Share

Part 7

SUAMIKU PURA-PURA LUMPUH UNTUK MEMBALAS IBUNYA (7)

"Apa benar kau lumpuh, Mas?"

Entah mengapa, satu pertanyaan itu refleks keluar dari mulutku, ah, jujur aku tidak bermaksud untuk membuatnya tersinggung.

Pria itu cukup lama diam sambil menatap ke depan dengan tatapan kosong, melihat hal tersebut aku sudah tidak enak sendiri. Akhirnya kualihkan suasana yang sedikit canggung dengan suara dehamanku.

"Maaf, Mas! Aku tidak bermaks ..."

"Shanti!" Panggilnya lembut di tengah-tengah aku yang sedang berbicara, alhasil ucapanku terputus. Di tatapnya lekat mataku sembil menarik napas panjang.

"Maafkan Saya!" Dua kata yang keluar dari mulutnya membuat aku sontak langsung menggelengkan kepalaku pelan.

Aku tahu bahwa dia merasa tidak enak, aku tau dia tersinggung dikarenakan pertanyaanku tadi.

"Mas, kamu tidak salah," jawabku.

"Bukan itu."

"Lalu?" Aku bertanya sambil menatapnya bingung.

"Sebenarnya saya ingin jujur padamu bahwa sebenaranya saya ...."

"Heh! Enak saja santai-santai di sini," suara seseorang yang masuk ke dalam kamar terdengar begitu kesal serta nada suara yang meninggi.

"Maaf, Buk, aku istirahat sebentar," kataku.

"Tidak ada istirahat, sana kembali bekerja. Kau tahu kan putriku akan menikah?" tanya ibu, aku mengangguk patuh, ibu memicingkan matanya ke arah Mas Zain sebelum benar-benar pergi.

"Mas aku keluar dulu ya," bahkan tanpa mendengar jawaban dari Mas Zain, aku langsung buru-buru pergi, takut nanti ibu kembali marah.

***

Tukang dekor ternyata sudah mulai melakukan tugasnya. Aku terpana melihat begitu indah dan mewahnya pelaminan yang dipasang. Kutebak, harga untuk dekor saja mungkin mencapai puluhan juta.

Ibu dan kerabatnya yang lain. Sedang sibuk di dalam, ada yang menggosib heboh, ada juga yang sedang mencoba baju seragam dan ada pula yang sibuk membuat kue-kue. Ya, walau pun di acara nanti hidangan makanan menngunakan jasa catering, kue-kue kering juga perlu bukan?

Hanya aku yang berada di luar, bukan tanpa alasan, akan tetapi ibu menyuruhku untuk menggantar minuman tadi untuk para pendekor yang jumlahnya lumayan ramai.

Saat sedang asik melihat dekor yang hampir jadi. Tiba-tiba mataku tidak sengaja melihat ada seorang pria yang menggunakan pakaian serba hitam melambaikan tangan padaku, dia seperti sedang menyuruhku untuk mendekat.

Walau sedikit ragu, akan tetapi aku menuruti pria itu, mendekat dengan sedikit berlari. Semakin dekat aku semakin kenal orang itu siapa!

Ya, benar. Dia adalah pria yang sama yang telah menggantarkan barang-barang misterius untukku.

"Kau? Sedang apa di sini?" tanyaku.

Pria itu hanya diam kemudian kembali menyerahkan sebuah paper bag untukku membuat aku menolak dan sedikit mundur.

"Tolong! Ini bukan untukku! Kau salah orang tuan," kataku.

Pria itu menggelengkan kepalanya.

"Ini benar untukmu, tolong terima ini nyonya, jika tidak nanti saja akan dipecat oleh atasan saya, saya tau anda adalah orang yang baik, jadi tolong jangan biarkan saja kehilangan pekerjaan saja," katanya setengah memohon.

Karena tidak punya pilihan lain, akhirnya aku menerima pemberianya.

"Ini dari siapa sebenarnya?"

"Seseorang yang mencintai anda," katanya santai.

"Jangan bercanda, siapa yang bisa jatuh cinta pada wanita jelek sepertiku?" tanyaku bingung. Dan pria itu hanya merespon perkataanku dengan senyum misterius.

"Tolong sembunyikan ini dari keluarga anda, saya tau mereka akan merampasnya," kata pria itu kemudian pergi.

***

"Kau tidak boleh diam saja, kau harus berani melawan semua orang yang telah menyakitimu.

Saya tau, ada ribuan dendam dalam dirimu namun tertahan, dasar wanita lugu. Kau tahu, di dalam kotak itu ada perekam, pergunakan itu sebaik mungkin.

Kau akan butuh banyak bukti nanti untuk membalas mereka. Tolong rekam semua yang terjadi padamu, jka kau tidak ingin melakukan itu untuk dirimu sendiri, maka lakukan saja untuk orang yang kau cintai. Suamimu.

Sudah cukup penderitaan itu Shanti. Sekarang akhiri kejahatan mereka."

Ak terdiam cukup lama saat membaca surat yang berada di dalam paper bag yang aku dapatkan tadi.

Benar kata seseorang itu. Aku tidak boleh terus menerus begini. Aku harus harus membalas mereka.

***

"Si Zain belum mati juga?" aku tidak sengaja mendengar pertanyaan seseorang di dalam kamar ibu.

"Itulah, padahal aku sudah menunggu hari kematianya." Aku tau itu merupakan jawaban dari ibu.

"Hebat kamu, padahal kan kamu yang menyebabkan Zain Kecelakaan hingga lumpuh begitu, tapi tidak seorang pun yang tau tentang hal itu.

Mataku membulat sempurna mendengar jawaban seseorang yang aku pun tidak tahu itu siapa.

"Iya dong, siapa dulu?" tanya Ibu bangga.

Benar-benar rekaman kiriman seseorag misterius itu begitu berguna, aku baru saja menggunakannya beberapa menit yang lalu, sudah ada saja rahasia yang terekam.

"Apa kau tidak kasihan pada Zain?" tanya orang tadi.

"Untuk apa? Dia bukan anakku, dia adalah anak suamiku bersama selingkuhannya. Aku benci padanya, gara-gara ibunya suamiku berkhianat, di tambah lagi semua harta suamiku atas nama Zain. Itu sebabnya aku ingin dia cepat mati."

"Ini adalah hal kecil, dulu kau berani mengambil resiko yang besar saat membuat Zain kecelaan, hai, kau hanya tinggal melakukan secuil kejahatan lagi maka semua impianmu akan tercapai."

"Maksudmu?" tanya Ibu.

"Kau bisa racuni makanannya, buat seolah-olah Si buruk rupa yang melakukan itu, bukankah selama ini dia yang memberi makan Zain? Jadi kurasa wanita buruk rupa itu cocok dijadikan kambing hitam."

Bersambungg ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status