Share

Bab 8 (Pulang Kampung)

~ Bahagia itu sederhana. Cukup syukuri apa yang kita miliki saat ini, maka hidup mu akan merasa cukup dan tidak kurang. Jika dirimu tak bersyukur dengan apa yang kamu miliki saat ini, maka menyesal seumur hidup akan kau rasakan disaat telah kehilangan. Kehilangan untuk selama nya. ~

"Kau kira ini permainan? Hampir saja jantungku lepas gara gara hal ini." Ucapku marah.

"Gak usah marah, muka mu itu loh bulet." Ujar nya yang membuat diriku cemberut menjadi tertawa.

Dia memang unik, dapat membuat ku marah, namun juga dapat membuat ku tertawa di waktu yang bersamaan.

Aku pun yang memang awalnya humoris, mendengar kata itu saja membuatku tertawa. Dasar preman yang susah di tebak.

***

Dia pun memberikan helm kepada ku, namun saat hendak mengambil nya, ditarik nya kembali helm itu lalu di pasangkan ke kepala ku.

"Ah kelamaan ngambil helm gitu aja."  Ujar nya.

"Ha? Baru saja mau saya ambil, tapi kau menarik nya kembali." Ucap ku jengkel.

"Bilang aja mau modus kan? Hayo ngaku!" Lanjut ku.

"Dih, amit amit ya kali suka sama dugong." Ejek nya lagi dan lagi.

"Hiss. Aku bukan dugong ih, aku cuma kelebihan beberapa berat badan, bukan berarti aku sudah seperti dugong ya." 

Mukaku merah padam menahan amarah, alisku bertaut dan bibir ku mengerucut. Di sentil nya bibir ku.

"Aduh." Ucap ku memegangi bibir.

"Sakit tau, udah ah mau jalan aja." Lanjut ku.

"Silahkan." Kata nya.

"Kau!" Ucap ku kala menahan amarah sembari menunjuk nya.

Aku pun merajuk, aku berjalan menjauhi nya. Kemudian,

"Hey gembrot." Teriak nya

"Apa?" Aku pun menoleh.

"Itu helm bawa kesini." Ucap nya membuat ku malu dan emosi. Aku pun kembali ke arah nya, melepas helm dan kuberikan pada nya.

"Nih." Ucap ku memberikan helm.

"Buuft.. hahaha, ga usah sok ngambek, malu kan?" Tawa nya.

"Gak malu! Udah aku mau pulang." Aku pun berbalik badan dan hendak melangkah, tiba tiba ditariknya tanganku dengan cepat dengan otomatis aku pun berbalik badan lagi dan menubruk badan nya. Mata kami saling beradu, sejenak aku terhipnotis dengan wajah nya yang memiliki alis yang tipis rata, hidung yang mancung, san bibir nya yang sexy.

Detik berikut nya, aku pun sadar dan melepaskan cekalan tangan nya.

"Dasar preman modus. Ku sumpahin kau jatuh cinta padaku!" Ucap ku menyumpah kan dirinya.

'Apa ini? Mengapa mulut ini tidak bisa di rem?' Tanya ku dalam hati.

Al pun tak menjawab sumpah dariku, namun..

"Hal itu sudah terjadi." 

"Ha?" Ucap ku tak tahu maksud nya.

"Iya, dirimu sudah membuat ku jatuh cinta." Ujar nya memasang wajah yang serius. Ia pun mendekati ku dengan langkah perlahan. 

Jujur saya saat ini jantung tak bisa di ajak berkompromi. Berasa tengah berlari maraton, jantung pun berasa terpompa sangat cepat.

Badan ku pun mematung, ku tatap matanya, mimik muka nya terlihat serius dan tak bercanda. 

'Benarkah ia menyukai ku?'

Di genggam nya tangan ku, mata kami saling beradu, kini kami berjarak hanya 5 centimeter, ku tutup mataku. Hening, aku masih mematung di tempat ku, lalu..

"Hahaha.. Kau baper ya?" Tawa nya menggelegar, namun itu membuat ku sakit. Seharus nya aku sudah tau dari awal, mengapa aku terbawa suasana. Sudah  ketiga kali nya aku di permainkan seperti ini. Aku pun marah. Ku hempaskan tangan nya, tanpa berpamitan aku pun berlari meninggalkan nya yang masih berdiam diri dengan tawa nya.

"Hahaha Ratih baper, tidak mungkin aku menyukai mu dugong." Teriak nya dari jauh.

'Padahal itu sudah terjadi. '

Mata ini mengembun, tak terasa air mata pun jatuh dari tempat nya. Sepolos itukah aku? Hingga di permainkan seperti itu terus menerus.

Aku pun menghentikan angkot yang melaju, lalu masuk ke dalam angkot dan menuju kost.

Pikiran ku terus melayang membayangkan hal tadi.

'Bodoh sekali aku, mana mungkin orang sepertinya menyukai mu Ratih. Sadar lah siapa kau dan siapa dirinya. Kalian berbeda kasta.' Batin ku bermonolog.

Sesampai nya dirumah, air mata pun tumpah. Sesakit ini kah mencintai seseorang? Jika begitu jangan biarkan aku mencintai nya ya Allah.

***

Pagi hari, aku menyiapkan berkas berkas kembali, mengabaikan hal yang mengganggu pikiran, memupuk kembali semangat pencari kerja. Namun jika suatu saat uang ku benar benar sudah menipis, maka aku akan pulang kampung dan mencari pekerjaan disana saja. Keras nya ibu kota membuat orang kecil kesusahan.

'Tok.. tok..' 

Ketukan pintu mengganggu aktifitasku yang sedang bergulat dengan lembaran kertas di tangan.

Ku intip sedikit dari lubang yang ada di tengah pintu. Dan ternyata,

'Mengapa dia kesini lagi? Apa dia tidak tahu, jika diri ini tengah malu bertemu dengan nya?' monolog ku.

Ya benar yang datang ialah Al. Membuat Ratih menjadi bingung, apa yang harus ia lakukan. Ingin menemui, namun ia sedang marah. Tak ingin menemui, namun takut diri nya membuat onar.

'Ah, sudah tidak usah di sahuti. Nanti juga akan pergi sendiri.' 

Ketukan pintu kembali berbunyi.

'Tok..Tok...Tok..'

"Assalamualaikum" Sebuah salam dari depan pintu.

"Wa'alaikumussalam." Ucap ku berbisik menjawabi, supaya ia tak mendengar.

"Permisi." Ujar nya lagi.

Lagi lagi aku tak menjawab, lalu beberapa menit kemudian, hening. Tidak ada suara lagi dari arah depan pintu. Ku amati kembali lewat lubang kecil yang berada di tengah pintu. Sepi! Ya, kini aku harus segera keluar dan mencari pekerjaan kembali. Aku pun keluar, melihat sekeliling memastikan bahwa diri nya telah pergi.

Aku pun menyusuri jalanan ibu kota, panas terik matahari menyengat kulit kepala. Mengingat pagi tadi diriku belum sarapan. Ku buka kembali dompet, ku hitung beberapa lembar kertas dan beberapa pecahan logam.

Hanya 75 ribu uang yang ku pegang, aku pun beristirahat di bawah pohon rindang. Memutar otak, harus kah aku menyerah sekarang? Atau harus bertahan?

Menimbang nimbang beberapa hal, kemudian ku putuskan untuk pulang ke kampung. 

Aku menyerah!

Aku pun kembali ke kost, membereskan pakaian ku, kemudian berpamitan pada ibu kost dan langsung berangkat menuju terminal.

Di terminal, ku beli dua buah roti serta air mineral, untuk mengganjal perut yang sudah meminta jatah asupan nya.

Mengamati satu persatu bus yang berjejer rapi, melihat arah tujuan bus itu dengan seksama. Lalu sudah ku temui bus yang menuju ke Solo.

Aku pun memasuki bus itu, mencari tempat duduk di tengah dan dekat jendela. Jujur saja, diri ini sebenar nya mabok dengan kendaraan tertutup seperti ini. Namun jika duduk di tengah sambil memandangi pemandangan di luar jendela maka meringankan mabok berat ku.

Setelah penumpang penuh, aku pun melaju meninggalkan kota besar ini.

"Selamat tinggal Ibu kota, selamat tinggal Mas Al. Selamat tinggal kehidupan yang kejam." Monolog ku mengucapkan perpisahan.

Selama perjalanan aku pun memutar musik kesukaan ku. Lagu jadul yang kini kembali naik daun, lagu dari Westlife - Nothing's Gonna Change My Love for You. Itu salah satu lagu favorite ku saat melakukan perjalanan jauh, saat bersedih, bahkan terluka. Lagu itu menceritakan tentang betapa besar cinta nya kepada seseorang yang ia cinta.

*Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status