[Sudah kusiapkan tempat khusus buat kamu belajar sama Linda. Ingat, jangan banyak mengeluh, jangan crewet dan ikutin Linda! Semoga berhasil!][Nanti pukul 07.00 akan ada mobil khusus yang jemput kamu. Kamu ikut saja sama dia. Sekarang bangun dan bersiap.] Hany tersenyum melihat pesan dari Reyhan. Serasa minum susu coklat di pagi hari, sangat terasa segar dan menghangatkan perut."Hihihihi, Reyhan baik banget sih! Semoga sehat dan lancar selalu," lirihnya sambil bergagas ke kamar mandi."Han! Mandinya pelan-pelan dong. Airnya nyipret keluar ini. Semangat banget kamu ini," ucap Ibunya dari luar."Hany buru-buru, Bu. Mau sekolah lagi. Tadi abis subuh tidur lagi, eh jadi ketiduran," jawabnya sambil terus mengguyurkan air.
"Asalamualaikum." Hany mengucap salam. Dengan semangat 45, Bu Evi menjawab salam anaknya dan segera keluar. Namun, alangkah kagetnya ketika Hany datang bersama laki-laki yang sangat ia benci."Bu," sapa Tama. Bu Evi melirik sinis pada anaknya. Matanya menyimpan tanya untuk apa dia membawa laki-laki ini ke rumah. Hany mengetahui arti tatapan mata Ibunya. Namun, dia berusaha tak mengerti dengan sikap acuh ibunya. Tidak ada keramah tamahan dari Bu Evi. Yang ada hanya rasa benci di dalam hatinya."Ya ampun! Astagfirullah, ngapain, Hany sama Tama?" batin Bu Evi dalam hati."Masuk, Mas," ucap Hany. Dengan cepat, Tama pun masuk ke dalam kontrakan kecil yang ditinggali kedua anaknya."Sayang! Papa datang, Nak," ucap Tama. Kedua anaknya langsung menghambur memeluknya. T
"Kita mau kemana? Kok tumben?" tanya Hany penasaran. 'Iyakah ada pekerjaan? Karena Reyhan tidak membawa pakaian sama sekali. Mobil ini berjalan lurus dan jalannya, aku seperti mengetahuinya.' Dia terus membatin dalam hati."Kita mau ke rumah Linda! Pelatihan tambahan. Kali ini, gurunya bertambah satu," ucap Reyhan menahan tawa."Jadi kamu bohong sama aku dan Ibu?" Hany menuntut penjelasan."Oh, jangan bilang aku bohong. Aku bilang, ada pekerjaan. Jadi, ya ini pekerjaan aku. Melatih kamu! Pelatihan tambahan, supaya cepat bisa. Membutuhkan kamu, bukan?" Reyhan melirik Hany yang terlihat kaget mendengar pengakuannya."Rey?! Hahhahaha!" Dia tertawa melihat kelakuan Reyhan. "Berasa muda aku begini," lanjutnya."Memang
POV ReyhanSetelah pulang dari kantor, aku sengaja mampir ke rumah Linda. Menjemput Hany, sekaligus meminta tolong. Mama dan Papa terlalu berlebihan kalau menurutku. Sebenarnya, mereka hanya ingin rumah menjadi rame. Karena, di rumah sebesar itu hanya ditinggali kami bertiga.Tepat pukul 16.30 aku sampai juga di rumah Linda. Dengan wajah sedikit lesu, kulangkahkan kaki ke dalam."Rey, tumben kesini?" tanya Linda."Mau jemput, Hany. Jangan pura-pura pikun deh," ucapku. "Hany mana?" Mataku celingukan mencari keberadaannya."Udah pulang setengah jam yang lalu. Dijemput sama Tama. Makanya aku nanya kok tumben," ucapnya.Aku duduk di sofa sebentar. Meraih
POV Hany"Rey, jangan natap aku kayak gitu." Terpaksa kukatakan juga karena merasa risih dengan Reyhan yang curi-curi pandang."Aku hanya memperhatikan wajah tampanku di cermin. Tolong kamu jangan terlalu berlebihan," jawabnya sembari membenarkan rambut yang sedikit berponi. Tampan si memang, pria yang berada di sampingku saat ini. Kalau diibaratkan artis, wajahnya sangat mirip dengan Karna dalam film Mahabarata. Mendengar jawabannya, aku melirik ke arahnya."Tolong, Hany … kamu fokus ke depan. Jangan fokus ke aku. Menyetir itu butuh konsentrasi." Senyumnya mengembang setelah mengucapkan hal sama sepertiku.Tak kujawab lagi ucapannya. Karena pasti akan berbuntut panjang kali lebar."Han, turun, kita udah sampai," ucap Reyhan. Terli
Sebelumnya ….Saat tiba dirumah kontrakan, kerumunan tetangga membuatku kaget."Loh! Ada apa ini rame-rame?" Perasaanku tidak enak. Segera aku berlari keluar dari mobil Reyhan. Begitupun dengan Reyhan. Mungkinkah Ibu membuat gara-gara? Atau anak-anak nakal?"Permisi! Permisi," ucapku melewati beberapa tetangga yang bergerumunan. Anak-anak tengah bersama Mbak Asih. Ibu sedang terlentang memegangi dadanya."Ada apa ini, Mbak?" Aku bertanya pada Mbak Asih. Jelas saja aku sangat panik."Tadi, Ibu jatuh di kamar mandi, Mbak. Barusan saja. Tak lama
"Reyhan awas!" Kakiku tersandung kain lap. Tak sengaja, aku menubruk tubuh Reyhan. Reyhan terjatuh dan aku ....Bibirku tak sengaja menyentuh pipinya. Aduh, rasanya malu … sekali."Han, kalau jalan itu hati-hati. Dulu pertama liat kamu, kamu nabrak aku," ucapnya sambil berusaha bangun."Maaf, Rey. Sakit ya?""Nggak, Han. Enak kok nggak sakit." Dia mengusap bagian yang berada di bawah pinggulnya."Udah, kamu sekarang tidur. Itu kamar kamu," ucapnya sambil menunjuk kamar untukku."Kamar kamu di mana
Tiba sudah hari pernikahan Hany dan Reyhan. Keduanya saling diam tanpa banyak kata. Sesekali Hany melirik pada Reyhan. Namun, Reyhan tetap acuh. "Ada apa sama, Reyhan? Kenapa berubah jadi dingin begitu?" pikirnya dalam hati. Terkadang Rey akan tersenyum, itupun jika menyambut tamu yang memberi selamat.Pernikahan mereka berlangsung sederhana, karena keduanya tidak ingin ada pesta meriah. Tapi, tetap saja banyak tamu yang datang. Begitupun dengan Tama, dia hadir bersama Dewi. Menatap kesal Hany yang tengah berdiri di samping bosnya."Inget ya, Mas! Aku nggak akan pernah mau cerai sama kamu! Sekalipun nantinya, pernikahan ini hanya setingan!" bisik Dewi di telinga Tama."Kalau begitu, aku akan t