Gea menatap sendu orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya. Matanya kian meredup seiring dengan langkah kaki yang membawanya masuk ke dalam Bandara yang sangat padat.Akhirnya masa itu telah tiba. Masa dimana jarak akan memisahkan dia dengan sang suami, membentang jauh sampai ke bagian Indonesia yang lain.Sejak semalam Gea sudah merasa sangat gelisah. Dirinya bahkan tak bisa memejamkan mata meski hanya untuk sesaat, membuat Nata akhirnya turun tangan untuk membantu wanita itu agar segera terlelap karena malam semakin larut.Bukan perkara lebay atau semacamnya. Pasalnya seumur-umur selama mereka menikah, Gea tidak pernah ditinggal Nata pergi keluar kota dalam kurun waktu berminggu-minggu. Paling cuma sehari, itu pun malamnya Nata sudah berada di rumah. Jadi bisa dikatakan ini adalah kali pertamanya."Jangan genit-genit, jangan ganjen. Awas kalau berani macem-macem di sana," pesan Gea dengan nada penuh peringatan sesaat sebelum melepas kepergian sang suami.Nata bergumam pelan. Dir
"Gila!" Komentar itu keluar begitu saja dari mulut Gea ketika dia sedang menyelesaikan pekerjaan Nata yang tertunda. Dikarenakan pria itu yang masih berada di Sumatra, jadilah Gea yang mengambil alih sementara tugas Nata sampai pria itu kembali.Pikirnya menjadi seorang Direktur Utama semudah kelihatannya. Hanya duduk, tanda tangan dan pergi sana sini untuk menghadiri meeting.Namun sial. Ekspetasi yang ada di dalam kepala Gea rupanya tak seindah realita. Dia seperti merasa tertipu selama ini karena menganggap pekerjaan Nata terlalu mudah. Ingin sekali Gea membenturkan kepalanya ke tembok yang mendadak diserang migren hebat. Tiap barisan kata yang tersusun apik yang dikemas dalam bentuk berkas, tak ubahnya seperti rentetan rumus kimia yang membuat Gea seketika mengalami hipertensi dadakan. Alias bikin emosi.Gea seketika bergidik ngeri menyadari kalau suaminya ternyata satu dari sekian banyak orang yang gila kerja. Menyerah. Gea menyandarkan kepalanya ke punggung sofa demi untuk
Nata sedang memeriksa beberapa email yang masuk di laptopnya saat indra pendengarnya tiba-tiba mendengar suara erangan yang berasal dari brankar rumah sakit. Tanpa melirik pun dia sudah tahu siapa pemilik suara tersebut.Dengan langkahnya yang lebar, Nata bergerak menghampiri Gea yang tengah bergerak-gerak dalam tidurnya. Perlahan kedua mata wanita itu terbuka bertepatan dengan Nata yang berhasil mendudukkan diri di ranjang tempat Gea berbaring saat ini."Kenapa?" tanya Nata lembut. Jemarinya terangkat ke depan untuk merapihkan rambut sang istri yang tampak berantakan.Gea mengerucutkan bibirnya, "Pengen pulang," rengeknya seraya menunjukan ekspresi bosan yang tak dibuat-buat.Bagaimana tidak. Sudah seminggu dirinya di kurung di dalam ruangan serba putih itu tanpa bisa melakukan apapun dan hanya berbaring sepanjang hari. Padahal kondisi tubuhnya sudah bisa dikatakan baik. Tapi suami dan mertuanya malah bertindak berlebihan dengan memperpanjang masa rawat inapnya."Iya, nanti pulang,
Gea menghirup udara pagi dengan perasaan teramat bahagia. Setelah berhari-hari hanya terkurung dalam ruangan serba putih, kini dia bisa menikmati sinar mentari secara langsung. Menembus pori-pori kulit yang kemudian memberi efek hangat yang entah sejak kapan terasa menyenangkan.Tidak ada lagi selang infus yang membelit tangan kirinya, juga bubur rasa hambar seperti perasaan mantan yang mampir di indra pengecapnya. "Udah siap?" Gea melirik ke samping dimana sang suami tampak mempesona dengan setelan khas bos-bos pengusaha.Ditambah tatanan rambutnya yang tak segondrong kemarin karena sudah dipotong, semakin menambah kharisma pria itu di mata Gea."Biasa aja ngeliatinnya," ucap Nata tanpa menoleh sedikit pun karena fokusnya saat ini pada jam tangan yang sedang dia pasang."Idih... Ge-er. Siapa juga yang ngeliatin kamu, Mas," sangkal Gea sembari mendengus pelan.Setelah rapi, keduanya pun berjalan beriringan menuju mobil yang siap mengantar mereka menuju kantor.Mulai hari ini, Gea su
Dion memijit keningnya yang berdenyut nyeri sambil sesekali meringis saat kakak iparnya yang kelewat cantik namun cerewet itu terus saja mengomel di dalam ruangannya dengan suara yang naudzubillah merdu sekali.Kegiatan merecoki tersebut sudah Gea lakukan sebelum jam makan siang tiba. Saking tak maunya berpindah alam ke ruangan Nata, Dion sampai terpaksa memesan makanan dari luar karena Gea tak mengizinkan dia beranjak barang sedikit pun.Padahal kan dia sudah berencana akan makan di kantin karena ngiler makan soto ayam buatan Ibu Yeni yang terkenal paling digemari karyawan kantor, tapi Gea justru mengacaukan semuanya."Yon, kamu dengerin Mbak ngomong gak sih?!" Dion gelagapan. Secepat kilat dia mengangguk-anggukan kepalanya persis seperti boneka annabelle. Loh?"Iya, Mbak. Gue dengerin kok," Gea mendengus keras. Tubuhnya dia hempaskan ke atas sofa dengan gaya paling bar-bar, membuat Dion yang melihatnya harus sering-sering mengelus dada.Bener-bener ketempelan nih bini Mamas gue.D
Harapan kini tinggal harapan. Do'a yang semalam Nata panjatkan dengan sepenuh hati, rupanya tak dikabulkan oleh Tuhan.Terbukti dari sejak bangun tidur sampai sekarang hendak berangkat ke kantor, tak sedikit pun Gea membuka suaranya. Jangan kan berbicara, bersitatap dengannya selama beberapa detik saja sepertinya enggan.Tak ayal, sifat Gea yang tak biasa itu membuat Nata tampak frustasi."Kamu mau kemana?" Nata bertanya seraya menyentuh lengan Gea yang hendak berjalan melewatinya."Ya ke kantor lah. Gak liat pakaianku serapi ini," lihat. sekalinya bicara judesnya minta ampun."Berangkat bareng, ya," ucap Nata masih mencoba peruntungan agar perang dingin ini segera berakhir.Namun lagi dan lagi Gea menolak untuk menyetujui genjatan senjata yang dilayangkan sang suami. Dengan tampang acuh, dia memilih berjalan menuju pintu gerbang yang langsung diikuti Nata."Gea, kamu gak mau berangkat sama, Mas?" ayunan langkah kaki pria itu seketika terhenti bersamaan dengan pertanyaannya yang mengu
Seiring berjalannya waktu, Gea semakin merasa yakin jika kini BASKARA GROUP telah bertransformasi menjadi simulasi neraka jahanam.Bagaimana tidak. Hampir semua karyawan perusahaan terkhususnya mereka yang berjenis kelamin betina, kini seakan bergabung untuk menyerangnya.Terbukti dengan mereka yang memilih berpihak pada si gadis bermata sipit itu yang jika diterawang dengan mata batin Gea, seperti berniat mengajukan proposal sebagai madunya alias istri kedua Bapak Nata. Dan yang lebih membuat Gea geram setengah mati sampai ke ubun-ubun, Thania justru memberi sinyal persetujuan lewat senyuman polos ketika seseorang memujinya cantik lalu membanding-bandingkan dengan dirinya yang notabene istri si bos.Kampret memang!Setiap helaan napas yang Gea keluarkan dari mulutnya seperti uap panas yang mengepul di udara. Sebisa mungkin dia mengontrol emosinya agar tidak meledak-ledak macam orang gila.Bisa-bisa seluruh karyawan kantor semakin heboh nantinya jika dia kedapatan membabat habis Than
Setibanya di rumah, Gea segera bergegas masuk ke dalam bangunan yang terbilang minimalis namun sangat nyaman itu. Lalu dengan gerakan secepat kilat kedua kakinya berlari menaiki tangga menuju kamar dan kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.Selama di perjalanan tadi, Gea sudah merasa ada yang tidak beres dengan dirinya dan dugaannya ternyata benar.Pantas saja, seharian ini emosinya tidak terkontrol. Mudah meledak dan naik turun. Rupanya itu semua akibat ulah tamu bulanannya yang datang tanpa permisi.Selesai membersihkan badan, Gea langsung mengambil ancang-ancang untuk berbaring di atas ranjang. Niatnya sekarang dia akan tidur demi memperbaiki mood nya yang berantakan.Tak sampai 1 menit, kegelapan mulai menghampiri Gea secara perlahan, membuat dia seketika terlelap masuk ke alam mimpi.Saking lelapnya dia tertidur, bunyi ponsel yang terus berdering nyaring memenuhi seisi kamar bahkan tak bisa mengusik Gea barang sedikit pun.***Selang 1 jam kemudian, mobil yang dikendarai