Share

Istri Nggak Becus

Setelah menjemput Nindy aku segera pulang ke rumah karena nanti siang mbak Rahmi akan mengirimkan baju-baju yang harus aku setrika dan aku packing. Aku sangat senang bisa mendapat pekerjaan ini. Mungkin dengan ini nanti aku bisa memberikan uang jajan pada Nindy.

Tepat jam 01.00 siang, sebuah mobil box berhenti di depan rumahku. lalu seorang lelaki turun dan menyapaku yang sedang berada di teras menyuapinya Nindy makan.

"Selamat siang, Apa benar ini rumah Mbak Marni?"katanya lelaki itu padaku.

"Oh iya mas kebetulan saya Marni."sahutku.

"Ini Mbak saya mengantarkan baju dari pelanggan mbak Rahmi."

"Ma Nindy makan sendiri aja."kata Nindy lalu mengambil alih piring yang kupegang.

"Terima kasih ya sayang."

"Sini mas taruh di sini saja."kataku pada lelaki yang mengantar pakaian itu.

"Kalau begitu saya permisi ya mbak harus mengantar baju yang lain. Oh ya ini bisa saya ambil kapan ya mbak?" tanya lelaki itu memastikan.

"Mungkin besok jam segini lagi ya mas. Soalnya itu banyak banget dan saya kerja sendiri."kataku padanya.

"Iya Mbak nggak apa-apa besok saya ke sini lagi jam segini."

Setelah lelaki itu pergi aku kembali menemani Nindy makan. Putriku itu tersenyum melihatku sambil menunjukkan piringnya yang sudah kosong.

"Sudah habis ma."katanya sambil tersenyum.

"Anak pintar, mau nambah sayang?"tanyaku pada Nindy.

"Nindy udah kenyang ma. Ma, apa Nindy boleh bantuin mama?"tanya Nindy menatapku penuh harap.

"Nggak usah sayang, Mama nggak mau kamu capek Kamu nanti mewarnai sendiri dulu ya."Aku tidak mau Nindy harus kecapean karena membantuku. Yang aku inginkan hanyalah kebahagiaanmu.

"Nindy mewarnai dulu ya ma."kata Nindy berlari ke kamar dengan mata yang berbinar.

"Iya sayang."sahutku pada Nindy.

Aku pun segera memulai pekerjaanku, aku segera menyetrika baju-baju itu. Sesekali aku menengok Nindy di kamar. Sudah 3 jam aku menyetrika dan itu baru berkurang dari setengah baju yang diantar ke rumahku. Aku berhenti sebentar karena harus mengurus rumah. Aku ke kamar Nindy dan menyuruh Nindy untuk mandi. Tapi saat aku membuka pintu kamar aku melihat mimpi sangat lelah sehingga aku tidak tega untuk membangunkannya.

Akhirnya aku putuskan untuk membersihkan rumah terlebih dahulu.. Aku menyapu rumah dan halaman lalu aku memasak untuk makan malam sekalian. Aku tidak mau nanti mas Arman sampai marah lagi di depan Nindy. Setelah semua selesai aku kembali ke kamar Nindy. Nindy terlihat sudah bangun dan menggeliat. Aku pun mendekatinya lalu mengelus kepalanya.

"Sayang bangun yuk sudah sore. mandi dulu yuk."kataku pada Nindy.

"Yuk ma. Tapi gendong. "jawab Nindy manja.

"Yuk mama gendong. "kataku sambil mengambil badan Nindy untuk aku gendong.

Setelah memandikan Nindy aku pun segera mandi. Lalu aku menyuapi makan. seperti biasa aku dan Nindy hanya makan sayur bayam hasil kebun samping rumah. Setelah selesai menyuapi Nindy aku pun kembali meneruskan pekerjaanku. Aku harus selesai nanti malam agar besok tidak terlalu terburu-buru jika mau diambil.

Pukul 05.00 sore mas Arman pulang. Dia melihat ke arah ruang tv yang masih berantakan karena pakaian yang aku setrika.

"Marni kenapa ini berantakan semua. ngapain aja kamu seharian ngerjain pekerjaan rumah aja kamu nggak becus. Aku nggak mau tahu kamu harus rapiin ini. Setelah mandi dan makan aku mau nonton TV."kata mas Arman marah.

Aku hanya bisa menahan air mataku. seharusnya dia bersyukur Aku mau membantunya mencari uang agar dapur ku tetap mengepul. Sikapnya yang seperti itu membuatku sangat muak. Benar kata ibuku dulu bahwa rumah tangga tidak cukup hanya bermodal cinta. Cinta saja tidak cukup membuatmu kenyang. Dan bodohnya aku baru sadar itu sekarang.

Aku diam dan tetap meneruskan pekerjaanku. Beradu mulut dengannya sama saja mengganggu pekerjaanku. Aku melirik Nindy yang hanya diam saja menyaksikan pertengkaran kami. Saat sadar aku perhatikan dia tersenyum menolehku lalu berpamitan ke kamar.

Aku segera menyelesaikan pekerjaanku jangan sampai nanti mas Arman marah-marah lagi gara-gara ruang tv berantakan karena pekerjaanku belum selesai.

Tepat jam 09.00 malam aku selesai dengan pekerjaanku. Aku sangat lelah. Setelah membereskan pekerjaanku, aku menuju kamar Nindy untuk tidur. Belum sempat membuka pintu kamar mandi aku mendengar mas Arman memanggilku.

"Marni, pijitin aku sebentar. Rasanya badanku capek semua." aku hanya diam menatap mas Arman. Apa mas Arman tidak lihat kalau aku juga baru saja menyelesaikan pekerjaanku dan tentu saja aku juga sangat capek. Tapi demi menghindari pertengkaran akhirnya aku memilih mengalah. Setelah selesai aku berdiri dan ingin segera tidur di kamar Nindy tapi mas Arman menarik tanganku dan memintaku melakukan kewajibanku sebagai istrinya. Ingin rasanya aku menangis.Kapan suamiku akan mengerti keadaanku?

Akhirnya aku selesai menjalankan kewajibanku pada mas Arman. Aku segera menuju kamar Nindy dan ingin segera beristirahat. Rasanya semua tulangku ingin lepas.

Aku terbangun saat mendengar kumandang adzan subuh. Aku segera mandi dan berwudhu lalu membangunkan putri kecilku untuk segera mengambil wudhu dan menjalankan shalat subuh. Aku tidak pernah membangunkan mas Arman karena aku tahu dia pasti akan marah merasa tidurnya terganggu. Biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan.

"Ma, Nindy seneng banget Nindy bisa jadi anak mama." ujar Nindy sambil memelukku seusai menunaikan ibadah subuh. Aku pun membalas pelukannya dengan penuh kasih sayang.

"Mama juga bahagia sekali punya Nindy. Apa Nindy tahu, Nindy segalanya bagi Mama. Nindy sangat manis dan baik hingga membuat Mama bangga memiliki Nindy. tetap jadi anak baik ya sayang." kataku pada Nindy.

Setelah memandikan Nindy, aku membangunkan mas Arman. Nindy sudah bersiap untuk sarapan. kemudian aku menyiapkan bekal untuk Nindy dan juga mas Arman. Aku selalu menyiapkan bekal untuk Nindy karena selain lebih sehat aku juga harus membatasi pengeluaranku. Akan lebih hemat jika Nindy membawa bekal dari rumah.

Dan untuk mas Arman dia juga selalu membawa bekal dengan alasan masakanku lebih enak daripada makanan di kantor. untuk sarapan, bekal dan makan sore mas Arman selalu meminta harus ada ikan, ayam atau daging. selain itu dia akan marah dan menuduhku menghabiskan uangnya dengan sia-sia. Padahal untuk satu minggu pengeluaranku saja lebih dari 250 ribu. Itu belum jika semua kebutuhan rumah habis bersamaan. Contohnya seperti hari ini beras habis dan bersamaan dengan bumbu dapur dan gas juga habis. Kalau sudah begini aku juga yang harus putar otak agar dapurku tetap mengepul seperti kemauan mas Arman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status