ada," jawab mas Bagas. 

"Lha terus gimana dong Mas,gimana aku gak pesimis coba!?" aku bertanya dengan frustasi. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status