Share

Part 4

SUAMIKU PURA-PURA LUMPUH UNTUK MEMBALAS IBUNYA (4)

"Sampai kapan kamu menyembunyikan rahasia ini Zain?"

Pesan itu dikirim oleh seseorang yang aku pun tidak tahu siapa itu, pasalnya tidak ada nama yang tertera di sana.

"Mas, ini ponsel milik siapa?" Aku bertanya sambil melayangkan tatapan instens.

Pria itu tidak menjawab, ia hanya membalas tatapan mataku dengan menatapku sedikit bingung.

"Mas, jawab!" tegasku. Aku tau suamiku mulai merasa risih.

"Aku tidak tahu," jawabnya pelan namun penuh penekaan seolah-olah tidak ingin aku bertanya lagi.

Sebenarnya masih begitu banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya, akan tetapi aku memilih diam saja. Mas Zain bukan type laki-laki yang banyak bicara, bahkan aku sangat jarang mendengar suaranya. Ia juga merupakan pribadi yang sedikit dingin dan misterius.

Kuletakkan kembali ponsel itu di bawah tempat tidur, sebenarnya ini milik siapa? Mengapa seseorang pemilik pesan itu menyebut nama suamiku padahal jelas suamiku lumpuh. Jangankan untuk memainkan ponsel secara lihai, untuk menggerakkan jemarinya saja dia kesulitan.

"Heh! Shanti, sini keluar! Sedang apa kau di dalam sana," suara teriakkan ibu memecahkan lamunanku. Kutatap Mas Zain sebentar sebelum akhirnya keluar dan memenuhi panggilan ibu mertuaku itu.

***

"Buk, aku penasaran dengan Boss di peruhasaan tempat temanku bekerja."

"Memangnya kenapa?"

"Tidak mengapa! Aku penasaran saja," kata Kak Tania.

Wanita itu menyeruput coklat panas yang berada dalam gelasnya kemudian kembali memainkan ponselnya.

"Wow! Ternyata dia sudah menikah, sepertinya pria ini begitu mencintai istrinya, lihat saja di setiap postingannya, ia selalu memuji wanita itu, kira-kira siapa ya wanita beruntung yang menjadi istri pria ini?"

Jujur aku penasaran dengan seseorang yang dibicarakan Kak Tania akan tetapi aku mencoba untuk mengabaikan semua itu.

Saat sedang asik mengepel, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu di luar sana.

"Hei wanita buruk, sana lihat siapa yang datang?" kata ibu membuat aku mengangguk pasrah.

Aku berjalan dengan tergesa-gesa kemudian mengenggam gagang pintu dan memutarnya. Hal yang aku lakukan tadi akhirnya berhasil membuat pintu terbuka sempurna dan memperlihatkan seseorang.

Seorang wanita cantik yang sangat aku kenali.

Tiara— adik sepupu Mas Zain dan Kak Tania.

Wanita itu menatapku sedikit aneh, seperti biasa ia akan melayangkan tatapan sedemikian rupa padaku dengan gerak tubuh yang sedikit menjauh seperti sedang merasa jijik.

"Kau tau mengapa hari ini aku merasa nasibku buruk?" tanya Tiara dengan tatapan merendahkan.

Aku menggelengkan kepala pertanda tidak tau dengan jawaban dari pertanyaanya tadi.

"Aku menyebut hariku buruk saat mataku melihat wajahmu yang menjijikan itu," katanya sambil menunjuki wajah ini yang memang di sana terdapat bekas luka bakar yang sudah kering namun tidak pernah hilang.

Aku memaksakan untuk tersenyum walau pun sebenarnya aku tersinggung. Aku sudah terbiasa dengan tutur bahasanya yang selalu menyakiti hatiku.

"Maaf!"

"Maaf! Maaf! Lain kali jika aku datang, suruh kak Tania saja yang buka pintu atau bibi, jangan kau! Aku jijik melihatmu," sahut Tiara sambil melenggang masuk ke dalam.

Saat hendak menutup pintu tiba-tiba aku melihat ternyata Tiara datang ke sini tidak sendiri akan tetapi bersama ibu dan suaminya yang tidak kalah julid darinya.

"Bagaimana kabarmu hari ini moster jelek?" tanya Andre—suami dari Tiara.

Aku hanya diam, tidak menjawab sepatah katapun, dia sudah biasa mengejekku. Jadi aku tidak perlu ambil hati.

Karena tidak kunjung mendapati responku, Andre akhirnya memilih masuk dan melewatiku begitu juga dengan Bibi Ajeng yang keliatan tidak suka padaku.

Sebenanya mereka tinggal di luar kota, aku tidak tahu apa maksud mereka datang ke mari.

Setelah memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa lagi di luar, aku memutuskan untuk menutup pintu dan berniat melanjutkan kembali pekerjaanku.

Hari ini aku benar-benar sibuk, ibu menyuruhku untuk membersihkan seluruh rumah termasuk gudang dan halaman belakang, aku tidak tahu mengapa ibu tiba-tiba menyuruhku untuk melakukan semua itu. Yang jelas hari ini aku benar-benar lelah, bahkan aku seharian tidak masuk ke kamar untuk melihat Mas Zain.

Ah, berbicara tentang pria itu aku baru menyadari sesuatu, aku belum menyuapinya makan hari ini, sontak kulempar asal sapu di tangaku kemudian berlari ke dalam rumah, mengambil sedikit nasi dan lauk kemudian masuk ke dalam kamar.

Saat hendak membuka pintu, tidak sengaja aku mendengar suara dari dalam kamarku, jelas rasa penasaran begitu mendominasiku hingga buru-buru ku putar knop pada pintu itu.

Aku terkejut, bukan karena melihat sesuatu yang aneh, akan tetapi saat melihat tidak ada apa pun di sana, terlihat juga Mas Zain yang nampaknya sedang tidur, lalu suara apa tadi?

"Ah, lupakan saja! Mungkin perasaanku saja." Aku membatin.

"Mas, makan dulu," kataku membuat matanya terbuka.

Aku menghampirinya dan duduk di samping pria itu.

"Maaf ya, aku melupakanmu hari ini, aku begitu lelah, banyak pekerjaan hari ini," kataku sambil menghela napas panjang. Penampilanku benar-benar lusuh, bahkan rambutku saja sudah berantahkan.

Aku mengambil bubur dan menyuapi Mas Zain, namun pergerakanku terhenti saat menyadari bahwa dia sedang menatapku begitu dalam.

Seperti ada penyesalan dan rasa bersalah yang terpancar dari matanya.

"Maaf, Sayang!" katanya membuat mataku membulat.

Aku tidak peduli jika orang-orang berkata bahwa aku lebai, aku tidak bisa memungkiri perubahan pipiku yang mungkin sudah merah padam menahan malu.

Ini adalah kali pertama Mas Zain memanggilku sayang dan berbicara begitu lembut padaku.

Aku berdeham canggung, berusaha untuk menghangatkan suasana yang hening.

****

"Pesta pernikahan Tania akan digelar lima hari lagi, kita harus mempersiapkan segalanya," aku terkejut mendengar ucapan ibu, tenyata Kak Tania akan menikah, namun aku tidak tahu apa pun. Ah, sudahlah, untuk apa aku tersinggung, toh aku kan hanya butiran debu.

Suara ketukan pintu membuat semua orang yang berada di ruang keluarga terdiam.

"Biar aja saya yang buka," kata Tiara padaku saat menyadari aku yang hendak beranjak.

Aku mengngguk pelan.

Tiara mulai pergi dengan sedikit berlari. Belum 10 detik setelah kepergian tiara, tiba-tiba teriakan keras wanita itu membuat kami semua terkejut dan menyusulnya kedepan.

"Ada apa?" tanya ibu sambil menatap bingung.

"Begini Buk, saya kesini untuk mengantar sesuatu untuk Mbak Shanti Aurora."

Aku terkejut saat namaku di sebut.

"Bi, lihat ini perhiasan dan baju-baju dari brand ternama." Kata Tiara.

"Semua ini merupakan kiriman dari Atasan saya untuk Mbak Shanti." Jawab pria itu.

"Siapa atasanmu itu?" tanyaku penasaran.

"Dia adalah ...."

Bersmabung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status