Share

#3. Rencana Baru

Setelah sang ibu pergi, Jackson menghela napas panjang.

Belum surut masalah anaknya, sekarang sang Ibu datang membuat masalah juga.

Kapan ia akan mendapatkan kedamaian hidup kalau seperti ini terus?

Harusnya Jackson yang menggelarkan pernikahan untuk sang anak, tapi malah ia yang didesak nikah. Sungguh ironis.

Pria itu memijat pelipisnya. Ia sangat pusing menghadapi keadaan ini.

Secepatnya, Jackson harus mencari solusi bagaimana mempertemukan sang ibu dengan siapapun yang bisa menjadi “kekasihnya”.

Ia pun lantas memaksa dirinya untuk untuk mengerjakan berkas-berkas yang bertumpuk di atas mejanya sebelum melaksanakan rencana besar itu.

Di sisi lain, Lyra sedang terduduk lemas.

Bukannya ingin menyerah, tapi ia sudah kehilangan akal dalam mencari uang 2 Miliar.

Bahkan, ponsel iPhone pemberian Daniel sudah dijualnya, tapi tidak menambah jumlah uang yang signifikan.

Oleh sebab itu, Lyra memutuskan untuk segera mencari tempat tinggal yang murah dan memilih makan-makanan hemat ke depannya. Kalau perlu, Lyra hanya akan makan sekali dalam sehari.

Tanpa disadari, seminggu pun berlalu dengan cepat.

Karena keputusannya itu, berat badan Lyra turun drastis.

Vita bahkan sampai khawatir padanya yang mulai tirus dan memiliki mata panda.

Alhasil, teman Lyra itu membawakan bekal setiap mereka sama-sama ke kampus agar Lyra makan lebih.

"Apa lo tinggal di rumah gue aja, Lyra? Bokap sama Nyokap gue pasti ngijinin, kok. Lu jangan khawatir, mereka baik," ajak Vita ketika keduanya duduk di kantin.

"Gak apa-apa, Vit. Gue udah banyak ngerepotin lo. Gue bisa kok dengan apa yang ada sekarang, tinggal nambah kerja aja kayaknya."

Lyra mencoba tersenyum–menenangkan temannya.

Hanya saja, Vita justru tampak kesal dan hampir menangis. "Ra, stop! Lo udah kurang tidur, masa lo mau nambah kerjaan? Lo mau cepet mati?!" omelnya.

Bagaimana tidak, Vita tahu jelas bahwa Lyra sudah melakukan 4 pekerjaan dalam sehari. Ia menjadi pelayan restoran di pagi hari sebelum kelas, lalu menjadi pelayan restoran setelahnya. Di malam hari, ia freelance sebagai admin online shop dan editing naskah di penerbit.

Belum lagi, Lyra juga sedang mengerjakan skripsi. Waktu tidur temannya itu hanya 3 jam. Kalau ditambah lagi, kapan ia tidur?

"Ra, sekarang lo jujur sama gue. Lo tinggal di mana?" tanya Vita menggenggam tangan sahabatnya itu.

Lyra menghela napas. "Kalau tahu, lo janji jangan ngomel."

"Ck!” decak temannya malas, “Gimana gue gak ngomel? Lo tau gue benci ngeliat lo yang semakin hari kayak orang penyakitan gini!"

Ia bahkan menangis, hingga membuat seisi kantin menoleh ke arah mereka berdua.

Lyra sontak menggenggam tangan Vita–berusaha menahan tangis. "Vit, gue gak bisa cerita karena lo bakal khawatir sama gue. Tapi, lo tau kan prinsip gue? Selama gue masih kuat, gue akan lakuin yang terbaik."

"Prinsip?! Lo masih ngomongin prinsip dalam keadaan gini? Lo mikir gak sih kalau itu bisa ngebunuh lo?!"

Lyra terdiam. Ia tak berani menghentikan Vita yang tampak emosi. Jika temannya itu kesusahan, pasti Lyra juga akan melakukan hal yang sama.

Perempuan itu pun menarik napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Maafin gue belum bisa cerita. Tapi, gue bakal cerita kalau waktunya udah tepat, oke?"

Lyra tersenyum lembut.

Melihat temannya yang tak berubah pikiran, Vita hanya bisa meredam emosinya. "Jangan lama-lama, atau gue lacak sendiri di mana tempat tinggal, lo!"

Lyra sontak tertawa kecil di tengah tangisnya, "Lo tahu kan gue kerja di mana.”

Tanpa keduanya sadari, adegan itu ditonton oleh sekelompok orang, termasuk Daniel dan Tiara.

Beberapa bahkan menertawakan adegan haru-biru antara Vita dan Lyra barusan.

Daniel sendiri hanya diam melihat itu.

Meski sekeras apapun hatinya, tak bisa ia pungkiri bahwa Lyra adalah cinta pertamanya. Ia terpaksa menjadikan perempuan itu sebagai kambing hitam karena ia tahu ayahnya akan menghukumnya dengan berat bila ketahuan menggunakan narkoba karena salah pergaulan.

Tak hanya dirinya, tapi pacar barunya dan teman-temannya akan ikut terseret karena merekalah yang mengenalkan Daniel barang haram tersebut.

"Lihat, tuh! Lyra bener-bener kacau setelah putus dari lo, Niel! Gue denger-denger dia ditagih kampus lagi karena belum bayar skripsi," ujar teman Daniel mendadak.

"Iya, gue juga denger kalau dia bisa ikut skripsi karena dia masuk lewat jalur Bokap lo. Jadi, mereka gak gangguin Lyra," ungkap temannya yang lain, “Karena lo putus dan lo gak kasih sponsor lagi, mereka jadi mulai nagih lagi biaya skripsi ke dia.”

Daniel terdiam dan mencoba tidak peduli.

Hanya saja, ada rasa sakit di dalam hatinya mendengar itu.

Sungguh ia tak tahu bila kasusnya akan membuat Lyra benar-benar kesulitan.

"Ck! Gue gak peduli!" kesal Daniel pada akhirnya. Ia lalu bangkit dan pergi dari sana.

Teman-temannya sontak bingung dengan reaksinya.

Dengan cepat, mereka mengikutinya.

"Cowok lo beneran gak peduli sama Lyra, kan?"

Mendengar itu, Tiara terdiam. Hanya saja, ia khawatir kalau Daniel masih memiliki rasa iba pada gadis malang itu. Padahal, sulit sekali baginya mendapatkan Daniel yang menjadi most wanted di kampus elit itu.

Ia harus mempertahankan Daniel, ia tak boleh membiarkan Daniel CLBK (cinta lama bersemi kembali) dengan gadis kampungan itu. Tak perduli dengan cara apapun, ia harus bisa menahan Daniel seutuhnya untuk dirinya sendiri.

•••

“Lyra, ada yang datang dan pengen ketemu.”

Lyra yang baru saja habis salat sontak bingung kala mendengar ucapan Manajer cafe tempatnya bekerja.

Siapa yang menemuinya di siang bolong?

‘Apa mungkin Vita?’ pikirnya.

Lyra pun keluar dan melihat ke arah meja pengunjung. Namun, ia terkejut begitu melihat sosok Jackson yang duduk sambil menatap ke pantri pelayan dan kasir.

"Dia?" bingung Lyra. Ia lalu menoleh ke arah Manajer yang dibalas dengan anggukan.

"Benar. Dia minta izin juga buat bawa lo, bahkan dia kasih uang ganti rugi biar gaji lo gak dipotong. Lo baik-baik saja, ‘kan?" ucap sang Manajer tampak khawatir.

Lyra menarik napas panjang sebelum tersenyum. "Gapapa, Kak. Aku pamit dulu, ya."

Sang Manajer mengangguk.

Setelahnya, Lyra gegas mengambil barang-barangnya sebelum pergi.

Tak lama, Lyra tiba di mansion yang ia tahu tempat tinggal Jackson dan Daniel.

Gadis itu pun duduk berhadapan dengan sosok ayah mantannya di sofa ruang tamu.

Keadaan menjadi canggung ketika Jackson terus menatap Lyra dari ujung kaki sampai ujung hijabnya.

"Penampilanmu sekarang berubah 100%, ya, seperti para tersangka yang sok jadi korban."

Ucapan mendadak dari Jackson membuat tangan Lyra mengepal. "Maaf, tapi bukankah ini belum sebulan. Kenapa Anda tiba-tiba meminta saya bertemu?" tanyanya berusaha tenang.

Jackson tersenyum. "Saya berubah pikiran, terlalu lama kalau saya kasih waktu kamu sebulan."

“Maksud Anda?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status