Share

Suamiku Hilang saat Aku Hamil
Suamiku Hilang saat Aku Hamil
Penulis: Rinda

1. Bukan pergi ke Masjid

Penulis: Rinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-11 05:24:54

Sore itu, aku tersenyum saat suara motor suamiku terdengar memasuki halaman rumah. Salah satu hal sederhana yang membuatku bahagia adalah kedatangan suamiku, entah dari tempat kerja atau dari mana saja. Seperti biasa, suamiku memang selalu pulang kerja tepat waktu. Terlebih hari ini, aku ada jadwal kunjungan ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilanku yang sudah berjalan lima bulan.

Tiga tahun menikah, rumah tangga kami berjalan sangat harmonis. Mas Farhan adalah suami yang romantis dan penuh pengertian. Meskipun secara ekonomi penghasilanya belum sepenuhnya mencukupi, tapi bagiku tak masalah. Aku membantunya dengan berjualan fashion syar'i secara online. Alhamdulilah, usahaku cukup menghasilkan sehingga aku tak perlu mengalami kekurangan secara ekonomi.

Saat ini kami sedang menantikan kehadiran buah hati yang telah tiga tahun kami tunggu. Kurasakan Mas Farhan semakin perhatian dan penuh kasih padaku, seolah aku adalah perempuan paling beruntung karena memiliki suami seperti Mas Farhan.

"Mas, jangan lupa temani aku periksa ke dokter kandungan sore ini" ucapku lembut, mengingatkan suamiku yang sudah selesai mandi dan mengenakkan baju koko dan celana panjang. Suamiku memang selalu sholat di masjid ketika di rumah.

"Iya dek, berangkatnya habis maghbrib, kan?" Tanyanya. Ku lihat tanganya memegang handphone dan pandanganya tak lepas dari layar saat berbicara denganku.

"Iya, Mas!"

"Kalau begitu, Mas sholat ke masjid dulu sebentar ya!" Ucap suamiku sebelum meninggalkan rumah dan pamit pergi ke masjid.

Aku pun masuk ke kamar. Menggelar sajadah dan memakai mukena, bersiap menunaikan sholat maghrib. Aku masih sempat mendengar suara suamiku yang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon sambil berjalan menjauh dari rumah. Meski terdengar seperti sesuatu yang genting, namun aku tak begitu menghiraukan karena suara suamiku pun semakin menjauh.

Setelah selesai sholat Maghrib, aku langsung bersiap untuk ke dokter. Memakai kembali jilbabku, mengambil tas, lalu memasukan dompet, handphone serta buku kehamilan ke dalam tas. Aku memutuskan menunggu Mas Farhan di teras, agar saat dia kembali dari masjid kami langsung berangkat.

Lima belas menit aku menunggu, Mas Farhan tak kunjung datang dari Masjid. Ku putuskan tetap menunggu, dua puluh menit, tiga puluh menit, hingga Adzan Isya berkumandang Mas Farhan tetap tak kunjung pulang dari masjid. Aku mulai kesal, namun masih mencoba berpikir positif.

"Mungkin Mas Farhan sekalian sholat Isya biar gak kemalaman" pikirku.

Aku pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah dan menunaikan sholat Isya. Setelah menunaikan sholat Isya, aku kembali menunggu di teras berharap Mas Farhan segera pulang dari masjid dan mengantarkanku ke dokter.

Sayangnya, Mas Farhan tak juga kembali dari masjid. Hampir satu jam aku duduk di teras setelah sholat Isya, namun sosok Mas Farhan tak juga ku lihat. Aku mulai resah dan tak nyaman. Ada rasa khawatir, takut terjadi sesuatu pada suamiku namun juga kesal, karena Mas Farhan tidak segera pulang untuk mengantarku ke dokter.

Aku sudah mencoba menelponnya beberapa kali.

Namun yang kudengar hanya suara operator "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif"

Sungguh aneh, selama ini Mas Farhan tak pernah mematikan handphone. Terlebih setelah aku hamil, dia selalu siaga saat ku telpon, bahkan selalu memblasa pesan saat lembur.

Ku lirik jam tangan yang melingkari lenganku, waktu sudah menujukkan jam sembilan malam. Aku mulai gelisah, kali ini bukan karena Mas Farhan tidak jadi mengantarkanku ke dokter, tetapi karena khawatir jika terjadi sesuatu padanya.

Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada pak Sholeh, tetangga samping rumahku. Mas Farhan biasanya berangkat ke masjid bareng Pak Sholeh, harusnya dia tahu.

"Assalamualaikum" ucapku sambil mengetuk pintu rumah mereka dengan hati was-was.

"Walaikumsalam" sahut Bu Halimah, istri Pak Sholeh menjawab sambil membukakan pintu. Beliau tampak terkejud melihatku datang jam sembilan malam sambil berpakaian rapi dan membawa tas kecil, layaknya orang yang hendak pergi.

"Indira? Ada apa Nak?"

"Maaf Bu, saya cuma mau tanya, tadi apakah Bapak pergi ke masjid bareng Mas Farhan? Soalnya Mas Farhan sampai sekarang belum kembali dari Masjid" tanyaku dengan suara pelan, menahan perasaan cemas dan gelisah yang tak karuan.

Pak Sholeh keluar menyusul istrinya. Dia sudah berganti menggunakan pakaian rumah yang terlihat santai, kaos oblong dan celana pendek.

"Ada apa, Bu?" Tanya Pak Sholeh ke istrinya.

"Ini loh, Indira nyariin suaminya. Tadi Bapak liat Nak Farhan di masjid gak?" Tanya Bu Halimah, sekaligus menyampaikan maksudku.

Pak Sholeh mengernyit, matanya menerawang ke atas mencoba mengingat.

"Kayaknya tadi Farhan gak ada di Masjid deh. Dari Maghrib sampai Isya Bapak gak lihat!"

Jantungku terasa mau lepas mendengarnya.

"Jadi pas sholat Maghrib juga gak ada Pak?" Tanyaku dengan suara bergetar menahan rasa cemas.

Pak Sholeh menggeleng pelan. "Enggak, seingat Bapak tadi Farhan gak ada di Masjid"

Deg!

Rasanya seperti palu besar menghantam dadaku. Jika bukan ke masjid, lantas Mas Farhan ke mana?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 55 (tamat)

    Dua tahun kemudian.Jam dinding menunjukkan pukul tiga sore. Di dalam butik kecil bernuansa pastel itu, Indira tampak sibuk melayani seorang klien yang datang untuk memesan gaun pengantin muslimah. Perutnya yang mulai membuncit tak sedikit pun mengurangi keanggunannya. Tak tampak lelah di wajahnya—justru senyum cerah dan gerakannya yang lincah menunjukkan betapa bahagianya ia kini.Tak lama kemudian, Aksara datang. Baru saja ia menyelesaikan shift di rumah sakit, dan seperti biasa, tujuannya hanya satu: menjemput istrinya pulang. Ia berdiri di dekat pintu, memperhatikan Indira yang masih berbincang dengan kliennya, lalu memilih menunggu dengan sabar.Begitu tamu itu pergi, Aksara melangkah mendekat dan berbicara lembut, “Sudah sore, Sayang. Saatnya pulang dan istirahat di rumah.”Indira menoleh sambil tersenyum kecil. “Butik lagi ramai, Mas. Aku pulang setelah Maghrib, ya?”Indira menoleh sambil tersenyum kecil. “Butik lagi ramai, Mas. Aku pulang setelah Maghrib, ya?”Aksara menggelen

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 54

    Akibat kondisi mental Mayangsari yang terguncang, Indira tidak mendapatkan informasi apa pun tentang Ikhsan, meski naluri keibuannya menjerit ingin menolong anak yang tak berdosa itu. Dengan langkah berat, Indira bersama Aksara dan Randy meninggalkan kantor polisi. Namun baru saja mereka melangkah keluar dari gerbang, seorang perempuan tua berkerudung lusuh tampak tergopoh menghampiri. Napasnya terengah, tangannya gemetar memegangi tas kecil yang disampirkan di bahu. “Indira... tunggu, Nak... Ibu mau bicara!” serunya dengan suara serak, nyaris tercekik oleh usia dan kelelahan. Indira spontan berhenti, menoleh ke arah sumber suara. Wajahnya menunjukkan keheranan sekaligus simpati saat melihat sosok renta itu berjalan tertatih mendekat. “Ada apa, Bu?” tanyanya lembut, menahan diri untuk tidak membuat perempuan itu semakin gugup. Perempuan tua itu menatap Indira dengan mata berkaca-kaca. Garis-garis usia di wajahnya semakin jelas di bawah cahaya sore yang redup. “Nak Indira...” suar

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab 53

    “Kondisi Mayangsari saat ini tidak memungkinkan untuk menjalani proses hukum." Ucap seorang perempuan paruh baya dengan seragam polisi. Petugas tersebut menatap Indira dengan tatapan lembut namun serius. "Setelah kami lakukan pemeriksaan fisik dan psikis, hasil sementara menunjukkan kemungkinan besar ia mengalami gangguan mental. Kami berencana merujuknya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih lanjut,” ujarnya dengan nada penuh empati.Indira menatapnya tak percaya. Suaranya bergetar saat bertanya, “Maksud Ibu... Mayangsari sakit jiwa?”Polisi wanita itu mengangguk perlahan. “Benar. Tapi kami masih menunggu hasil diagnosa resmi dari dokter. Sementara ini, dia kami amankan agar tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”Indira terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, antara marah, kasihan, dan hampa yang sulit dijelaskan. Semua luka dan amarah yang sempat membara, kini bercampur dengan rasa iba yang tiba-tiba menyergap.“Apa saya diizinkan untuk bertemu dengannya?”

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 52

    "Siapa... siapa yang melakukannya?" Suara Aksara terdengar bergetar, nyaris tak bisa menyembunyikan kepanikan yang menyesakkan dadanya."Mayangsari. Tapi perempuan itu sudah ditangkap." Randi menjawab dengan nada menahan emosi. Wajahnya tampak tegang, seperti menanggung beban rasa bersalah yang berat.Aksara mengepalkan tangan. “Sudah kubilang, jaga dia, Randy! Aku tahu ada orang yang ingin mencelakainya!” Nada suaranya meninggi, bukan karena marah semata, tapi karena takut kehilangan. Tatapan matanya menusuk penuh kekecewaan.Randy menunduk dalam, suaranya nyaris berbisik. “Maaf... aku lengah. Aku kira aman membiarkannya berjalan sendiri.” Pandangannya tertuju ke lantai klinik yang dingin, tempat Indira masih terbaring dengan perban di tangan dan lututnya.Beberapa detik kemudian, kelopak mata Indira bergerak pelan. Ia membuka matanya, pandangannya buram sebelum akhirnya fokus pada dua sosok pria yang berdiri di hadapannya.“Kak Aksa... Randy... ada apa?” suaranya lirih, serak, seola

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   51. Kecelakaan yang disengaja?

    “Selamat pagi, nama saya Randy. Saya diminta Pak Aksara untuk menjaga Bu Indira selama beraktivitas di luar rumah,” ucap seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tegas.Bu Fathimah yang baru saja membuka pintu menatapnya dengan dahi berkerut. “Menjaga Indira?” tanyanya, separuh kaget, separuh bingung. Sejak kapan putrinya perlu dijaga segala? batinnya.“Iya, Bu. Indira-nya ada di rumah?” tanya pria itu lagi dengan nada sopan dan ramah.“Sebentar ya, saya panggilkan dulu.” Bu Fathimah segera masuk ke dalam rumah, masih dengan ekspresi heran di wajahnya.Indira yang sedang bersiap di kamar langsung menoleh saat ibunya datang. “Nak, ada laki-laki di luar. Katanya namanya Randy, disuruh Aksara buat jagain kamu. Emangnya benar begitu?” tanya Bu Fathimah, nadanya penuh rasa ingin tahu.Indira menghela napas panjang, lalu melepasnya dengan satu hembusan berat. “Iya, Bu. Kak Aksa yang maksa. Katanya supaya Indira aman, jadi disuruhlah bodyguard itu datang.” jawabnya jujur.Tepat saat itu, po

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   50. Butuh bodyguard?

    "Kak Aksa, terima kasih… sudah datang tepat waktu," ucap Indira lirih, suaranya masih bergetar, meski mobil sudah melaju perlahan meninggalkan tempat penuh keributan akibat ulah Mayangsari.Aksara menatapnya sekilas dari balik kemudi, ekspresinya penuh khawatir. “Lain kali jangan pergi sendirian, Indira. Dunia ini nggak seaman yang kamu kira, apalagi setelah semua yang kamu alami.” Suaranya tegas, tapi nadanya lembut dan penuh perhatian.Indira hanya menunduk, menatap jemarinya yang saling menggenggam di pangkuan. “Aku… aku nggak menyangka Mayangsari akan kembali menyerangku,” katanya pelan. “Setelah kejadian di pengadilan itu, aku pikir semuanya sudah selesai…”Aksara menarik napas dalam, menoleh sekilas lagi ke arahnya. “Jadi ini bukan pertama kalinya dia menyerangmu?” tanyanya, nada suaranya berubah kali ini ada kemarahan yang ditahan di sana.Indira mengangguk pelan, matanya menerawang ke luar jendela. “Iya, Kak. Entahlah, kenapa dia bisa sebegitu tega. Dia sudah mengambil segalan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status