Home / Romansa / Suamiku Pangeran Muda / 2. Di Sekap Di Gudang Dan Keguguran

Share

2. Di Sekap Di Gudang Dan Keguguran

Author: Roesaline
last update Last Updated: 2021-09-19 23:52:59

 Kepalaku terasa sakit dan berat, mataku sulit sekali kubuka. Samar-samar dari jauh kudengar tangis Iqbal  memanggilku.

"Umi ...!" teriaknya histeris.

Aku berusaha membuka mataku yang masih berat. Dimanakah aku? Udara sangat pengap dan panas. Kuraba bajuku sangat ketat dan tidak nyaman. Gaun pengantin? Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi, dan aku mulai mengingat semuanya.

Kakiku penuh luka, darah mulai mengering di sana-sini. Ada bercak darah di gaun putih pernikahan. Aku tidak tahu bagaimana aku mendapatkan luka ini? Dan bagaimana aku tiba-tiba berada di gudang. Ada terpal kotor menutupi tubuhku yang lemah yang kini mulai terasa gatal-gatal.

Tangis Iqbal makin jelas terdengar di telingaku. Dan kini mataku pun mulai jelas melihat sekelilingku. Meski kepala masih terasa sakit dan berat, cukup untukku bisa membawa tubuhku bangun dan duduk.

Kenapa aku disekap di gudang? Satu-satunya pemegang kunci gudang penyimpanan makanan ini adalah Ruby. Dan aku yakin ini adalah perbuatannya.  Tapi aku tidak menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya kepadaku. Karena dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku memang ingin menghindari pernikahan itu.

"Ruby, mana kunci gudang ini?" Aku mendengar Iqbal berteriak kepada Ruby.

"Untuk apa Tuan kecil?" suara Ruby bertanya.

"Cepat berikan!" bentak Iqbal emosi.

 Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu mulai dibuka.

"Umi ...!" teriak Iqbal menghamburkan tubuhnya ke pelukanku setelah pintu itu terbuka. Aku masih belum sadar benar, tubuhku terasa melayang.

"Umi, kenapa ini harus terjadi padamu?" Iqbal memelukku semakin erat.

Tangisnya pun makin menjadi saat dia melihat ada luka di kakiku. Dia meraba lukaku, tatapannya nanar sambil meremas tanganku. Seolah dia merasakan juga luka ini. Dia meremas semakin kuat seolah ingin memberikan kekuatan dan dukungan kepadaku.

"Ruby, kenapa kamu melakukan ini kepada Umiku? Emangnya siapa kamu?" bentak Iqbal.

"Apa yang kamu katakan, Tuan Kecil?" bantah Ruby yang berdiri di belakang Iqbal.

"Jangan berpura-pura lagi, aku tahu semuanya!" teriak Iqbal.

 Aku terkejut saat Iqbal mengatakan kalau dia mengetahui apa yang dilakukan Ruby. Darimana dia tahu? Tapi Iqbal anak yang cerdas, dia pasti berani bicara berdasarkan bukti. Apakah dia memeriksa CCTV?

"Tuan Muda ... Tuan Muda ...!" teriak Ruby tiba-tiba, sambil keluar gudang.

"Darimana kamu tahu kalau Ruby yang melakukannya, Iqbal?" bisikku di telinga Iqbal.

"Aku mengecek CCTV, Umi," jawab Iqbal berbisik juga.

"Jangan katakan apapun pada Abimu ya!" pesanku.

"Kenapa, Umi? Abi harus tahu, kalau tidak, dia akan menyalahkan Umi terus," berontak Iqbal.

"Sayang, kalau sampai Ruby diusir oleh Abi, maka kedua pembantu itu akan ikut bersamanya pergi. Kalau mereka semua pergi, kita harus cari pembantu baru. Dan itu sulit, nanti masih harus mengajari bekerja dari awal, pasti makin ribet bikin Oma kamu sedih nanti." Aku menjelaskannya kepada Iqbal karena memang aku tidak mau suasana semakin kacau.

"Mana dia?" teriak Faruq yang sudah berdiri di depanku.

Iqbal menatapku dengan iba, air matanya meleleh. Tampak dari raut mukanya sedih dan ketakutan. Aku membalas tatapan Iqbal dengan senyum pasrah.

Faruq dengan tanpa menaruh iba sedikitpun menarik tanganku dengan kuat. Tubuhku yang lemah dan Iqbal terseret karena dia sedang memelukku.

"Lepaskan Umimu! Dan pergi kamu ke kamar!" perintah Faruq membentaknya.

"Jangan sakiti Umi, Abi!" pekik Iqbal memohon.

Dengan kasar Faruq mendorong tubuh Iqbal dengan kuat dan membuatnya terpelanting jatuh.

"Iqbal ...!" teriakku spontan. "Jangan sakiti, anakku, Tuan Muda!" tangisku memohon.

"Itu karena kamu berani mempermalukan aku di depan tamu-tamuku." Faruq semakin keras mencengkeram lenganku.

Iqbal yang terjatuh, kembali berdiri dan menghampiri tubuhku dan memelukku kembali.

"Lepaskan Umimu, Iqbal!" bentaknya dengan mencengkeram lengan Iqbal.

"Lepaskan anakku, Tuan Muda! Tanganmu bisa melukainya!" kataku memohon.

"Hasan ... Hasan ...!" teriak Faruq.

"Iya, Tuan Muda?" Hasan muncul dengan tergopoh-gopoh dan diikuti Tuan Muhammad Husain dan nyonya.

"Bawa Iqbal ke kamarnya!" perintahnya berteriak.

"Baik Tuan Muda," jawab Hasan tegas.

 "Jangan sakiti umiku, Abi! Tolong .., umi tidak bersalah!" teriak Iqbal menangis memohon.

Aku menatap Iqbal yang dibawa paksa oleh penjaga keamanan. Hatiku terasa perih seperti tergores sembilu. Dadaku tiba-tiba terasa sesak bernafas.

"Jadi kamu bersembunyi di sini? Dasar wanita bodoh! Jual mahal sekali kamu! Hajar saja dia, bikin ulah saja!" kata Tuan Hussein dengan marah.

"Hukum saja gadis tolol ini! Jangan beri dia ampun!" nyonya menimpalinya.

Faruq menyeret paksa tubuhku ke luar gudang.

"Ampun Tuan Muda!" desahku lirih menahan sakit.

Tampak Faruq terbelalak melihat ada darah di kaki dan gaun pengantin.

"Bagaimana ada darah, ini darah apa?" tanya Faruq panik.

Aku sudah tidak sanggup berkata-kata. Faruq mulai membopong tubuhku dan membawanya masuk ke kamarku.

"Panggilkan dokter, Hasan!" teriak Faruq panik.

Dia membaringkan tubuhku diatas tempat tidur. Aku masih bisa merasakan tangannya yang besar itu membelai rambutku.

"Kalau kamu berniat lari dan sembunyi, kenapa ada luka dikakimu, kenapa sekujur tubuhmu bintik-bintik merah?" gumamnya sendiri.

Aku pura-pura pingsan untuk menghindari hukuman dari Faruq.

"Ada apa Faruq, kenapa kamu memanggil dokter?" tanya nyonya membuka pintu kamarku.

"Dia sakit Umi, badannya demam dan ada bintik-bintik merah di tubuhnya," jawab Faruq.

"Kok bisa? Bikin repot saja!" gerutu nyonya.

Tak berselang lama dokter keluarga datang. Dengan intens dia memeriksa tubuhku. Aku mulai berani membuka mataku dan mengakhiri sandiwaraku.

"Kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan?" tanya dokter dengan lembut.

Faruq ikut mengamatiku dengan penuh kekhawatiran. Dia duduk disampingku sambil tangannya mengusap dan memijat kakiku.

"Perut saya sakit dokter dan pinggang saya nyeri sekali," kataku lirih.  

"Sepertinya anda sedang keguguran ya? Apakah anda hamil?" tanya dokter hati-hati.

Aku terkejut sekali dengan pertanyaan dokter. Sambil mengingat-ingat memang bulan ini harusnya aku mentruasi, tapi terlambat tiga minggu. Aku benar-benar tidak menyadarinya.

"Aku tidak tahu, dokter," jawabku ragu.

"Kapan terakhir mentruasi?" tanya dokter.

Aku jadi takut dan malu menjawabnya. Karena kehamilanku bukanlah sesuatu yang kuharapkan bahkan momok bagiku. Bagaimana aku mengatakan hamil kepada orang lain, dimana tidak ada pernikahan diantara kami?

"Tanggal lima dokter." jawabku ragu.

"Iya, berarti anda sedang hamil tujuh minggu. Sayang sekali keguguran, Nyonya. Mungkin karena anda  kecapekan atau stres bisa juga," kata dokter pelan.

"Jadi dia hamil dan keguguran dokter?" tanya Faruq terperangah.

"Benar, sudah tujuh minggu, kok bisa  anda tidak mengetahuinya? Ini aku beri resep tolong belikan obatnya ya, untuk membersihkan rahim anda. Syukur-syukur kalau mau kuret biar bersih rahimnya!" kata dokter memberi saran.

"Tidak usah dokter!" sahutku.

Dokter tersenyum, kemudian pamit pulang dan meninggalkan selembar kertas resep obat.

Faruq menatapku dengan tajam, aku hanya terdiam dan menunduk menahan rasa takut.

"Aku tidak tahu harus bicara apa, bagaimana kamu hamil anakku dan kamu diam saja. Atau jangan-jangan ini pendarahan memang kamu sengaja ingin menggugurkannya, iya kan?" tuduh Faruq dengan emosi. "Aku mau menikahi kamu, memberi status pada hubungan kita, tapi kamu menolaknya, apa maumu? Apakah aku tidak pantas buat kamu? Sementara di luaran sana para wanita mengidolakan diriku. Memangnya kamu cantik, pintar, kaya? Kamu tuh cuma seorang budak yang bodoh dan tidak cantik, aku tidak tahu kenapa aku tergila-gila padamu?" pekiknya menahan emosi.

Baru kali ini aku mendengar dengan jelas pernyataan Tuan Muda bahwa dia sedang tergila-gila padaku.

Akankah sikap Faruq berubah karena kejadian ini?

Bersambung ...

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pangeran Muda   109. Akhir Cinta Segitiga

    Ternyata orang yang sangat kucintai menusukku dari belakang. Diam-diam dia akan mengambil Erkan dariku. Pandainya dia bersandiwara seolah dia adalah pahlawanku, pelindungku juga anak-anak. Ternyata dia ular yang berbisa. Semenjak aku mendengar telepon dari Hema itu aku harus lebih hati-hati kepada Muzammil."Faruq, berikan Erkan kepadaku!" pinta Muzammil kepada Faruq.Dengan suka hati Faruq memberikannya kepada Muzammil. Aku menatapnya dengan kecewa, "harusnya kamu menjaganya, Pangeran, bukannya malah akan menculiknya," batinku."Aku akan menyuapinya, Pangeran," kataku."Suapi saja biar kugendong," usul Muzammil.Tanpa berontak terpaksa aku menyuapi Erkan yang dalam gendongan Muzammil. Sambil bergurau riang menghibur Erkan agar mudah makan. Aku melihat Faruq terpaku menatapku, perasaan canggung mulai menghinggapiku."Assalamualaikum ...?" sapa Marwa yang tiba-tiba muncul di depan kami."Waalaikum salam," jawab kami bersamaan."Marwa?" panggil Faruq terkejut."Nyonya Marwa?" panggilku

  • Suamiku Pangeran Muda   108. Pengkhianatan Muzammil Terbongkar

    Muzammil terkejut ternyata yang menelepon pengawal istana dan mengabarkan hasil penyelidikannya. Ternyata benar wanita yang aku curigai itu adalah Marwa. Berarti Marwa ada di Indonesia? Apa yang dilakukan di negaraku? Apa karena Faruq dan Iqbal belum pulang ke Inagara? Apakah Marwa sudah tahu kalau Faruq sedang sakit? Kalau benar dia sudah tahu tapi kenapa masih mengejar-ngejar Faruq? Apa itu artinya cinta Marwa tulus kepada Faruq? Faruq tidak boleh menyia-nyiakan ketulusan hati seorang istri. Aku tahu Marwa begitu membenciku karena rasa cemburunya yang begitu buta karena takut kehilangan Faruq. Tapi kalau ternyata dia belum mengetahui kalau Faruq sedang sakit, apa yang akan terjadi bila akhirnya dia tahu? Apakah dia akan meninggalkannya?"Awasi terus jangan sampai kehilangan jejak!" perintah Muzammil kepada pengawal istana kemudian menutup teleponnya."Ternyata feeling kamu benar, dia adalah Marwa," gumam Muzammil."Aku takut, Pangeran!" ujarku lirih.Muzammil segera memelukku, hang

  • Suamiku Pangeran Muda   107. Salah Paham

    Aku sudah kembali ke rumah, betapa bahagianya melihat Iqbal dan Erkan serta adik barunya bermain dengan rukunnya.. Gadis yang manis itu akan aku adopsi dengan nama Naura. Sepertinya itu nama yang cantik dan cocok buat dia. Aku dan Muzammil menemani mereka bermain di teras rumah."Iqbal suka punya adik cantik dan manis seperti dia?" tanyaku kepada Iqbal."Suka, Umi," jawab Iqbal. "Aku senang tinggal di sini, Umi, rasanya tidak ingin kembali ke Inagara," gumamnya."Kasihan abi juga opa dan oma, Sayang," hiburku."Nanti Iqbal akan semakin sering bertemu dengan mereka, jangan khawatir!" Muzammil juga menghiburnya."Iqbal sayang kan sama adik-adik?" tanyaku."Iya Umi, aku sayang banget sama adik-adikku, mereka imut," sahut Iqbal. "Sekarang adikku ada dua iya kan, Abi?" lanjutnya bertanya Muzammil."Iya, ada dua, kamu mau nambah lagi?" kelakar Muzammil."Ih apaan sih, Pangeran, mereka masih kecil-kecil repot tahu?" selaku berbisik sambil mencubit lengan Muzammil."Auh sakit, Zhee!" tawa Muz

  • Suamiku Pangeran Muda   106. Surat Wasiat dari Ibu

    Aku segera membacanya, betapa terkejutnya hatiku membaca isinya. Ibu menginginkan aku menikah dan bahagia dengan Faruq. Karena di depan matanya Faruq banyak melakukan pengorbanan dan selalu melindungiku. Ibuku menyaksikan sendiri betapa besar cinta Faruq untukku. Sementara dengan Muzammil dia belum pernah bertemu. Meskipun Muzammil seorang sultan dari Kerajaan Tukasha ternyata tidak membuat ibuku silau dengan pangkat dan derajat."Apa isinya, Zhee?" tanya Muzammil yang ikut mengamati surat itu."Bukan apa, Pangeran," jawabku. "Untung kamu tidak mengerti bahasanya," pikirku dalam hati."Kita lihat ibuku, kamu belum pernah melihat ibu kan?" kataku sambil menggandeng tangan Muzammil mencari jenazah ibu di baringkan.Dengan penasaran dia mengikutiku menuju ruang tengah. Aku melihat jenazah ibu sudah dimasukkan keranda. Akhirnya paman dan beberapa orang membantu membuka keranda itu agar aku bisa melihatnya untuk terakhir kalinya."Jangan menangis, Fahim, jangan sampai air matamu menetes di

  • Suamiku Pangeran Muda   105. Cinta Tidak Harus Memiliki

    Entah apa yang sedang kupikirkan, tiba-tiba saja aku balik kanan dan berlari sambil menggendong Erkan. Tanpa berpikir lagi Muzammil sedang di sisiku. Juga hampir lupa bahwa Erkan sedang dalam gendonganku. "Zhee!" teriak Muzammil memanggilku. Aku tidak menggubrisnya lagi, yang ada di otakku wajah Faruq yang melemah dan butuh dukungan orang yang dicintainya. Tanpa terasa aku sudah berdiri di depan pintu ruang dokter spesialis kanker atau Dokter Onkologi. Tanpa ragu aku menerobos masuk. "Nyonya, ada apa ini?" hardik perawat spontan. Aku tidak peduli, aku terus masuk hingga akhirnya menerobos ruang periksa dokter. "Siapa dia, Tuan?" tanya dokter dalam bahasa Inggris. "Dokter, bagaimana keadaannya?" sahutku panik. "Apa dia istrimu, Tuan?" tanya dokter lagi. "Saya keluarganya, Dok," jawabku. "Kebetulan, Nyonya, silakan duduk!" perintah dokter. "Hanya dukungan keluarga yang paling dibutuhkan. Satu-satunya jalan dia harus kemoterapi, Nyonya, tapi Tuan Faruq menolaknya," ujar dokter

  • Suamiku Pangeran Muda   104. Saat Cinta Diuji

    Aku dan Faruq terbelalak kaget tidak mengira Muzammil tiba-tiba muncul. Dan kami tidak siap jawaban dengan pertanyaan itu. Aku dan Faruq saling berpandangan. Ada rasa tidak nyaman dengan kehadiran Muzammil terpancar di wajah Faruq."Ada apa kalian? Kenapa kelihatan tegang seperti itu?" tanya Muzammil sok polos."Penyusup itu, dia ... dia ... meninggal," ujarku pelan dan terbata-bata."Bagaimana bisa? Bukankah sebelumnya dia baik-baik saja?" tanya Muzammil heran. "Bagaimana bisa dengan tiba-tiba dia meninggal?" lanjutnya."Pura-pura!" sahut Faruq menggumam lirih."Maksudmu?" bentak Muzammil heran.Sontak mataku memberi isyarat agar Faruq bisa menahan diri. Belum saatnya kita membongkar kejahatan ini karena bukti belum jelas. Akhirnya Faruq pun menahan diri. Muzammil hendak membuka pintu ruang penyusup itu dirawat tapi perawat lebih dulu membuka pintu dan keluar membawa jenazah pindah ke kamar mayat."Mana mungkin? Dia satu-satunya harapan kita untuk mengungkapkan misteri kejahatan ini?

  • Suamiku Pangeran Muda   103. Curiga

    Muzammil menarik tanganku dan mengajak ke ruang keamanan. Aku hanya pasrah dan mengikutinya bahkan Faruq pun mengikuti kami berdua. "Jaga kamar anak-anakku, Burhan, jangan sampai kecolongan lagi!" pesan Muzammil sambil mempercepat langkahnya menyempatkan menghubungi bodyguard yang menjaga kamar Iqbaal dan Erkan. "Aku takut anak-anak dalam masalah, Pangeran!" sahutku. "Atau biar aku yang menunggu mereka, Zammil?" usul Faruq. "Iya, Faruq, tolong!" jawab Muzammil. Akhirnya Faruq berhenti sejenak karena terlalu lemah fisiknya, dan kami pun juga berhenti mengikuti Faruq. "Kamu baik-baik saja, Faruq?" tanya Muzammil. "Aku hanya capek," jawabnya singkat dibalik napasnya yang berpacu. "Pangeran, bolehkah aku mengantar Tuan muda ke kamarnya? Kasihan dia pucat sekali," pintaku dengan pelan agar pangeran tidak cemburu. Aku melihat dia sedang berpikir, aku tidak tahu apa yang ada dalam otaknya.Tapi aku lebih kasihan melihatnya tampak kesakitan dan melemah. "Tidak perlu, Fahim, aku tidak

  • Suamiku Pangeran Muda   102. Musuh Dalam Selimut

    Kita bertiga mendatangi kamar dimana penyusup itu dirawat. Dia masih belum sadarkan diri. Di depan pintu masuk ada empat bodyguard sedang berjaga."Dia sepertinya orang Indonesia, Fahim," gumam Faruq lirih. "Betul, Tuan muda," jawabku setuju dengan pendapat Faruq. "Tapi untuk siapa dia bekerja, apa salahku?" lanjutku meruntuk. "Kita tidak mengenalnya, bahkan aku dan ibu tidak punya musuh di sini," lanjutku sambil mengingat-ingat.Tiba-tiba dokter datang bersama perawat untuk memeriksa pasien."Pak Faruq, kenapa bapak tidak istirahat malah jalan-jalan kemari," tanya dokter begitu bertemu Faruq sedang berada di kamar pasien lain."Iya Dokter, sebentar lagi saya kembali ke kamar," jawab Faruq."Dokter Farid yang menangani anda adalah dokter terkenal di Indonesia, semoga bisa membantu masalah anda, Pak Faruq," kata dokter Bagus."Amiin," sahut Faruq dan Muzammil bersamaan."Bagaimana keadaan pasien ini, Dok?" tanya Muzammi."Keadaannya sudah stabil, dia akan segera sadar," kata dokter op

  • Suamiku Pangeran Muda   101. Penyusup Terbunuh Misterius

    Tiba-tiba dokter dan perawat gadungan itu keluar dari kamar sambil menggendong paksa Erkan. Dia menconcongkan pistol ke kepala Erkan mengancam kalau kita mengadakan perlawanan maka peluru itu akan menebus kepala Erkan. "Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Kenapa harus menghukum bayi yang tidak berdosa? Kalau urusan kalian kepadaku atau pangeran ayo kita selesaikan kita bicara," usulku. Dua orang penjahat itu tidak merespon justru semakin kelihatan garang. Mereka semakin lari menjauh mencari jalan keluar. Yang membuat aku penasaran apa yang mereka inginkan. Kenapa selalu ingin menculik Erkan? Aku ingin lari mengikutinya, tapi sontak Muzammil menarik tanganku dan menghentikanku. "Tenangkan hatimu, Zhee!" pinta Muzammil. "Bagaimana bisa tenang, anakku dalam bahaya? Setelah hilang beberapa hari kini harus diculik lagi," tangisku menggerutu. "Dia sudah mulai berjalan keluar rumah sakit, awasi dan ikuti terus jangan sampai kehilangan jejak!" perinta Muzammil lewat telepon kepada sese

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status