Share

Bab 10 Berkemas-kemas

Pagi ini adalah hari pertamaku terbebas dari semua hutang. Rasanya sedikit lega,yah hanya sedikit karena aku bukan hanya tak punya uang tapi juga tak punya rumah. 

"Kita tinggal di rumah Ibu aja dulu ya Dek, setidaknya di sana mungkin uang kita gak keluar banyak, kamu mau Dek? " pinta mas Bagas dengan hati-hati. 

"Jadi kalau nanti mas dapat orderan pendapatannya bisa difokuskan untuk tambahan buat beli mesin sablonnya," lanjutnya. 

"Gimana menurutmu Dek?" tanya mas Bagas lembut. 

Aku tak punya alasan lagi untuk menolak, ahirnya akupun menyetujui permintaan mas Bagas dengan menganggukan kepala.

"Iya Mas, seperti tujuan awal kita, bisa beli mesin baru," kataku menyemangati. 

Mas Bagas memeluku erat dan mencium pucuk kepalaku.

"Maafkan mas ya belum bisa berikan yang terbaik buat Adek,"

"Adek bisa liat usaha Mas selama ini,bagi adek semua itu terbaik Mas," ucapku seraya membalas erat pelukannya. 

"Ya sudah kita mulai bereskan barang-barang kita ya Dek, kita cuma dikasih waktu seminggu buat beres-beres sebelum pemilik rumah menempatinya."

"Iya Mas, tak seharusnya kita lemah,ayo kita berjuang bersama." ucapku sambil menunjukan kepalan tanganku dihadapannya. 

"Kamu tuh, udah kaya mau perang aja," ucap mas Bagas sambil tertawa. 

Aku melepas pelukan mas Bagas dan beranjak ke kamar untuk mengemasi pakaian. Ketika sedang fokus berkemas Adit masuk kamar. 

"Mah,, apa gak papa tinggal sama Eyang? di sana nanti kan bareng sama tante Nisa?" tanya Adit anak pertamaku. 

Adit sekarang kelas 5 SD usianya 11 tahun, dia sudah cukup tau permasalahan di sekitarnya. Dia sudah cukup paham mana yang baik dan tidak baik. 

"Ya gak papa inshaAllah ini sementara aja kok Dit, lagian kenapa dengan tante Nisa?" tanyaku seraya mengulas senyum. 

"Mamah gak usah sok kuat deh Mah, saat kita tinggal berjauhan aja tante Nisa suka sekali nyuruh-nyuruh Papah buat ngerjain segala keperluannya," ucap Adit emosi. 

“Nanti kalo serumah bisa-bisa Mamah jadi babunya," tambahnya berapi-api. 

"Kamu gak boleh suudzon gitu, gak baik nanti malah jadi fitnah," ucapku coba meyakinkan Adit. 

Sebenarnya hal itu juga yang membuatku berat memutuskan tinggal di sana tapi anggap saja ini adalah perjuangan.

"Kita coba ya Mah, kalo ternyata di sana gak nyaman kita langsung keluar dari rumah eyang, bisa!?" tanya Adit tegas. 

"Adit,, katanya ucapan adalah do'a maka kita sebaiknya berucap yang baik-baik saja." ucapku menenangkannya. 

"Yah, terserah Mamah lah, ucapan baik harus disertai dengan usaha baik juga kan Mah?" ucap Adit merajuk. 

"Adit keberatan tinggal sama Eyang?" tanyaku lembut sambil mengusap kepalanya. 

"Adit tinggal di mana aja gak masalah Mah, Adit cuma gak suka kalau ada yang gak baik sama Mamah," ucapnya sambil memelukku. 

 "Mudah-mudahan gak seburuk seperti yang dikatakan adit." Batinku.

"Baik dan buruk itu relatif Dit, yang penting kita tetap berusaha menjadi baik," ucapku dengan senyum lebar untuk meyakinkan Adit bahwa aku baik-baik saja. 

"Sekarang sebaiknya Adit bantuin Mamah beres-beres ya, Adit beresin barang-barang Adit bisa?" tanyaku menyemangati Adit. 

"Ya udah Mah, Adit kemasi pakaian Adit dulu, Mamah kalau gak suka tinggal di rumah Eyang bilang aja, Papah pasti ngerti kok Mah," ucap Adit. 

"Ok, siap Pak bos." ucapku seraya mengacungkan dua jempol dan tersenyum.

Ku dorong pelan tubuh Adit keluar kamar. "Ayuh beres-beres."

Sebelum Adit sampai di depan pintu, mas Bagas datang, dan berhasil membuatku terperanjat. 

“Apakah mas Bagas mendengar percakapanku dengan Adit." Batinku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status