Share

Part 5

SUAMIKU PURA-PURA LUMPUH UNTUK MEMBALAS IBUNYA (5)

"Siapa atasanmu itu?" tanyaku penasaran.

"Dia adalah ...."

Pria itu diam cukup lama, ia terlihat salah tingkah.

"Maaf, saya tidak bisa katakan dia siapa! Saya takut di pecat, tolong pahami saya, saya mempunyai anak istri yang harus saya beri makan," kata pria itu. Aku mengangguk paham kemudian membiarkan dia untuk pergi.

Namun sebelum benar-benar pergi, pria itu sempat berkata.

"Ini semua untuk anda, tolong di terima, anda seseorang yang beruntung," bisiknya tepat di samping telingaku.

Pria itu bahkan tidak merasa jiiik dengan wajahku yang busuk ini.

Setelah tubuh pria misterius hirap ditelan oleh jarak, tiba-tiba.

Plakk!

Aku terkejut bukan main, sebuah tamparan keras mengenai wajahku hingga membuat aku terjatuh.

Banyak paper bag berisikan hadiah misterius dari atasan pria tadi jatuh begitu saja ke atas lantai, Kak Tania dan Tiara memunguti semua itu.

"Dari siapa kau mendapatkan ini?" tanya Ibu penuh amarah.

"Ternyata selama ini kau berhianat, ya!" katanya lagi sambil menarik keras rambutku membuat aku meringis kesakitan.

"Bu, aku tidak tau semua itu dari siapa!" jawabku jujur di sela-sela isak tangis yang sedikit kutahan.

"Sepertinya pria itu kaya, lihat saja, semua barang-barang yang diberikan merupakan barang-barang branded yang harganya mungkin bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta," kata Kak Tania penasaran.

"Mungkin salah alamat, si moster mungkin memiliki nama yang sama dengan wanita yang seharusnya mendapatkan hadiah ini, lagi pula mustahil jika ada orang yang mengagumi Shanti, lihat saja dia," jawab Tiara sinis.

"Iya benar, aku setuju," jawab Andre membenarkan istrinya.

"Sudahlah, Bu, biarkan saja, toh kita juga yang untung bukan, semua ini bisa menjadi milik kita," kata Kak Tania.

Ibu tersenyum beberapa saat sebelum akhirnya menatapku sinis.

"Pergi sana," katanya.

****

Hari H pernikahan Kak Tania semakin dekat, banyak kerabat ibu yang datang, baik kerabat dekat maupun kerabat jauh, sebenarnya tidak ada yang salah, toh rumah ini sangat benar, ibu tidak perlu susah-susah memikirkan tempat nginap para tamunya.

Aku pikir di hari kebahagiaan Kak Tania, pendenritaanku sedikit berkurang, ternyata aku salah besar, aku semakin di pojokkan oleh semua saudara-saudara ibu.

Ah, di tambah lagi, ternyata maksud ibu ingin aku membersihkan gudang adalah, dia ingin aku dan Mas Zain pindah kamar ke gudang.

Ya, kamarku akan dipakai oleh saudara ibu yang menginap. Padahal masih ada kamar tamu, aku tidak tahu maksud ibu.

Aku dan Mas Zain hanya mampu pasrah, aku benar-benar ingin pergi dari rumah bak neraka ini, tapi aku tidak bisa membayangkan nanti bagaimana nasib Mas Zain tanpa aku, ibu dan kak Tania akan bersikap seenaknya.

Kadang aku sempat berpikir. Sebenarnya Mas Zain siapa di keluarga ini, mengapa ia tidak mendapatkan sedikit pun kasih sayang dari ibunya.

"Ups! Maaf!" Aku terjatuh saat ada seseorang yang menabrak tubuhku.

"Tidak apa-apa, Ra!" kataku sambil berusaha bangkit, akan tetapi saat hendak bangkit, tanganku yang menopang pada lantai untuk menahan tubuh tiba-tiba diinjak sangat kuat.

Aku meringis kesakitan.

"Ah, aku tidak lihat," kata Clara lagi sambil pergi.

Kulirik Mas Zain yang duduk di atas kursi rodanya mematap Clara tajam serta rahangnya yang mulai kokoh, aku menghampirinya.

"Tidak apa-apa, Mas!"

"Tidak ada orang yang boleh bahagia setelah memperlakukanmu seperti itu," tegas Mas Zain.

Aku sedikit terkejut, ia berbicara begitu lancar, tanpa terbata-bata sedikit pun, berbeda dari biasanya.

"Mas!"

"Lihat saja," katanya penuh amarah.

***

Aku merasakan ada belaian lembut di pipi serta beberapa kali kecupa hangat, kemudian aku juga merasakan ada tangan seseorang yang bermain-main di kepalaku, seperti sedang membelai rambutku pelan.

Aku benar-banar ngantuk, itu sebabnya aku mengabaikan itu.

"Kamu akan bahagia sampai-sampai tidak akan mengingat penderitaan itu, aku berjanji." Setelah mendengar kata-kata itu, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi, lelah bekerja seharian membuat aku begitu lelah dan mengantuk.

****

"Di luar ada polisi, di luar ada polisi." Semua orang heboh, bibi Ajeng berlari ke luar rumah begitu pun dengan yang lain.

Semua orang panik tak terkecuali.

Karena penasaran, akhirnya aku memutuskan untuk melihat apa yang terjadi.

Ya, aku berjalan mendekati pintu sambil mendorong kursi roda Mas Zain, aku tidak bisa meninggalkannya sendiri.

"Clara?!" Semua orang berteriak nama Clara.

"Apa yang aku lakukan Pak? Hingga aku ditangkap?" tanya Clara bingung.

"Anda telah melakukan penganiayaan terhadap saudara Shanti Aurora," jawaban pria berpakaian seragam itu membuat semua orang terkejut termasuk aku. Beberapa saat kemudian semua orang menatapku benci.

"Aku tidak merasa melaporkan kejadian kemarin, lalu siapa yang melakukannya?" batinku.

"Apa Mas Zain?" tanyaku pada diri sendiri sambil menatap suamiku intens.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status