Share

Kejujuran

Sydney berdiri di tepi kolam renang, melipat tangannya di dada dengan tatapan lurus menatap air kolam yang jernih. Dia masih memikirkan kejadian di kamar mandi. 

Sky tidak menjawab pertanyaannya, bahkan pria itu langsung keluar dari kamar mandi dan pergi dari rumah. Entah ke mana, Sydney berusaha untuk tidak peduli lagi.

Tring!

Satu pesan masuk berhasil mengerjapkan mata indah almond itu seiring dengan kesadarannya yang kembali. Dia merogoh ponselnya di saku jubah tidur, kemudian membuka pesan yang ternyata pesan suara dari ... Sky.

[Nggun, aku di lounge hotel H. Bisa kamu jemput aku di sini?]

Wanita itu berdecih sinis. Tanpa membalas, kembali memasukkan ponsel ke dalam saku. Pantang baginya menjilat ludahnya sendiri!

Terdengar suara derap langkah kaki dari belakang membuatnya menggerakkan ekor mata tanpa menoleh.

"Bu, ada telepon dari pak Bos. Beliau mengatakan bila Ibu diminta-"

"Aku sudah mengetahuinya, Bi. Biarkan saja, aku sudah lelah mengurus orang yang setiap menghadapi masalah selalu lari ke alkohol. Dia pikir alkohol bisa menyelesaikan masalah," keluhnya.

Kembali terdengar suara derap langkah kaki yang menghampiri, kemudian di susul dengan langkah yang semakin menjauh. Entah siapa yang kini ada di belakang tubuhnya.

"Dari dulu aku sudah memberitahu kamu untuk melepaskannya, tapi kamu selalu menolak dengan berbagai macam alasan. Sekarang, kamu lihat dan rasakan sendiri 'kan? Bagaimana sakitnya perjuangan kamu selama ini dibalas dengan luka."

Barel maju satu langkah, berdiri di samping bosnya yang tak menoleh sedikit pun padanya. Mereka sama-sama menatap lurus ke depan.

Sydney hanya menghela nafas dalam, mengedikkan bahunya tak ingin ambil pusing dengan perkataan asisten pribadinya itu. 

"Sekarang kamu juga mengetahui alasan aku sejak awal tidak pernah suka pada perempuan yang kamu anggap sahabat. Selain dia selicik rubah dan selicin ular, juga karena aku mengetahui ada affair diantara mereka!"

Mendengar pernyataan Barel sontak Sydney menelengkan kepalanya dengan kerutan di kening. Dia tidak tuli, dia bisa mendengar dengan jelas bila Barel mengetahui soal perselingkuhan Sky dan Yuan.

"What? You know but you didn't tell me?"

Wanita itu menggeleng lemah, tak tahu harus berkata apa lagi. Sungguh dirinya terkejut dengan pengakuan Barel tersebut. Sang asisten tampak tersenyum kecut melipat tangannya di dada.

"Aku sering memberitahumu lewat nasihat, tapi kamu selalu berbicara bila kamu hanya butuh kesabaran dan waktu untuk Sky kembali seperti dulu."

Ya, tidak seharusnya juga Sydney menyalahkan Barel. Pria itu sudah melakukan hal benar dengan tidak langsung memberitahunya, tapi lewat sebuah nasihat.

"Tapi, aku tidak pernah menyesali kalau pun aku baru mengetahuinya sekarang ... setelah aku terluka."

Sydney memainkan kakinya di atas permukaan air yang begitu dingin.

"Setidaknya aku sudah pernah berjuang dan berusaha untuk mengembalikan semua seperti dulu, kalau pun hasilnya bertolak belakang dengan ekspektasi, mungkin Tuhan punya rencana lain yang jauh lebih baik untukku."

Tangan Barel terurai di dadanya, beralih satu tangannya merangkul wanita yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri. Dia tahu bila Sydney mampu melewati semua masalah ini dan mencari jalan keluar yang terbaik.

"Aku pikir, aku butuh refreshing."

"Aku akan mengatur waktu untuk kamu liburan bulan ini."

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang mengamati mereka dari balkon lantai dua.

Dia merogoh ponselnya, kemudian menempelkan benda pipih tersebut di telinganya.

"Tolong pesankan tiket dan atur jadwal aku dengan Anggun untuk pergi liburan minggu ini!"

Setelah puas menenangkan diri di tepi kolam, Sydney masuk ke dalam kamar. Dia sedikit berjingkat ketika membuka pintu, mendapati Sky yang sudah duduk santai di atas ranjang sembari memangku laptop.

"Dari mana tengah malam baru masuk kamar?"

Tanpa menjawab, Sydney membalikkan badannya urung untuk masuk. Dia memilih untuk tidur di kamar lain. Terlalu malas harus tidur satu ranjang, sementara masalah mereka belum juga diselesaikan oleh Sky.

"Sydney Anggunia!"

Suara berat Sky dari dalam kamar pun tak menghentikan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar, namun ketika dia hendak menutup serta mengunci pintu, sebuah tangan mendorong daun pintu hingga tubuhnya ikut terseret mundur.

"Sejak kapan kamu jadi istri pembangkang?" tanya Sky dengan tatapan berang.

Dia tidak masalah bila Sydney marah padanya, tapi dia tidak terima ketika wanita itu mengacuhkannya bahkan sampai tidur terpisah seperti ini.

Sydney melangkah pelan, mendekati Sky hingga berhenti beberapa centi di depannya.

"Sejak keberadaan aku sebagai istri yang baik tidak pernah kamu hargai!"

Wanita itu melipat tangannya di dada, mengedikkan bahu seraya menggerakkan bola matanya malas.

"Lagi pula, untuk apa kita tidur satu kamar? Percuma, karena antara kita tidak pernah terjadi sesuatu yang mengharuskan aku tidur satu ranjang denganmu! So, lebih baik kita pisah kamar saja mulai dari sekarang, kan?"

Tangan Sky di kedua sisi tubuhnya terkepal erat. Nafasnya mulai memburu, emosinya pun jelas tersulut oleh perkataan sang istri.

"Masih soal s*ks rupanya," gumam pria itu berdecih sinis. "Kamu marah karena permainan kita harus tertunda?" tanyanya.

Sydney terkekeh tak kalah sinis dari tatapan matanya. Sky sampai tidak mengenali wanita yang dia nikahi satu setengah tahun yang lalu. Sydney kini tampak jauh berbeda.

"Tanpa meminta bahkan memohon padamu, Sky! Aku bisa mendapatkan hal itu di luar, kalau hanya hal itu yang aku cari!"

Rahang Sky mengeras dengan tatapan yang semakin menghunus tepat di manik mata milik sang istri, namun hal itu tak sedikit pun menciutkan nyali Sydney.

"Sekarang, sebaiknya kamu keluar!"

Alih-alih menggubris pengusiran sang istri, Sky justru melangkah ke ranjang. Duduk di pinggiran dengan mengusap wajah dengan gerakan berat.

Dia benci dengan situasi saat ini. Situasi di mana dirinya merindukan sikap manis Sydney yang dulu. Dan dia terlalu gengsi untuk meminta maaf bahkan meminta sang istri untuk kembali bersikap seperti biasa.

"Kepala aku sedikit pusing, bisa tolong pijat!" pintanya.

Sydney terkekeh sembari menggeleng pelan, lantas melangkah kembali keluar.

"Sorry, aku bukan tukang pijat! Dari pada kamu menghabiskan uang untuk pergi ke bar bermain dengan banyak wanita, lebih baik kamu pergi ke tukang pijat plus-plus. Kamu bisa mendapatkan double di sana!"

Baru saja kakinya terangkat, namun ....

"SYDNEY!"

Bukan hanya bentakan, namun tarikan kasar di pergelangan tangannya dari Sky membuat Sydney berbalik bahan menubruk tubuh Sky.

"Apa?" tanyanya dengan nada tenang.

"Sebenarnya apa yang kamu mau?"

"Kejujuran!" jawab Sydney dengan pasti.

Kejujuran yang dia inginkan dari suaminya. Bukan hanya soal Yuan, tapi semua hal yang tidak pernah diketahui olehnya. Paling utama, dia ingin mengetahui penyebab perubahan sikap Sky padanya.

"Bisa kamu jujur tentang semua hal yang kamu sembunyikan dariku?"

Sky melengos dengan nafas memburu. Terlihat jelas sorot matanya tampak goyah. Dan hal itu mengundang senyuman miring dari sang istri.

"Selama kamu belum bisa terbuka dan jujur sama aku, jangan harap bendera perang yang berkibar diantara kita akan turun!"

Dalam sekali sentakan, Sydney berhasil membebaskan tangannya.

"Kejujuran apa yang kamu mau?" tanya Sky.

Sydney melipat tangannya di dada, menatap Sky begitu lekat, seolah tengah membaca raut wajah sang suami.

"Menurut kamu, kejujuran apa yang aku mau?"

Glek!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status