Share

Bab 55

Author: Sri Pulungan
last update Huling Na-update: 2025-05-03 07:55:59

Nafeeza menoleh cepat, gerakannya nyaris refleks. Ia tidak langsung menjawab. Kalimat Arfan barusan menggantung di udara seperti uap panas yang tak kunjung menguap,menyesakkan dan tak kasat mata. Tatapan Nafeeza menyelidik, menelisik setiap gurat wajah lelaki itu, berusaha menangkap maksud tersembunyi di balik nada dingin yang dibalut senyum tipis nan ambigu.

“Maaf, Pak. Aku... hanya membalas pesan,” akhirnya ia menjawab, suaranya terdengar netral, meski hatinya bergetar.

Arfan menyandarkan tubuh ke kursi dengan santai yang dibuat-buat. Jari-jarinya ia tautkan, lalu ia berkata tenang, nyaris terlalu tenang.

“Begitu, ya? Tapi senyummu barusan... seperti seseorang sedang menari dalam kepalamu. Seseorang yang berarti. Atau... yang tengah kamu perjuangkan, sama seperti kamu mati-matian memperjuangkan proyek ini.”

Sorot matanya menyala. Bukan marah, lebih menyerupai bara api yang pelan namun pasti menjilat kesadaran.

Edo mulai merasa suasana meretak. Ia mencoba masuk, “Pak Arfan, mungkin k
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 56

    Arfan menatap Nafeeza lama. Sorot matanya berubah. Tidak lagi sekadar marah, tapi ada kekecewaan mendalam yang tak sanggup ia tutupi. Seperti seseorang yang melihat harta paling berharganya tergelincir dari genggaman, dan tahu, kali ini ia tak punya cukup kekuatan untuk mengejarnya kembali. “Kau tak tahu rasanya ditinggalkan saat seluruh dunia mengira aku mati,” suaranya serak. “Lalu bangun, menemukan tempat tidur kosong, dan kabar bahwa istriku, perempuan yang kucintai sepenuh hidupku, telah pergi bersama pria lain.” Nafeeza mengatupkan rahangnya. Air mata menggenang di matanya, tapi ia menolak menjatuhkannya. Tidak sekarang. Tidak di hadapan lelaki yang pernah ia cintai sepenuh hati, dan yang kini mulai menjelma jadi bayangan yang menakutkan. Arfan melangkah mendekat, napasnya memburu, rahangnya mengeras. Nafeeza tetap diam di tempatnya, tak bergerak sedikit pun. Antara menantang dan pasrah. “Aku tahu aku tak akan bisa meyakinkanmu,” katanya akhirnya, suaranya gemetar namun teta

    Huling Na-update : 2025-05-03
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 57

    Suara pintu yang terbanting masih menggema di dinding ruangan, seolah memantul-mantul dalam kepala Nafeeza seperti gema petir yang tak kunjung reda. Tangannya masih membalut pipi Rafa yang memar, kulitnya kemerahan dan bibirnya mengeluarkan darah tipis yang mulai mengering. Tapi mata Rafa tetap teduh, memandangnya dengan ketenangan yang menusuk.Bukan karena ia tak merasakan sakit. Tapi karena luka di wajah Nafeeza jauh lebih dalam daripada goresan di pipinya sendiri.“Maaf…” bisik Nafeeza, nyaris tak terdengar. Suaranya patah-patah seperti hatinya. “Aku tak menyangka dia akan... sekejam itu.”Rafa menyentuh punggung tangannya dengan lembut, seperti mencoba menenangkannya lewat kehangatan kecil.“Ini bukan salahmu,” ujarnya tenang. “Luka seperti itu tak tumbuh dalam semalam. Dia menyimpan dendam terlalu lama. Dan sekarang, dendam itu akhirnya menemukan celah untuk keluar.”Nafeeza hanya mengangguk, tapi matanya berkabut. Hatinya remuk. Sorot mata Arfan tadi masih terpatri kuat di inga

    Huling Na-update : 2025-05-04
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 58

    Langit sore di Veranza perlahan gelap, seolah semesta turut berduka atas jiwa yang terhantam keras oleh kenyataan yang tak terduga. Di dalam ruang kerjanya, Arfan berdiri membelakangi jendela. Setelan jasnya masih terlihat rapi, namun kerahnya sudah longgar, dasinya terlepas separuh. Tangan kanannya mengepal di sisi meja, menahan amukan yang seolah tak ada habisnya, amarah yang belum sempat ia keluarkan.Bayangan Nafeeza kembali datang, memantul di dalam benaknya. Sosok itu, dengan mata yang penuh luka, tak pernah meminta belas kasihan. Tidak pernah. Mungkin justru karena itu, hati Arfan semakin tak karuan. Perempuan itu, meski semua yang terjadi, masih mampu menatapnya dengan cara yang bisa membuatnya hampir runtuh.“Aku benci dia,” bisik Arfan lirih, seperti berusaha meyakinkan diri sendiri. “Tapi kenapa... wajahnya tak mau pergi?”Matanya terpejam, namun justru di saat itu wajah Nafeeza semakin jelas muncul di benaknya. Matanya, suaranya, sentuhan lembut yang dulu membuatnya percay

    Huling Na-update : 2025-05-04
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 59

    Arfan menunduk sesaat, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Udara di ruangan itu terasa berat, seperti diselimuti kabut tebal yang menahan tiap hembusan nafas. Dada Arfan naik turun, menahan badai emosi yang mengguncang dari dalam. Namun saat ia mendongak, sorot matanya bukan lagi amarah yang mendidih, melainkan lelah. Lelah dari pertempuran yang tak pernah benar-benar usai.“Aurel…” suaranya pelan, namun cukup untuk membuat dada Aurel berdegup tak karuan. “Kau berhak marah. Kau berhak curiga. Tapi tolong… berhenti mencurigai aku terus menerus, seolah aku tak pernah memilihmu.”Aurel terpaku. Ucapan itu, lebih dari sekadar penjelasan. Nada Arfan kali ini berbeda. Bukan defensif. Bukan pula menyudutkan. Ada ketulusan yang menetes dari setiap katanya, dan Aurel tak bisa menampiknya.“Aku tidak akan pernah melupakan apa yang Nafeeza lakukan,” lanjut Arfan. Matanya menatap ke luar jendela, ke arah kota yang kini mulai dibasahi hujan malam. “Ku akui, kami memang sedang ada kerjasama

    Huling Na-update : 2025-05-04
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 60

    Langkah Rafa menggema pelan di sepanjang lorong rumah sakit yang sunyi. Aroma antiseptik menusuk hidungnya, tapi yang lebih menyakitkan adalah aroma kenangan yang menyeruak tanpa permisi. Hatinya dipenuhi badai rasa bersalah, menyisakan luka lama yang belum juga sembuh. Ia tak tahu, apakah kedatangannya akan disambut maaf... atau perpisahan. Tapi satu hal yang ia tahu pasti, ada bagian dari dirinya yang tertinggal di rumah itu. Dan kini, bagian itu memanggilnya kembali.Di depan ruang ICU, Pak Hendra, sekretaris pribadi keluarga selama lebih dari tiga dekade, berdiri menunggu. Begitu melihat Rafa, pria paruh baya itu langsung menghampiri dengan mata yang memerah karena kurang tidur.“Syukurlah kamu datang, Nak. Nyonya besar terus menyebut namamu sejak sadar,” ucapnya lirih.Rafa hanya mengangguk. Matanya yang tajam menatap kaca pintu ICU, menembus bayangan tubuh seorang wanita tua yang terbaring lemah di baliknya. Ibunya. Nyonya Prameswari. Pemilik yayasan amal, dan istri dari Tuan Ma

    Huling Na-update : 2025-05-05
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 61

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

    Huling Na-update : 2025-05-05
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 62

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

    Huling Na-update : 2025-05-06
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 63

    Malam merayap perlahan di langit, menggantungkan kesunyian yang menekan di antara gedung-gedung tinggi. Di dalam kontrakan kecil yang diterangi lampu kuning temaram, Nafeeza duduk di meja kerjanya, menggulung sketsa terakhirnya dengan hati yang teramat lelah. Matanya terasa berat, mengaburkan pandangan terhadap hasil kerja yang sudah selesai, meskipun tidak ada rasa kepuasan yang mengisi ruang hatinya.Danis, tertidur nyenyak di ranjang kecilnya, memeluk boneka dinosaurus penuh dengan kenangan yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu. Nafeeza menatap anaknya, namun pikirannya tetap terjerat pada hal lain.Ia berbalik, menatap jendela yang menghadap ke luar, pada lampu-lampu kendaraan yang berlalu cepat di jalanan. Kilatan cahaya yang cepat, acak, dan tak bisa diikuti, seperti takdir yang datang tanpa bisa diprediksi. Sejak bertemu lagi dengan Rafa, segalanya berubah. Hatinya, yang semula penuh kehati-hatian dan jarang tergerak oleh apapun, kini bergetar. Kelembutan yang nyaris terl

    Huling Na-update : 2025-05-06

Pinakabagong kabanata

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 66

    Pintu lift terbuka perlahan di lantai dasar Veranza Tower. Cahaya remang dari lobi melemparkan pantulan dingin pada lantai marmer yang mengkilap. Nafeeza melangkah keluar dengan cepat. Setiap ketukan hak sepatunya menggema, memecah kesunyian malam di gedung elit itu, seolah menandai keinginannya untuk segera pergi, menjauh, kembali ke dunia kecil yang ia sebut rumah: kontrakan sederhana tempat Danis, putra kecilnya, pasti tengah menunggu dalam kantuk.Namun langkahnya mendadak terhenti."Feza, aku antar."Suara itu, dalam, berat, dan tak asing, muncul dari belakang. Arfan.Ia tidak menoleh. “Terima kasih. Tapi tidak perlu,” balasnya cepat, dingin.“Aku tidak sedang bertanya,” sahut Arfan, menyusul langkahnya. “Aku CEO, dan kamu kepala desain yang sedang disorot dalam proyek besar. Tanggung jawabku memastikan kamu aman.”“Itu bukan tanggung jawab pekerjaan,” tukas Nafeeza, kini menoleh. Tatapannya tajam. “Itu ranah pribadi. Dan kamu sudah melanggar batas.”Tatapan Arfan tak berubah. Ti

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 65

    Tatapan Arfan menyusuri wajah Nafeeza, seolah mencari celah untuk menyingkap perasaan yang tersembunyi di balik ketenangannya. Tapi perempuan itu tetap diam, menjaga ekspresi wajahnya setegas mungkin. Ruangan terasa sepi dan dingin, bukan karena suhu, melainkan oleh jarak yang dibangun dari masa lalu yang belum pernah selesai dibicarakan."Kalau kamu sudah siap, kita bisa tanda tangan sekarang," ucap Arfan, nadanya datar. Tapi matanya… matanya menyimpan sesuatu yang belum sempat diungkapkan.Ia menatap Nafeeza lama, lalu bertanya, nyaris berbisik, “Tapi aku ingin tahu satu hal… desain terakhir ini, benarkah datang dari hatimu?”Nafeeza menanggapi dengan senyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip luka lama yang tak kunjung sembuh. Ia menarik nafas, menahan gemuruh yang hendak meledak dari dalam dadanya.“Setelah kamu minta direvisi tiga kali,” katanya tenang, “desain terakhir justru yang paling jujur. Karena aku sudah berhenti mencoba menyenangkan siapa pun. Termasuk kamu.”Arfan ter

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 64

    Keesokan harinya, di lantai empat sebuah bangunan berarsitektur kontemporer, Avila Studio bekerja dalam diam yang penuh fokus. Para desainer muda sibuk menyiapkan prototipe untuk proyek klien properti terbaru: sebuah hunian futuristik di kawasan BSD yang memadukan teknologi dan estetika.Nafeeza berdiri di dekat maket utama , panel interaktif dari kayu lapis dan akrilik yang menampilkan ide mereka: Living With Light, konsep hunian dengan pencahayaan adaptif dan desain interior yang merespons cuaca. Karyanya.Suara notifikasi mengganggu pikirannya. “Feza, bisa ke ruang meeting sekarang? Kita kedatangan proposal dari Mahendra Corp. Ini besar.”Tanpa pikir panjang, Nafeeza langsung beranjak dari tempat duduknya, menuju ruang meeting.Edo menyambutnya dengan senyum hangat namun hati-hati. Di depannya terhampar dokumen presentasi digital bertuliskan:“Kemitraan Strategis Mahendra Corp & Avila Studio: Transformasi Estetika dalam Proyek Hunian Masa Depan.”“Mahendra tertarik menjadikan kit

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 63

    Malam merayap perlahan di langit, menggantungkan kesunyian yang menekan di antara gedung-gedung tinggi. Di dalam kontrakan kecil yang diterangi lampu kuning temaram, Nafeeza duduk di meja kerjanya, menggulung sketsa terakhirnya dengan hati yang teramat lelah. Matanya terasa berat, mengaburkan pandangan terhadap hasil kerja yang sudah selesai, meskipun tidak ada rasa kepuasan yang mengisi ruang hatinya.Danis, tertidur nyenyak di ranjang kecilnya, memeluk boneka dinosaurus penuh dengan kenangan yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu. Nafeeza menatap anaknya, namun pikirannya tetap terjerat pada hal lain.Ia berbalik, menatap jendela yang menghadap ke luar, pada lampu-lampu kendaraan yang berlalu cepat di jalanan. Kilatan cahaya yang cepat, acak, dan tak bisa diikuti, seperti takdir yang datang tanpa bisa diprediksi. Sejak bertemu lagi dengan Rafa, segalanya berubah. Hatinya, yang semula penuh kehati-hatian dan jarang tergerak oleh apapun, kini bergetar. Kelembutan yang nyaris terl

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 62

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 61

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 60

    Langkah Rafa menggema pelan di sepanjang lorong rumah sakit yang sunyi. Aroma antiseptik menusuk hidungnya, tapi yang lebih menyakitkan adalah aroma kenangan yang menyeruak tanpa permisi. Hatinya dipenuhi badai rasa bersalah, menyisakan luka lama yang belum juga sembuh. Ia tak tahu, apakah kedatangannya akan disambut maaf... atau perpisahan. Tapi satu hal yang ia tahu pasti, ada bagian dari dirinya yang tertinggal di rumah itu. Dan kini, bagian itu memanggilnya kembali.Di depan ruang ICU, Pak Hendra, sekretaris pribadi keluarga selama lebih dari tiga dekade, berdiri menunggu. Begitu melihat Rafa, pria paruh baya itu langsung menghampiri dengan mata yang memerah karena kurang tidur.“Syukurlah kamu datang, Nak. Nyonya besar terus menyebut namamu sejak sadar,” ucapnya lirih.Rafa hanya mengangguk. Matanya yang tajam menatap kaca pintu ICU, menembus bayangan tubuh seorang wanita tua yang terbaring lemah di baliknya. Ibunya. Nyonya Prameswari. Pemilik yayasan amal, dan istri dari Tuan Ma

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 59

    Arfan menunduk sesaat, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Udara di ruangan itu terasa berat, seperti diselimuti kabut tebal yang menahan tiap hembusan nafas. Dada Arfan naik turun, menahan badai emosi yang mengguncang dari dalam. Namun saat ia mendongak, sorot matanya bukan lagi amarah yang mendidih, melainkan lelah. Lelah dari pertempuran yang tak pernah benar-benar usai.“Aurel…” suaranya pelan, namun cukup untuk membuat dada Aurel berdegup tak karuan. “Kau berhak marah. Kau berhak curiga. Tapi tolong… berhenti mencurigai aku terus menerus, seolah aku tak pernah memilihmu.”Aurel terpaku. Ucapan itu, lebih dari sekadar penjelasan. Nada Arfan kali ini berbeda. Bukan defensif. Bukan pula menyudutkan. Ada ketulusan yang menetes dari setiap katanya, dan Aurel tak bisa menampiknya.“Aku tidak akan pernah melupakan apa yang Nafeeza lakukan,” lanjut Arfan. Matanya menatap ke luar jendela, ke arah kota yang kini mulai dibasahi hujan malam. “Ku akui, kami memang sedang ada kerjasama

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 58

    Langit sore di Veranza perlahan gelap, seolah semesta turut berduka atas jiwa yang terhantam keras oleh kenyataan yang tak terduga. Di dalam ruang kerjanya, Arfan berdiri membelakangi jendela. Setelan jasnya masih terlihat rapi, namun kerahnya sudah longgar, dasinya terlepas separuh. Tangan kanannya mengepal di sisi meja, menahan amukan yang seolah tak ada habisnya, amarah yang belum sempat ia keluarkan.Bayangan Nafeeza kembali datang, memantul di dalam benaknya. Sosok itu, dengan mata yang penuh luka, tak pernah meminta belas kasihan. Tidak pernah. Mungkin justru karena itu, hati Arfan semakin tak karuan. Perempuan itu, meski semua yang terjadi, masih mampu menatapnya dengan cara yang bisa membuatnya hampir runtuh.“Aku benci dia,” bisik Arfan lirih, seperti berusaha meyakinkan diri sendiri. “Tapi kenapa... wajahnya tak mau pergi?”Matanya terpejam, namun justru di saat itu wajah Nafeeza semakin jelas muncul di benaknya. Matanya, suaranya, sentuhan lembut yang dulu membuatnya percay

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status