Share

Part 2

SUAMIKU PURA-PURA LUMPUH UNTUK MEMBALAS IBUNYA (2)

"Cepat mati, agar tidak ada lagi beban. Setelah kau mati aku akan mudah mengusir istrimu yang jelek itu."

Berulang kali aku beristigfar sambil menggelengkan kepala pelan, menurutku mereka sudah keterlaluan, namun apa boleh buat, aku bagaikan butiran debu yang kehadiranku saja sering tidak dianggap.

Dua tahun yang lalu aku menikah dengan Mas Zain karena kesalah pahaman yang terjadi di antara kami, ah, aku tidak ingin mengingatnya.

Saat itu, aku hanya mampu pasrah, dinikahkan dengan pria yang memiliki wajah lumayan tampan namun lumpuh.

Dari awal menikah hingga sekarang, tidak ada yang berubah, aku tersiksa di sini, namun aku tidak bisa melakukan apa pun, di satu sisi aku ingin pergi meninggalkan Mas Zain, namun di sisi lain aku sudah mulai menerima dan mencintainya.

Aku sering mengeluh, namun aku sadar, inilah hidup, kau tidak akan pernah dihargai selama kau tidak cantik dan kaya. Aku benar-benar merasakan ketidak adilan itu.

Bisakan semua berubah? Aku hanya ingin suamiku sembuh, itu saja.

"Heh! Melamun saja dari tadi, cepat cucu." Kak Tania mengagetkan aku sambil melempar beberapa baju kotornya ke arah wajahku.

Aku hanya diam, sambil memunguti baju-baju itu dengan hati yang sedikit panas, jujur aku sudah tidak tahan, akan tetapi Mas Zain butuh aku, jadi aku harus tetap sabar.

"Iya, Kak!"

***

"Kamu ga boleh makan ini, sana ke dapur, jika masih ada sisi lauk maka itu untukmu, jika tidak ada, terpaksa kau harus puasa lagi hari ini," ibu menutup lauk yang berada di atas meja makan dengan tudung saji saat aku hendak mengambil makanan di sana.

"Tapi, Bu, di dapur tidak ada makanan lagi, semua sudah kubawa ke sini," kataku.

Aku sengaja melembutkan suara agar ia sedikit iba padaku, namun apa kalian pikir dia peduli? Apa kalian pikir dia merasa kasihan? Lalu membiarkan aku untuk makan?

Oh tidak! Dia mendorongku jauh dari meja makan.

"Aku mau pergi sama Tania! Lihat saja nanti jika kami pulang makanan ini ada yang kurang!" ancamnya lalu melangkah pergi meninggalkan aku.

Terpaksa aku urungku rasa lapar ini, malangkah dengan lesu ke arah kamar. Kulihat Mas Zain yang tertidur di atas kasur dengan mata terbuka dan menatapku sedikit aneh, aku bingung dengar arti tatapannya.

"Kenapa belum tidur, Mas?" tanyaku mencoba basa-basi.

Ia hanya diam, sebenarnya Walaupun dalam keadaan lumpuh, Mas Zain masih bisa berbicara sedikit demi sedikit walau sedikit susah, namun pria itu sangat jarang berbicara, aku pernah menganggap bahwa suamiku ini sedikit misterius.

Tidak tampan dan terlihat tidak sakit sama sekali, namun mungkin aku saja yang beranggapan begitu.

Saat sedang larut dalam keheningan, tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu, tanpa pikir panjang langsung menuju ke depan.

"Cari siapa ya?" tanyaku saat melihat seorang pria dengan jas berwarna hitam berada di depan pintu rumah, ia terlihat sedikit menilik keadaan sekitar.

"Ini ada makanan kiriman atasan saya untuk anda!" kata pria itu menyerahkan sebuah paper bag, khas dari restoran mahal.

Awalnya aku menolak namun pria itu memaksa sampai meletakkan peganggan paper bag itu di atas jemariku, lalu ia berlalu pergi dengan tergesa-gesa. Aku menyadari sesuatu, dia datang ke sini menggunakan mobil mewah, hei, siapa dia, dan siapa atasannya mengapa mengirimkan aku makanan?

Pertanyaan yang tidak kutamui jawaban mulai menjalari pikiranku, aku memutuskan untuk masuk dan menutup pintu.

Kembali melangkah ke arah kamar dan menenteng paper bag tadi di tangan kanan, kutunjukkan pada Mas Zain, namun ia terlihat biasa saja.

"Mas! Kira-kira siapa yang mengirim makanan ini?" tanyaku.

"Makan saja!" Dua kata yang keluar dari mulutnya membuat mataku membulat. Mengapa ia menyuruhku dengan begitu tenangnya? Padahal dia juga sama sepertiku, tidak tahu siapa yang mengirim ini.

Ah, ini aneh, aku harus menyelidikinya.

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status