Anneth Jennifer, wanita berusia tiga puluh tahun yang pernah mengalami patah hati tiba-tiba dipertemukan dengan seorang pria yang bergelar Casanova. Oh, ayolah. Kalian pasti tahu sebutan apa itu. Awal yang begitu tenang tanpa di sangka-sangka menjadi sebuah kepasrahan ketika Anneth diberitahu akan di jodohkan dengan anak dari sahabat kecil sang ibu. Tak mau membuat hati yang sang ibu menjadi sedih dan kecewa, dengan sangat terpaksa Anneth bersedia menghadiri kencan buta yang telah di atur oleh orangtua kedua belah pihak. Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pepatah inilah yang paling cocok diberikan pada Anneth begitu mengetahui siapa pria yang akan di jodohkan dengannya. Arsean Sinclair, pria matang berusia tiga puluh empat tahun yang berjulukan sang Casanova kini tengah tersenyum mesum di hadapannya. Akankah Anneth tetap melanjutkan perjodohan tersebut? Atau malah memilih mundur karena tak bisa menjalin hubungan dengan pria yang setiap malamnya selalu berganti wanita? ***
Voir plus"Boleh bergabung, Nona?"
Sebuah suara membuyarkan lamunan Anneth, wanita cantik berusia tiga puluh tahun yang sedang duduk sendirian di sebuah cafe. Dia acuh, enggan merespon seseorang yang meminta izin untuk duduk di meja yang sama dengannya.
"Kopi baru bisa dinikmati setelah diseduh dengan air panas. Akan tetapi kenapa kopi satu ini terasa dingin sekali ya? Padahal uap panasnya masih terlihat. Aneh," ucap Sean seraya mengulum senyum.
(Menarik. Aku suka wanita cuek dan dingin seperti Nona ini. Biasanya mereka akan sangat ganas jika sudah naik ke atas ranjang. Hmmm.)
"Duduklah jika ingin. Pergi jika hanya untuk membual. Aku benci bicara dengan orang asing!"
Tatapan Anneth tertuju pada pria yang dengan tidak tahu malunya langsung duduk begitu dia membuka suara. Pria penggoda, itu kesan yang Anneth tangkap saat ini. Dan itu sangat menjijikkan.
"Sean!"
Arsean Sinclair, pria dengan usia matang yang kini genap berumur tiga puluh empat tahun. Sejak usia belasan dia telah menetap di luar negeri. Akan tetapi karena sebuah tipu muslihat dia terpaksa kembali ke negara tempat kelahirannya. Biasalah. Terlahir sebagai pewaris tunggal membuatnya harus menerima nasib dikejar-kejar untuk segera menikah. Sean dijebak. Dia termakan tipu muslihat yang dilakukan oleh orangtuanya yang menyebut kalau sang ibu sedang sakit keras. Ingin marah, tapi yang menipunya adalah sosok wanita terhormat yang mustahil untuk dilawan. Ingin diam saja, tapi hidup seperti ini sangatlah membosankan. Sean jenuh. Dia butuh wanita yang bisa bersuara manja. Dan targetnya jatuh pada wanita dingin yang tengah duduk di hadapannya.
"Upsss, sepertinya tanganku tak lebih menarik dari apa yang sedang kau pikirkan, Nona." Sean pura-pura memasang wajah kecewa sambil menarik mundur uluran tangannya yang tak bersambut. "Padahal selama ini aku tidak pernah merasakan yang namanya penolakan. Sedih sekali."
"Jangan memasang wajah seperti anjing kelaparan di hadapanku. Atau aku akan menyiramkan kopi ini ke wajahmu!" tandas Anneth jengkel melihat kelakuan pria di hadapannya. Sudah tidak tahu diri, sok menggoda pula. Membuat orang kesal saja.
"Jika dengan memasang ekpresi seperti ini bisa membuatmu memperhatikan aku, maka aku tidak keberatan disebut sebagai anjing kelaparan. Sungguh!"
"Kau!"
Anneth membuang nafas kasar. Dia jadi tak berselera lagi untuk menikmati waktu di cafe tersebut. Niat hati datang kemari adalah untuk melepas penat dan menenangkan pikiran, malah harus bertemu dengan seseorang yang membuat moodnya menjadi rusak parah. Sial sekali.
"Nona, janganlah kau memasang wajah kesal seperti ini. Karena apa? Karena itu malah membuatku semakin merasa penasaran padamu. Sungguh!" ucap Sean kembali membual. Dia menjadikan sebelah tangannya sebagai topangan dagu, memperhatikan dengan seksama jejak karya Tuhan yang tercetak sempurna di wajah wanita cantik ini. "Garis matamu begitu tajam dan juga tegas. Aku tebak kau adalah seseorang yang sangat perfeksionis dalam menjalankan pekerjaan. Apa kau seorang pengusaha?"
"Omong kosong! Enyah kau dari hadapanku sekarang juga!" sentak Anneth makin tak tahan.
"Jangan marah dulu, Nona. Ayolah, aku ini hanya ingin mengetahui namamu saja."
"Tuan yang sok kenal, ku beritahu kau satu hal kalau aku sangat tidak suka terlalu banyak bicara dengan orang asing. Apalagi orang asing dengan tipe tak tahu malu sepertimu. Tolong pergilah. Jangan ganggu waktu istirahatku. Bisa?!"
"Aku akan pergi, tapi setelah kau memberitahu siapa namamu!"
"Kau memang benar-benar tak tahu diri!"
Setelah berkata seperti itu Anneth berniat pergi dari sana. Muak jika harus menghadapi pria asing yang bernama Sean itu. Bukannya dia sok jual mahal. Anneth hanya tidak ingin seseorang datang dengan membawa maksud tertentu. Sangat mudah ditebak kalau pria ini memiliki keinginan untuk mengenal lebih pada dirinya. Dan inilah yang sedang Anneth hindari.
Sejak kejadian menyedihkan waktu itu, Anneth telah bersumpah untuk tidak lagi menjalin hubungan dengan yang namanya laki-laki. Tapi bukan berarti itu membuatnya harus jatuh cinta pada sesama wanita. Tidak seperti itu. Anneth trauma, jujur dia mengakuinya. Hal inilah yang membuatnya selalu bersikap dingin pada laki-laki yang ingin mendekati. Hatinya sudah terkunci rapat.
"Nona, percaya tidak kalau aku akan langsung memerintahkan seseorang untuk menyelidiki latar belakangmu jika kau meninggalkan aku seperti ini. Duduklah dan mari kita bicara. Just fun. Oke?" ucap Sean agak tersinggung melihat wanita cantik ini hendak pergi meninggalkannya. Dia merasa dibuang.
Langkah Anneth terhenti. Ini, ini yang paling dia benci. Dengan raut wajah yang terlihat sangat buruk dia terpaksa kembali duduk di tempat semula. Setelah itu Anneth bersedekap tangan, menatap dingin ke arah pria yang tengah memilin bibirnya. Mirip b*jingan.
"Relaks, baby. Jangan tegang begitu. Nanti cantikmu hilang," ledek Sean yang kini sudah tersenyum lebar. Kekesalannya hilang entah kemana.
"Berhenti mengatakan omong kosong dan cepat jelaskan apa maksudmu ingin meminta seseorang untuk menyelidiki latar belakangku!" sahut Anneth tanpa basa-basi.
"Tidak ada maksud apapun, Nona. Aku murni hanya ingin berkenalan saja denganmu. Sungguh!"
"Maaf, aku tidak membuka jasa pengenalan diri. Kau silahkan cari wanita lain saja yang bisa dijadikan obyek untuk bersenang-senang. Permisi!"
Jika tadi Sean merasa tersinggung, kali ini tidak. Dia malah tertawa melihat wanita itu pergi dengan raut wajah yang begitu kesal. Ada kepuasan tersendiri yang Sean dapatkan setelah membalas penghinaan yang tadi dia dapatkan.
"Hmmm, sayang sekali aku gagal berkenalan dengannya. Padahal dia adalah wanita pertama yang berhasil membuat gairahku bangkit sejak kembali ke negara ini," ujar Sean menyayangkan apa yang terjadi. Dia menarik gelas milik wanita itu kemudian iseng mencicipi isinya. Dan begitu kopi yang masih setengah panas masuk ke dalam mulutnya, Sean dibuat ternganga syok mengetahui rasa dari minuman tersebut. "Brengsek! Apa-apaan wanita itu. Kenapa dia harus memesan kopi sepahit ini. Lidahnya sudah mati rasa apa bagaimana!"
Rupanya kopi yang tadi dinikmati oleh wanita dingin itu rasanya sangat luar biasa pahit. Cepat-cepat Sean memanggil waiters dan memesan segelas minuman yang cukup manis untuk menghilangkan rasa pahit yang seperti membakar lidah.
"Tunggu dulu. Setahuku para wanita sangat menyukai makanan dan juga minuman yang manis, tapi kenapa wanita itu tidak? Apa yang salah darinya? Mungkinkah dia adalah korban trauma dari masalalu? Astaga, misterius sekali," gumam Sean menerka-nerka. Dia kemudian menoleh ke arah pintu masuk sebelum akhirnya menampilkan satu senyum aneh di bibir. "Aku jadi penasaran siapa dia sebenarnya. Dari cara bicara, riasan, dan juga barang yang dikenakan sepertinya dia bukan berasal dari keluarga sembarangan. Hmmm, sepertinya aku bisa menggunakan wanita ini untuk menghentikan perjodohan yang ingin dilakukan oleh Ibu. Ya, benar. Aku harus segera mencari tahu seluk beluk wanita itu secepatnya!"
Akan tetapi yang jadi masalah adalah kemana Sean harus mencari tahu tentang latar belakang wanita tersebut? Sedangkan dia sendiri baru satu minggu pindah ke negara ini. Mungkinkah dia akan berhasil? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
***
Sean fokus membaca informasi yang dibawakan oleh orang suruhannya. Dia yang begitu penasaran akan kemunculan Maya alias Melinda, tak kaget begitu mengetahui motif wanita itu."Ingin menjadikanku tempat pelarian?" Sean menyeringai. "Mimpi. Kau terlalu jauh berkhayal, Mel. Aku tak sehina itu untuk kau jadikan tempat persinggahan."Wina diam tak bereaksi mendengar ucapan atasannya. Dia hanya diam-diam menebak ejekan tersebut ditujukan pada wanita yang kemarin datang ke kantor. Ini adalah kali pertama, dan besar kemungkinan akan adalagi wanita lain yang datang berkunjung. Hmmm, nasib menjadi sekertaris dari seorang mantan Casanova. Harus rela menghadapi jejeran wanita yang pernah menjadi pasangan one night stand pria tersebut."Meski aku bukan seorang cenayang, aku tahu kau sedang memikirkan hal buruk tentang diriku. Benar?""Anda terlalu pandai menilai seseorang, Tuan." Wina tak menampik. Dia hanya tersenyum kecil karena ketahuan sedang membatin."Itulah aku. Dan terkadang aku sedikit me
Tok tok tok"Selamat siang, Tuan Arsean. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda." Wina melapor. Dengan sabar dia menunggu saat atasannya acuh akan apa yang disampaikan. Salah satu tabiat buruk yang kini menjadi makanan sehari-hari sejak pemilik perusahaan berganti orang."Tuan Arsean?""Hmm, kau sangat mengganggu, Win." Akhirnya Sean merespon. Dia menarik napas dalam-dalam kemudian berbalik menatap wanita cantik yang telah mengacaukan fantasi liarnya. "Sayang sekali kau adalah sekertaris pilihan ayahku. Jika bukan, aku pasti sudah menyeretmu ke ranjang sebagai bentuk hukuman. Tahu?""Anda terlalu berlebihan, Tuan. Orang seperti saya mana mungkin pantas berada di ranjang yang sama dengan anda," sahut Wina santai. Selain mempunyai perangai yang buruk, atasannya ini juga lumayan mesum."Kenapa tidak? Bukankah kau normal?""Tentu saja iya,""Kalau begitu apanya yang tidak pantas? Jangan terlalu naif, Wina. Aku tahu betul ucapanmu tak sinkron dengan isi hatimu. Benar tidak?"Wina hanya te
"Ann, coba kau pikirkan sekali lagi. Aku tidak mau sahabat ku menjadi janda hanya karena sebuah perjodohan. Itu tidak lucu!""Terserah kau mau bicara apa. Aku tidak peduli.""Tapi aku peduli. Apalagi kalau kau menjadi jandanya Sean. Otomatis kau akan menjadi lebih kaya lagi. Aku tidak mau orang-orang mengejarmu yang berstatus sebagai janda kaya raya. Itu mengerikan."Fokus Anneth terpecah setelah mendengar ocehan Sofia yang tidak masuk akal. Dia lalu mendengus, kesal. Untung sahabat. Kalau bukan, Anneth pasti sudah merujaknya sejak tadi. Benar-benar membuang waktu saja."Oke, aku tahu alasan dibalik kau menerima perjodohan ini adalah karena demi kesehatan Bibi Merly. Tapi Ann, pernikahan tanpa cinta itu apa artinya? Bagaimana jika nanti setelah menikah Sean berubah menjadi bajingan dan memperlakukanmu dengan kasar?" ucap Sofia sembari menggigit ujung jari. Sahabatnya yang ingin menikah, tapi dia yang kebakaran jenggot. Sofia tentu saja ingin yang terbaik untuk Anneth, tapi Sean? Olive
Ponsel di tangan Sean langsung terjatuh begitu karyawan butik membuka tirai. Tampak di hadapannya sosok cantik bak peri kayangan berdiri anggun dengan gaun pengantin berwarna putih menghias tubuhnya. Indah, sangat luar biasa indah. Gaun dengan ekor panjang menjuntai, menampilkan bagian bahu yang dibiarkan terbuka, membuat Sean ternganga seperti idiot."Very beautifull. Luar biasa," puji Sean setengah tak sadar. Saking terpesona, dia sampai tak menyadari kalau reaksinya sedang menjadi bahan tertawaan karyawan butik."Kendalikan tampang bodohmu itu, Sean. Jangan membuatku malu," tegur Anneth. Tapi jujur, reaksi pria ini membuatnya bahagia. Padahal saat di dalam tadi Anneth sempat merasa khawatir apakah Sean akan menyukai gaun pilihan ibu mertuanya atau tidak. Dan hasilnya ... pria ini langsung kicep seraya menampilkan mimik seorang idiot. Anneth kesal, tapi gembira."Honey, kaukah ini?"
"Berhenti menatapku. Aku risih.""Hon, tolong jangan meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa ku lakukan. Itu menyakitkan. Tahu?""Masih ada pemandangan lain yang bisa kau lihat. Jangan tak tahu diri.""Tidak ada yang lebih indah dari pesona kecantikan calon istriku. Itu valid, tak bisa didebat.""Keras kepala,""Terima kasih atas pujiannya. Aku tersanjung."Sean menyeringai puas setelah menang debat dari Anneth. Tanpa mengalihkan pandangan, dia membali melontarkan kalimat bualan yang mana membuat wanita ini mendesah jengah. "Kalau saja aku tahu di kota ini ada wanita secantik dirimu, aku pasti sudah kembali sejak dulu. Untungnya aku tidak terlambat datang. Lengah sedikit, kau pasti sudah menjadi milik orang lain."Tak ada respon apapun yang muncul di diri Anneth saat Sean kembali membual. Seperti sudah kebal, padahal mereka baru beberapa
Anneth tak menghiraukan keberadaan pria yang saat ini tengah duduk di sofa. Tangan dan matanya sibuk memeriksa berkas di meja."Hon, mau sampai kapan kau mengacuhkanku?"Tak ada respon. Sean lalu mend*sah pelan. Calon istrinya benar-benar sangat dingin. Ketampanannya seolah tak berarti apa-apa di mata wanita ini.(Sebenarnya apa yang telah membuat Anneth menjadi sedingin ini? Aku jadi semakin penasaran. Haruskah aku bertanya langsung padanya? Tetapi kalau dia marah bagaimana? Astaga, rumit sekali hubungan percintaanku. Padahal aku sudah sangat ingin bermanja-manja padanya. Sedih sekali,)"Kemarilah. Berkasnya sudah selesai ku tandatangani." Anneth menutup panggilan. Ekor matanya melirik ke arah Sean yang masih betah menunggu di sana. Mendapati pria tersebut tengah asik melamun, Anneth memutuskan untuk tidak mengusiknya. Tidak diusik saja sudah membuat kesal, apalagi jika sengaja memulainy
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires