Niat ingin membantu Bunda Lita menyiapkan makan malam harus molor beberapa jam karena Nata yang tiba-tiba mode mesumnya kumat. Pria itu tidak mengizinkannya keluar kamar barang semenitpun, alhasil dari sore sampai menjelang makan malam Gea harus pasrah dikurung suaminya di dalam kamar.
Mereka baru beranjak keluar setelah mendengar ketukan pintu dan seruan Bunda Lita yang menyuruh untuk segera ke bawah. Dengan rambut yang masih sedikit basah, Gea berjalan bersisian bersama Nata menuju meja makan.Nampak semua orang sudah menunggu disana, membuat Gea harus menundukan kepalanya sedikit sambil terus mengutuk tingkah suaminya beberapa jam lalu dalam hati.Sepertinya predikat menantu kurang ajar mulai melekat dibelakang namanya sekarang. Apalagi saat matanya bertabrakan dengan netra Dion yang menatapnya jahil sambil mengedipkan sebelah mata juga senyum tengilnya yang menyebalkan."Maaf ya, Bun. Gea gak bantuin masak tadi." sesal Gea saat sudah mendudukan tubuhnya dikursi.Bunda Lita tampak tersenyum maklum. "Gak pa-pa, Bunda ngerti kalian butuh waktu berdua." meski diucapkan dengan nada yang teramat lembut, namun tidak mengurangi rasa malu dan tidak enak hatinya."Keenakan indehoy dikamar sih, sampe lupa kalo masih ada orang lain dirumah ini." celetuk Dion tiba-tiba yang langsung dihadiahi tatapan maut dari Nata dari sebrang meja."Yon ..." tegur Ayah Baskara tegas disertai tatapan memperingatkan, membuat Dion menyengir seketika sambil mengangkat dua jarinya ke atas tanda damai.Nata mendengus pelan. Mulut adik satu-satunya itu memang tidak ada filter sama sekali."Kamu kalo udah bosen jadi GM bilang sama Mas, Yon. Biar besok Mas tunggu surat resign kamu." Dion tergelagap. Secepat kilat dia mengeluarkan jurus maut andalannya yaitu memelas."Eh eh eh jangan, Mas. Becanda elah. Itu cicilan apart gimana kalo gue berenti." tampak Nata mengedikan bahunya tidak peduli.Fine! Kalo abangnya lagi nyebelin kayak gini, cuma pawangnya yang bisa bujukin. Dan alhasil Dion pindah haluan ke arah kakak iparnya yang cantik jelita itu.Sambil menunjukan puppy eyes nya, dia mencoba peruntungan. "Mbak ..." memelas, "Bujukin noh laki lo. Jangan kejem sama adek sendiri,"Gea menggaruk telinganya pelan, dia tidak mengerti mengapa situasinya jadi seperti ini. Melirik sebentar pada adik iparnya lalu kembali lagi pada sang suami. "Mas udah lah, jangan kekanakan gitu deh."Sambil tersenyum sumringah, Dion bersorak dalam hati. Namun, hanya sekejap karena detik berikutnya dia sudah mengalihkan pandangannya pada ayam goreng dihadapannya lalu mencomotnya cepat, demi menghindari tatapan Nata yang setajam laser.Ayah Baskara dan Bunda Lita kompak menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua anak mereka yang terlampau unik bin ajaib. Yang satu terlalu petakilan dan satu lagi diam-diam menghanyutkan.Melempar ingatan pada saat masa mengandung, Bunda Lita mencoba mengingat keinginan apa yang dia alami saat mengidam dulu sampai memiliki anak-anak modelan Nata dan Dion.Perasaan semuanya normal, tidak ada yang aneh. Pikir Bunda Lita.Acara makan malam kali ini terasa sangat berbeda, lebih istimewa bagi Ayah Baskara dan Bunda Lita. Karena kehadiran Nata, Gea dan Dion yang sebelumnya memang memutuskan untuk hidup mandiri.***Setelah mengantar terlebih dahulu Dion ke apartemennya karena pria itu yang terus merengek minta nebeng karena tidak membawa mobil. Kini Gea dan Nata sedang dalam perjalanan pulang ke rumah mereka.Keduanya kompak menutup mulut masing-masing, sampai suara lengkingan Gea yang memanggil sang suami membuat Nata spontan menoleh lalu berhenti mendadak. Untung saja tidak ada mobil lain dibelakangnya. Coba kalo ada, alamat harus mampir ke bengkel.Nata menukik alisnya tajam saat beradu tatap dengan sang istri, "Apa sih?" tanya nya sedikit sewot. Pasalnya intonasi suara Gea tadi tidak main-main, membuat siapa saja akan terkejut mendengarnya.Meringis pelan, Gea meremas kedua jemarinya yang berada diatas paha. "Emmm ... Itu mas--anu." ucapnya ragu, "Pengen rujak hehehe."Sedetik kemudian ekspresi Nata berubah datar, membuat Gea harus menahan napas selama beberapa saat."Enggak." binar dimata Gea seketika meredup kala mendengar penolakan tegas dari sang suami.Menarik pelan lengan Nata yang bebas, dia berusaha untuk membujuk. "Mas boleh ya, satu aja." pintanya sedikit merengek, jari telunjuknya dia acungkan ke atas sebagai pembenaran atas ucapannya.Namun, mau seberusaha apapun Gea mencoba hasilnya tetap akan sama. Nata menggelengkan kepalanya sambil melajukan kembali mobil yang sempat berhenti."Lambung kamu itu lemah, gak kuat makan pedes dikit. Apalagi udah malem gini, perut kamu bakal jadi lebih sensitif." terang Nata tepat sasaran.Memang benar bahwa Gea memiliki masalah pada lambungnya. Sehingga dia paling tidak bisa jika harus berurusan dengan segala jenis makanan yang berhubungan dengan cabai.Namun, untuk sekarang Gea teramat sangat ingin memakan buah dengan guyuran sambal kacang diatasnya itu. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat Gea meneteskan air liur."Kan gak level pedes, Mas. Gak pakai cabe. Boleh ya, Mas. Ya?"Nata mendengus keras, "Kamu lupa kalo pernah dirawat di rumah sakit cuma gara-gara makan rujak? Perlu Mas ingetin lagi, sewaktu kamu nangis-nangis tengah malem karena ngeluh sakit perut gara-gara makan mangga muda tanpa sepengetahuan, Mas?" Gea mulai terdiam, wajahnya kembali menunduk dalam."Seharusnya kamu belajar dari yang udah-udah. Belajar menyayangi tubuh sendiri apa susahnya sih? Lagipula gak makan rujak seumur hidup, gak bakal bikin kamu mati mendadak. Jaga dengan baik kesehatan kamu, bukan malah seenaknya. Ngerti?"Tanpa ada niatan menoleh sedikitpun, Nata terus fokus menatap ke arah jalan raya yang tampak lenggang malam ini. Mungkin karena bukan malam minggu, jadi tidak ada kegiatan anak muda nongkrong dipinggir jalan.Sadar bahwa keinginannya tidak akan dipenuhi, Gea perlahan membalikan tubuhnya menjadi ke arah jendela mobil, menempelkan keningnya disana.Pelan namun pasti, cairan bening yang berusaha dia tahan mati-matian akhirnya tak dapat dibendung lagi. Air mata itu mengalir dengan tidak tau dirinya melewati pipi dibarengi dengan suara isakan kecil.Padahal bukan sekali dua kali Nata menolak apa yang dia inginkan, tapi entah kenapa rasanya selalu menyesakkan.Masih dengan tangan kanan yang memegang kemudi, Nata menghelakan napasnya. Tangan kirinya yang bebas, dia ulurkan tepat diatas kepala sang istri. Mengusap pelan sambil sesekali dibelai lembut.Demi Tuhan, membuat Gea menangis seperti ini tidak pernah masuk dalam daftar tujuan pernikahannya.Terbuai akan perlakuan sang suami perlahan tanpa sadar kedua mata Gea tertutup seiring dengan napasnya yang mulai teratur, tidak lagi sesegukan.Bahkan saat Nata menggendongnya keluar mobil pun Gea sama sekali tak terusik, masih terlelap dengan dunia mimpinya yang indah. Barulah setelah dia meletakannya diatas ranjang dan kakinya yang beranjak menuju kamar mandi, Gea mengerjapkan mata lalu terbangun."Mas ..." panggil Gea dengan suara serak khas bangun tidur.Alhasil Nata memutar kembali tubuhnya, berbalik menuju sang istri yang kini tengah mengulurkan tangan meminta dihampiri.Dengan sigap Nata membawa Gea masuk ke dalam pelukan, "Mau makan lagi?" tanya nya lembut seraya merapihkan anak rambut wanita itu yang berantakan."Enggak. Mau tidur lagi, ngantuk. Tapi dipeluk," Gea merengek manja, seakan tidak peduli beberapa waktu yang lalu dia sempat merajuk pada pria itu.Nata mengangguk paham. Dibaringkannya kembali tubuh sang istri dengan dia yang ikut berbaring. Butuh waktu sekitar 10 menit agar Gea terlelap.Dengan hati-hati Nata melepaskan dirinya dari belitan tangan Gea. "Tidur yang nyenyak, sayang." bisiknya pelan seraya mencium sekilas kening Gea, sebelum kemudian benar-benar beranjak menuju kamar mandi.Bersambung...Terhitung sudah satu bulan Nata berada di Sumatera dan hingga saat ini pria itu belum bisa memastikan kapan dia akan pulang.Hampir setiap malam Nata akan melakukan video call untuk mengobati rasa rindu pada istri dan sang buah hati yang dia tinggalkan cukup lama.Meski alasan kepergiannya karena pekerjaan, namun tak dapat dipungkiri Nata merasa bersalah tiap kali dia mendengar rengekan putrinya di layar ponsel. Untuk itu, Nata berusaha keras menyelesaikan semua tanggung jawabnya secepat mungkin, agar dia bisa segera kembali ke Jakarta. Tidak ada kata libur bagi pria itu. Bahkan di hari weekend pun tetap dia habiskan dengan memeriksa beberapa lembaran dokumen.Nata menggerakkan lehernya yang terasa kaku akibat terlalu lama menatap layar monitor tanpa mengenal kata istirahat.Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Belum terlalu larut mengingat dia yang selalu tidur di atas jam 12. Diambilnya ponsel yang di letakkan samping tubuhnya, lalu menimbang apakah dia harus menghubungi Gea at
Malam sudah semakin larut, namun pasangan pasutri itu tak kunjung memejamkan mata. Saat ini, Nata sedang membantu Gea mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. "Kenapa gak besok aja mandinya? Nanti sakit lagi malem-malem keramas," ucap Nata disela-sela kegiatannya yang sama sekali tak digubris, karena Gea terlalu sibuk menikmati pijatan lembut di kepalanya.Setelah selesai dan meletakkan kembali benda tersebut ke tempat semula, Gea memutuskan untuk menemani Nata makan malam.Sebenernya bisa dibilang ini bukan termasuk jam makan malam, mengingat waktu yang sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.Tapi, berhubung Nata belum mengisi perut, jadi tak apa lah. Daripada nanti suaminya itu kelaparan dan tiba-tiba pingsan, kan tidak lucu.Usai memanaskan lauk, keduanya lalu duduk berdampingan di meja makan. Dengan setia, Gea menemani sang suami menghabiskan sedikit demi sedikit nasi di piring. Sesekali keduanya mengobrol diselingi candaan ringan, agar suasana tak terlalu sepi.Sedang asyik
Sebelum berangkat bekerja, Nata menyempatkan diri untuk mengantar anak beserta sang istri ke rumah kediaman orang tuanya.Dikarenakan sejak kemarin, Lita selalu menerornya untuk membawa sang cucu menginap di sana. Jengah terus-menerus di telepon, akhirnya hari ini Nata menuruti permintaan wanita paruh baya yang telah menyandang sebagai Oma tersebut. Dan setelah berkutat dengan banyaknya pekerjaan, kini waktunya pria itu untuk pulang. Hari hampir menjelang malam, ketika Nata berhasil memarkirkan mobilnya ke dalam garasi. Namun, ada sesuatu yang aneh sehingga memancing kerutan samar di kening Nata. Dilihatnya, tempat yang biasa diisi mobil sang ayah kini kosong, menandakan jika rumah kemungkinan dalam keadaan sepi tanpa penghuni.Sambil menenteng tas kerja dan jas yang telah dilepas, Nata berjalan gontai memasuki rumah seraya mengucapkan salam."Wa'alaikum salam..."Samar-samar dia mendengar seseorang menjawab dari arah dapur. Tak sampai satu menit, Gea datang dengan membawa segelas
Berkali-kali Gea menghembuskan napas lelah setiap dia melirik ke arah jam dinding.Sudah hampir jam 9 malam, tapi Gena tak kunjung mengantuk. Bayi montok itu justru masih aktif bermain dengan beberapa mainan yang berserakan di lantai.Setiap Gea berniat menidurkannya, maka Gena akan menjerit dan meronta, membuat wanita itu akhirnya memilih menyerah.Setelah memastikan bahwa Gena aman, Gea beranjak sejenak untuk mengambil ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Sambil duduk di tepi ranjang dengan posisi menghadap langsung ke arah sang putri, Gea membuka fitur kamera lalu memotret Gena yang tengah duduk membelakangi.Daddy Gena :Send a picture.Bapak Direktur yang terhormat, tolong konfirmasi pulang jam berapa? Anaknya terlalu aktif gak mau tidur sementara Mommy nya udah ngantuk pake banget.Gea langsung meninggalkan roomchat, setelah pesan singkat berikut foto Gena berhasil dia kirim ke nomor sang suami.Selang beberapa menit kemudian, dering notifikasi panggilan suara terdengar m
Beberapa bulan kemudian...Nata perlahan membuka kedua matanya ketika dia merasakan ranjang di sebelahnya kosong tanpa penghuni.Merenggangkan sedikit tubuh, dia kemudian melirik jam dinding yang kini menunjukkan pukul 8 pagi lewat 45 menit.Untung saja ini hari minggu, jadi dia tidak perlu kejar-kejaran dengan waktu. Setelah nyawanya terkumpul sempurna, Nata kemudian bergegas keluar kamar untuk mencari keberadaan dua sosok yang sangat dia cintai.Tepat di anak tangga terakhir, Nata mendengar suara jeritan Gena dari arah halaman belakang rumah.Seketika insting seorang bapaknya keluar yang membuatnya langsung bergerak menuju sumber suara berasal.Begitu dia membuka pintu penghubung, rupanya apa yang dia pikirkan berbanding terbalik dengan yang tengah terjadi. Teriakan Gena barusan ternyata berasal karena Gea yang mengajak bayi gemoy itu bercanda. Dengan mendusel-dusel perutnya yang buncit dan sesekali menggigit-gigit gemas pergelangan kaki dan tangannya yang sudah mirip paha ayam.
Setelah menunggu selama berjam-jam, kabar mengenai kelahiran anak Gea akhirnya terdengar di telinga seluruh keluarga besar.Para orang tua beserta Dion yang sudah menunggu di depan pintu ruang persalinan, nampak menghela napas lega ketika suara tangis seorang bayi mengalun nyaring di dalam sana.Tak lama, pintu ruangan pun terbuka lalu munculah sosok Nata yang sejak awal sudah menemani Gea berjuang sehingga berhasil melahirkan anak mereka."Mas, gimana keadaannya? Gea sama cucu Bunda?" tanya Lita antusias bercampur cemas.Menyunggingkan senyum lemah, Nata bergerak memeluk tubuh sang ibu dengan erat seraya berkata pelan, "Makasih, Bun. Makasih udah berjuang ngelahirin, Nata. Mamas sayang, Bunda,"Diciumnya pipi Lita penuh perasaan sambil berurai air mata, membuat wanita paruh baya itu tak kuasa menahan tangis."Jadi, Ayah dan Suami yang baik untuk anak dan istri kamu," ucap Lita memberikan nasihat yang langsung diangguki Nata dengan mantap.Setelah sang ibunda, kini Nata beralih memelu