Share

Bab 2

Tok tok tok

Anneth membuang nafas kasar. Kesal karena ada yang mengganggunya. Sambil melepas kaca mata yang bertengger di mata, dia mempersilahkan si pengganggu untuk masuk ke dalam ruangan. 

Ceklek

"Apa aku mengganggu?" tanya Sofia seraya menampilkan cengiran khas di bibir. Dan cengirannya bertambah semakin lebar saat di empunya ruangan menatapnya dengan pandangan tajam. Sudah biasa. 

"Kalau tidak penting sebaiknya kau pergi saja dari sini. Dasar pengganggu!" omel Anneth ketika Sofia, sahabatnya, berlenggak-lenggok dengan tampang yang sangat menyebalkan masuk ke dalam ruangan. Sebelah alisnya terangkat ke atas saat Sofia dengan santainya duduk di pinggiran meja sambil bersilang kaki. "Sudah bosan punya kaki? Iya?"

"Ck, ayolah, Ann. Jangan segalak ini pada sahabatmu sendiri. Aku bukan musuhmu. Okey?" sahut Sofia sambil memutar bola matanya. Jengah. 

"Kalau memang benar kau adalah sahabatku lalu kemana perginya sahabat itu ketika aku sedang membutuhkan?"

Sofia meringis. Kini dia tahu penyebab mengapa Anneth terlihat begitu kesal padanya. Siang tadi mereka telah berjanji untuk minum kopi bersama di cafe langganan. Akan tetapi sebelum waktunya tiba untuk mereka bertemu, Sofia dibuat kelelahan oleh kekasihnya yang baru saja kembali dari melakukan perjalanan bisnis. Alhasil dia baru bisa menemui Anneth lima jam dari waktu yang telah ditentukan. Dan sekarang wanita dingin ini merajuk. 

"I'm sorry, bab. Oliver membuatku terlelap. You know lah," ucap Sofia berusaha meminta maaf. 

"Selalu Oliver yang kau jadikan alasan. Kapan dia akan menikahimu?" cecar Anneth sudah tak heran akan kebiasaan Sofia dan Oliver yang selalu memadu kasih seperti pasangan suami istri. Walau sudah berulang kali ditegur, tapi mereka tetap tak mau dengar. 

"Oliver bilang setelah dia di angkat menjadi Presdir di perusahaan ayahnya."

"Kapan?"

"Katanya sebentar lagi. Dia perlu menunggu ayahnya pensiun dulu."

"Apa ini bukan alasannya saja untuk menunda-nunda tanggung jawab?"

"Oliver bukan pria seperti itu, Ann. Dia gentel."

"Tahu darimana kalau dia bukan pengecut?"

"Dari caranya yang selalu berhasil membuatku menjerit keenakan. Hehehe."

"Cihhh!"

Mau tak mau Anneth tetap tersenyum mendengar perkataan vulgar Sofia. Karena dia Oliver sama-sama menggeluti dunia bisnis, sedikit banyak Anneth bisa menilai sikap dan watak pria yang menjadi kekasih dari sahabatnya. Oliver adalah seorang pembisnis yang sangat gigih dan selalu bertanggung jawab pada proyek-proyek yang dipegangnya. Hal ini juga yang menjadi nilai plus di mata Anneth ketika Sofia bilang pria itu ingin mengajaknya menjalin hubungan. Anggaplah dia tenang melepas sahabatnya pada pria yang bisa bertanggung jawab. Tidak seperti dirinya yang ... ah, sudahlah. Anneth tak mau membahas masa lalu yang memuakkan. 

"Oya, Ann. Pemilik cafe bilang tadi siang kau terlihat marah saat pergi dari sana. Apa yang terjadi? Tidak mungkin kau marah karena aku tidak jadi datang, kan?" tanya Sofia sembari menatap lekat wajah cantik sahabatnya. 

(Haihh, padahal Anneth begitu cantik dan perfeksionis. Bagaimana bisa ada pria yang tega menyia-nyiakan hingga membuatnya trauma seperti sekarang? Dasar bodoh. Punya kekasih berspek dewi kenapa malah dibuang demi memungut remahan sampah yang bisanya hanya merusak hubungan orang? Aneh.) 

"Aku malas menceritakannya. Buang-buang waktu," jawab Anneth langsung jengkel begitu diingatkan pada pria tak tahu diri yang siang tadi mengganggunya. 

"Seseorang mengganggumu?"

"Bukan hanya mengganggu, tapi membuatku benar-benar merasa muak sekali. Sudahlah jangan bahas masalah ini lagi. Membuat moodku rusak saja."

"Baiklah-baiklah, aku tidak akan membahasnya lagi. Tidak masalah."

Hening. Anneth diam. Sedangkan Sofia, dia terus memperhatikan wajah sahabatnya dengan lekat. Diam-diam dia merasa penasaran sekali pada orang yang telah menganggu wanita ini. Sejak sikap Anneth berubah menjadi sangat dingin, belum pernah Sofia melihatnya sekesal ini. Mungkinkah orang yang mengganggunya berjenis kelamin laki-laki? Jika benar, sepertinya Tuhan telah mengirimkan jodoh untuk sahabatnya. Ah, ini menarik. 

"Ini sudah malam. Oliver tidak menjemputmu?" tanya Anneth sambil melihat jam di tangannya. Pukul sembilan malam. Sudah tiba saatnya untuk dia pulang ke rumah. 

"Tidak. Aku bilang padanya akan pulang dengan menumpang pada mobilmu saja. Kasihan dia, Ann. Setelah menghabiskan banyak tenaga untuk menghukumku masih harus kembali ke perusahaan untuk meeting. Aku mana tega membiarkannya menempuh perjalanan jauh hanya untuk mengantarkan aku pulang. Aku tidak sekejam itu kalau kau mau tahu," jawab Sofa seraya mengerling nakal. 

"Hmm, bilang saja kalau kau itu sebenarnya takut aku marah padamu. Makanya sengaja menolak saat Oliver menawarkan untuk mengantarmu pulang. Iya, kan?"

"Hehehe, kau memang yang paling tahu, Ann. Aku sayang padamu. Muacchh,"

Anneth dan Sofia sudah menjadi sahabat sejak mereka masih sekolah di taman kanak-kanak. Profesi orangtua mereka yang kebetulan sama-sama bergelut di dunia bisnis membuat persahabatan di keluarga mereka bertambah semakin erat saja. Akan tetapi tujuh tahun lalu Anneth harus rela kehilangan ayahnya yang meninggal karena kecelakaan mobil. Dan sejak saat itu Anneth lah yang mengambil alih seluruh beban pekerjaan di Omary Corp. Bersamaan dengan suatu kejadian yang mengubah sifatnya menjadi sangat luar biasa dingin. 

"Kau mau langsung pulang atau ingin jalan-jalan dulu, Sof?" tanya Anneth sambil memasang seatbelt. Dia kemudian menoleh, menatap datar pada sahabatnya yang malah sibuk bermain ponsel. "Kalau kau duduk di mobilku lalu memperlakukan aku seperti seorang sopir, akan lebih baik kau meminta Oliver menjemputmu saja. Aku sedang tidak terima orderan malam ini."

"Sabar dulu, Ann. Aku sedang melihat apakah malam ini ada sesuatu yang menyenangkan atau tidak. Sudah dua bulan kita tidak menghabiskan waktu bersama, jadi malam ini aku tidak akan membiarkanmu tidur cepat. Besok weekend, baby. Come on. Ayo kita bersenang-senang. Oke?" sahut Sofia. 

"Asalkan bukan ke tempat yang tidak karu-karuan, aku tidak masalah."

"Bagaimana dengan klab?"

"Klab?"

"Ya. Berdansa dengan pria-pria tampan. Menarik, bukan?"

Anneth menghela nafas. 

"Padahal kau sudah punya Oliver yang begitu sempurna, tapi masih saja ya matamu jelalatan mencari pria tampan lainnya. Tidak takut Oliver cemburu, hm?"

"Oliver adalah pria terbaik di muka bumi ini. Dia jelas tahu kalau aku hanya iseng-iseng saja. Karena kemanapun aku pergi ada mata-mata yang akan selalu mengawasi. Jadi aku tidak perlu merasa takut untuk melakukan hal seperti ini. Santai."

"Kau gila, Sofia."

"Yes, i'm."

Sofia tertawa melihat Anneth menggelengkan kepala melihat kelakuannya. Dia lalu menatap kaca spion mobil, tersenyum samar saat mendapati ada sedan hitam yang diam-diam membuntuti. 

"Itu yang kau maksud?" tanya Anneth sambil mengemudikan mobil. Dia menyadari ada mobil asing yang mengikuti di belakang. 

"Yap, itu orang suruhan Oliver. Sekarang kau sudah tahu bukan betapa dia sangat posesif padaku?" jawab Sofia sambil memainkan rambut. 

"Ya ya ya. Terserah kalian sajalah ingin bagaimana."

"Dan kau Nona Anneth, kapan mengenalkan kekasihmu padaku, hm? Ini sudah bertahun-tahun, lupakan dan bukalah lembaran yang baru. Bisa?"

Tak ada jawaban. Anneth datar-datar saja saat Sofia mulai membahas tentang hubungannya. 

(Kekasih? Hah,) 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status