"Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.
"Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T
"Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan
"Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go
"Nih uang buat bayaran sekolah Adit." Mas Bagas meletakan beberapa lembar uang di meja tempatku melipat pakaian. Aku mendongak ke arahnya. ”Pulang-pulang bukannya ucap salam Mas.”“Ya, Assalamu’alaikum,” ucap mas Bagas sambil mengulurkan tangannya untuk ku salami. Akupun meraih tangannya dan ku cium punggung tangannya. "Uang dari mana Mas?" tanyaku sambil menyunggingkan senyum. "Ya usaha lah, nyari gimana caranya biar dapet tuh uang, biar kebayar uang sekolah," jawab mas Bagas sambil menarik tangannya segera dari genggamanku. “Kok kayaknya kesel banget gitu Mas, ada masalah, adek buatin kopi ya Mas?” ucapku mencoba menghibur. “Gak, gak ada apa-apa, capek aja aku Dek, gak usah bikin kopi aku mau istirahat aja,” jawabnya asal. Aku menyelesaikan melipat baju kemudian menyimpannya lantas pergi ke dapur berniat menyiapkan makanan untuk mas Bagas. “Kalo gitu makan dulu aja Mas, abis itu baru istirahat.” ucapku ku buat lembut. "Gak usah bikin kopi aku udah ngopi udah makan juga,sek
Seketika aku terfikir untuk mengecek HP mas Bagas ku buka aplikasi hijaunya,di daftar paling atas ada nama Anita. [Nanti datang ya.. aku tunggu] pesan masuk jam 6 pagi. [Ok siap]Balasnya seketika itu juga. Ini cukup memberitahuku bahwa mas Bagas memang menemui perempuan dan bersamanya seharian ini."Dek... Kopi Dek... " Pinta mas Bagas setelah bangun dari tidurnya. "Iya Mas." Aku langsung menuju dapur menyiapkannya. "Ini mas," ucapku sambil meletakan kopi di meja depan mas Bagas. Sekarang kami duduk berhadapan hanya terhalang meja. " Mas aku mau tanya," ucapku serius. "Tentang?" jawab mas Bagas seraya menyipitkan matanya. "Apa benar seharian ini kamu gak narik?""Iya" jawab mas Bagas datar. "Apa benar kamu bersama perempuan seharian ini?" tanyaku kubuat setenang mungkin. "Iya" Jawab mas Bagas seraya menganggukan kepalanya. "Dia siapa Mas, kenapa seharian kamu bersamanya?" tanyaku mulai gusar tapi masih coba untuk tenang. "Namanya Anita,Dia sering minta ditemani sekedar
"Mas berangkat dulu ya Dek, Assalamu'alaikum," ucap mas Bagas sambil mendekat dan mengulurkan tangannya. Aku menghentikan aktifitas mencuci piring kemudian menghadap ke mas Bagas. "Mas nanti mau ketemu sama perempuan itu lagi?" tanyaku tanpa menghiraukan uluran tangannya. "Gak kok nih liat WAnya," jawab mas Bagas seraya menunjukan hpnya. "Mas sudah berapa banyak memakai uangnya," ucapku dengan menatap matanya lekat. "Gak terlalu banyak kok, udah gak usah kamu pikirin, semuanya baik-baik saja," ucap mas Bagas sambil mengusap kepalaku dan beranjak pergi.Hari sudah malam, tapi mas Bagas belum juga pulang, padahal tidak biasany mas Bagas pulang malam. "Mah, kok sudah malam begini Papah belum pulang ya," ucap Adit menyadarkan dari lamunanku."Udah malam kamu tidur dulu ya, sebentar lagi pasti Papah pulang," kataku sambil menggandeng tangan Adit menuju kamar. "Adit memang sudah ngantuk tapi Adit pengin tidur ditemani Papah," jawab Adit sambil menghentikan langkahnya dan melepas tang
"Adit ke mana Dek?" tanya mas Bagas menyusulku ke dapur. "Di ajak Andi main futsal," ucapku acuh. "Kamu kenapa Dek, jutek amat.""Kamu yang kenapa Mas, pulang malam mabok juga, sejak kapan kamu jadi suka mabok-mabokan gitu," ucapku emosi. "Pusing banget Dek, narik seharian gak dapat duit,malah Santo ngajakin hiburan jadi aku ngikut,” ucapnya santai sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Maaf Dek gak lagi-lagi deh," lanjutnya tanpa dosa. "Daripada pusing mending pacaran ya Mas?" sindirku sinis. "Pacaran apaan aku sama Santo kok Dek,""Liat ini! sini!" bentakku sambil menariknya kedepan cermin. "Apa ini Mas!?" ucapku emosi sambil menunjuk bekas merah di lehernya kasar. "Aku gak tau Dek, beneran, aku gak ngapa-ngapain, semalam aku cuma bertiga sama Santo dan Aris,” kata Mas Bagas ngotot. “Kamu juga kenal mereka kan coba deh kamu telpon mereka dan pastikan." Mas Bagas tampak menghubungi seseorang dan mengaktifkan loudspeaker. "Halo Gas sudah sadar kamu?""Ceritakan yang te