Share

Bab 7 (Preman Jahil)

~Hal baik dan buruk akan selalu datang silih berganti. Jangan khawatir tentang hal itu, akan ada saatnya bahagia akan ada saat kita bahagia dikemudian hari. Teruslah bersabar, hingga waktu baik itu datang menghampiri mu. ~

" Lalu bagaimana dengan karyawan pak? Saya baru saja bekerja disini. Tolong jangan di tutup pak, saya mohon." 

"Tidak ada jalan lain, jadi saya mohon tinggalkan cafe ini. Kamu bisa mencari pekerjaan lain." 

Bagai guntur disiang hari, semangat yang sudah kupupuk luntur seketika. Dengan langkah gontai, aku pun keluar dari Resto & Cafe. Kemana lagi kakiku harus berlabuh.

Kulihat di dapan cafe sosok pria yang ku kagumi melambaikan tangan padaku. 

'Mengapa dia masih disini.'

Ku hampiri ia yang sedang bersandar pada motor nya, dengan membawa botol minum.

"Minum lah!" Ujar nya memberi perintah.

Ku terima botol yang berisi air murni dari pegunungan itu. Ku teguk sedikit berharap beban di pundak berkurang.

" Mengapa kau masih disini?" Tanya ku pada nya.

" Tuh " Tunjuk nya kearah dimana tulisan 'Tutup' itu berada.

"Ah iya." Aku yang canggung itu pun menggaruk kepala yang tak gatal.

"Apa ada masalah? Mengapa tutup?" Tanya nya.

"Tidak ada masalah, tak apa, sudah ayo pulang." Ujar ku. Dia malah berdiri dan berjalan memasuki cafe tersebut. Ku hentikan langkah nya dengan menarik lengan nya.

"Saya tidak suka dibohongi!" Ujar nya penuh penekanan. Aku pun takut dibuatnya.

"Baiklah, ayo duduk disana dulu, akan kuceritakan semua nya." Ucap ku menunduk, tak berani menatap wajah nya.

 Setelah mendapatkan tempat yang tidak terlalu ramai, aku pun mulai menceritakan apa yang terjadi.

"Tinggal cari kerja lagi aja, tidak susah kan?" Ucap nya enteng.

"Tidak susah katamu? Hei, kau tau? Aku menemukan pekerjaan ini saja setelah seminggu aku di ibu kota. Mana uang saku sudah menipis lagi." 

"Em. Kamu perantau?" Tanya nya.

"Iya, aku dari Solo. Kau tau kan kota Solo?" Ucap ku memastikan.

"Oh, Jawa Tengah ya?"

"Iyah."

Hening, aku pun menghabiskan air yang berada di tangan. 

"Kamu lapar?" Tanya nya membuat ku bingung.

"Tidak, memang nya kenapa?" Jawab ku berbohong.

"Lalu mengapa itu cepat sekali habis?" 

Aku pun tersenyum kikuk.

" Ya karena aku haus. " Ucap ku mengelak.

"Ayo, kita pulang. Besok aku akan mencari kerja lagi." Ajak ku.

"Ratih kau pasti bisa, yakin bisa. Gak boleh nyerah, Ratih kuat yok." Lanjut ku menyemangati diri sendiri.

"Bagus, aku suka semangat mu. Ya sudah ayo pulang." Ajak nya menggandeng tangan ku, aku pun menurut.

Dalam perjalanan pun hening, tiba tiba dia memarkirkan motor nya di salah satu warung makan. 

"Ayo turun!" Ajak nya. Aku yang sedang melamun pun kaget dibuat nya.

"Ah, iya. Kenapa kita kesini?" Tanya ku.

"Aku lapar, ayo temani aku makan."

"Em, baiklah." Ucap ku pasrah.

"Kamu ingin makan apa?" Tanya nya.

"Aku tidak makan, aku sudah kenyang." Ujar ku kembali berbohong.

"Aku tidak suka makan sendiri, kamu pesan atau kita makan sepiring berdua?" Ujar nya membuat mata ku melotot ke arah nya. 

"Mangkanya cepat pesan, lihat ibu nya menertawakan kita karena kamu terlalu lemot." 

'Lemot dia kata?'

"Kalian serasi sekali." Ucap ibu itu, aku pun segera memesan makanan, takut di ledek lagi.

"Bu nasi sama telur ceplok saja satu" Ucap ku polos, terdengar tawa yang keluar dari mulut nya. 

Ada yang salah kah? 

"Mengapa tertawa? Ada yang aneh?" Tanya ku penuh heran dengan pria ini. Dia tak menjawab pertanyaan ku.

"Bu, kasih nasi, sayur asem asem nya sama ayam gorengnya ya bu, dua porsi." Pesan nya kepada ibu penjual.

"Makan mu banyak sekali." Lagi lagi dia tertawa. Apakah pertanyaan ku ini lelucon?

"Iya makan ku memang banyak, minum mu apa?" Tanya nya kembali.

"Air putih saja." 

" Ya sudah sana cari tempat duduk, nanti ku susul." Ujar nya, aku pun menurut saja.

Tak lama kemudian, ia pun duduk di depanku dengan membawa dua porsi yang di pesan nya tadi. Namun malah satu nya diberikan untuk ku.

"Mengapa ini untuk ku? Mana pesanan ku?" Tanya ku.

" Ini minum nya, silahkan menikmati. " Ujar ibu itu.

"Loh, bu ini salah, saya pesan nasi telur, minum nya air putih. Ini bukan pesanan saya." Ujar ku sebelum ibu itu pergi menjauh.

"Tanya sama mas nya aja neng." Jawab nya.

Aku pun menoleh kearah nya yang nyengir dengan menyuapkan nasi kearah nya.

"Mas jangan begitu, aku tidak punya uang untuk membayar nya. Tolong tukar kan makanan ku." Ucap ku memohon.

"Aku yang akan membayar, anggap saja aku menraktir mu karna kamu berhasil membuat mama ku senang." 

"Senang? Karna apa?" 

"Sudah, nanti saja aku jelaskan, sekarang makan dulu." Ucap nya. Aku pun kembali menurut. Entah lah aku seperti terhipnotis dengan ucapan nya. Aku yang dulu terkenal sebagai wanita yang keras kepala, egois yang tinggi, barubah seketika ketika mengenal nya. Bahkan untuk membantah ucapan nya saja aku tak berani. Aku sudah tersihir oleh nya.

Makan pun telah selesai, namun hal yang tak terduga pun terjadi. 

"Waduh, dompetku ketinggalan, gimana dong?" Ucap nya mencari cari dompet di sekitar kantong nya.

"Mas jangan bercanda, aku cuma bawa uang 15 ribu, tidak cukup untuk membayar semua ini." Ucap ku penuh khawatir.

"Benar, aku tidak membawa nya. Bagaimana ini?" Tanya nya panik.

Keringat ku pun mulai membasahi dahi, tak pernah kejadian seperti ini semasa hidup ku. Seharus nya aku tak menurut dengan ucapan nya, tapi apa ini? Menurut malah membuat masalah.

"Atau begini saja, kita kabur." Ucap nya memberi solusi.

"Jangan ngaco kamu mas, sama saja kita mencuri. Tidak boleh seperti itu." 

"Lalu bagaimana? Lihatlah warung ini ramai, jika kita mengatakan nya apa tidak malu?" Tanya nya lagi.

Aku pun memutar otak, bagaimana cara agar dapat membayar.

"Atau akan ku bayar dengan cuci piring saja mas, tidak apa apa." Ucap ku memberi solusi.

"Jangan! Itu bukan ide yang bagus."

"Em, jika kita memberi jaminan, apa mas akan pulang mengambil dompet?" Tanya ku berhati hati.

"Tentu saja. Tapi jaminan apa?"

"KTP ku saja mas, tidak apa apa." 

"Baik lah kalau begitu."

Aku pun segera menuju meja kasir, aku pun melihat keadaan sekitar, jujur saja malu untuk mengucapkan nya.

"Bu, maaf ini saya hanya punya uang 15 ribu, dan ini KTP saya. Teman saya lupa membawa dompet, jadi dia ingin pulang sebentar untuk mengambil dompet." Ujar ku berbisik, kulihat ibu itu terkejut, lalu ibu itu menatap kearah Mas Al dan diriku.

"Baiklah, tapi nanti kembali lagi ya, ini KTP saya pegang." Ucap ibu itu.

"Baik bu, terima kasih."

*Di parkiran.

"Nih KTP mu." Ucap mas Al

"Loh, bagaimana bisa? Kenapa KTP ku ada di mas?"

"Jangan bilang mas merebut KTP itu dan kabur ya?" Ucap ku memastikan, takut jika hal itu terjadi.

"Hahaha. Dasar gembrot polos." 

Dia menertawakan ku? Apa yang sebenar nya terjadi? Apa aku telah di tipu?

"Jadi, tadi sudah ku bayar di muka. Aku hanya mengerjai mu saja. Terlihat lucu jika sedang panik." Ucap nya lalu tertawa lepas.

"Kau kira ini permainan? Hampir saja jantung ku lepas gara gara hal ini." Ucap ku marah.

"Gak usah marah, muka mu itu loh bulet." Ujar nya yang membuat diriku cemberut menjadi tertawa.

Dia memang unik, dapat membuat ku marah, namun juga dapat membuat ku tertawa di waktu yang bersamaan.

Aku pun yang memang awalnya humoris, mendengar kata itu saja membuatku tertawa. Dasar preman yang susah di tebak.

*Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status