Share

Pulangkan Aku

Tak terasa sudah satu bulan aku bekerja sambilan pada pelanggan Mbak Rahmi. Hari ini aku akan menerima upahku selama 1 bulan. Memang di awal tidak pernah dijelaskan berapa upahku. Aku sudah sangat bersyukur mbak Rahmi mau memberiku pekerjaan ini. Sekarang aku sudah berhenti melaundry baju tetangga karena aku sudah tidak bisa lagi membagi waktu.

Tepat pukul 01.00 siang mas Aris mengantarkan baju yang harus aku kerjakan hari ini sambil mengambil baju yang ia antar kemarin. Seperti biasa aku menyuruhnya untuk membantu mengangkat baju-baju itu ke ruang tv.

"Mbak ini ada titipan dari bos saya."kata mas Aris sambil menyerahkan amplop coklat padaku. aku yakin itu adalah amplop gajiku.

"Terima kasih ya mas, sampaikan juga terima kasihku pada beliau." kataku tersenyum.

Setelah mas Aris pergi aku membuka amplop gajiku. Aku menghitung uang dalam amplop itu.

Masya Allah, apa ini nggak salah. Aku kembali menghitung uang itu. Benar aku nggak salah ada 2 juta di dalam amplop itu. Ini benar-benar nilai yang sangat besar bagiku. Alhamdulillah ya Allah. Aku segera menyimpan uang itu di kamar Nindy aku tidak mau mas Arman tahu berapa gajiku. Aku akan menabung dengan uang itu dan juga membeli keperluan Nindy yang tidak pernah mas Arman penuhi.

Aku menengok ke kamar,Nindy masih tidur. Dengan semangat aku memulai pekerjaanku. Aku berjanji dalam hati aku akan lebih semangat dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaanku ini. Aku tidak mau pelangganku kecewa karena sudah memberikan gaji yang tinggi. Aku semakin hati-hati dalam menyetrika. Jangan sampai ada baju yang masih kelihatan kusut.

"Ma..mama.."panggil Nindy dari dalam kamar. sepertinya putri kecilku itu sudah bangun.

"Ada apa sayang?"tanyaku lembut.

"Maafkan Nindy ma, Nindy mengompol."kata Nindy sambil menunduk takut.

"Nggak apa-apa sayang, tapi jangan diulangi ya. Besok kalau mau tidur pipis dulu biar nggak ngompol." sahutku pada Nindy.

"iya ma. maafkan Nindy ya ma. Nanti Nindy bantu membersihkan tempat tidurnya."

"Sudah biar mama saja sekarang Nindy mandi dulu. Ini sudah sore sebentar lagi papa pulang. Nanti papa bisa marah kalau Nindy belum mandi."kataku mengingatkan Nindy.

"Iya ma, Nindy mandi dulu."

Setelah putri kecilku itu berlari ke kamar mandi aku segera mengganti sprei dengan yang bersih. Lalu aku pergi ke belakang untuk menaruh sprei di keranjang kotor. Setelah menaruh sprei di keranjang kotor aku menyiapkan makan sore untuk Nindy. Pasti dia sangat lapar tadi siang dia belum sempat makan katanya capek pulang sekolah langsung tidur. Mungkin dia sedang tidak enak badan. Nanti biar aku baluri minyak seluruh tubuhnya.

"Ma, Nindy mau makan." kata Nindy setelah mandi dan berganti baju sendiri.

"Sini sayang sudah mama siapkan."kataku pada Nindy.

Nindy makan dengan lahap. Padahal setiap hari aku hanya memberinya sayur bayam dan sayur labu. Atau kalau pas punya uang aku menggoreng kan telur mata sapi untuknya. itu pun sangat jarang. Tapi Nindy selalu makan dengan lahap tidak pernah memilih-milih makanan seperti papanya. Aku juga selalu makan apa yang Nindy makan. Meski begitu makanan kami terasa nikmat karena kami menyantapnya dengan penuh rasa syukur.

Setelah makan bersama Nindy aku kembali pada pekerjaanku. Aku sudah menyelesaikan setengah dari pekerjaanku. Tak lama kemudian mas Arman pulang dan minta aku menyiapkan makannya sementara ia pergi mandi. Aku menyiapkan makanan mas Arman, hari ini minta di masakan ayam balado. Setelah selesai aku kembali pada pekerjaanku lagi. Belum sampai aku selesai mengerjakan pekerjaanku aku mendengar mas Arman berteriak.

"Marni, kenapa hanya ada ayam balado di mana tahu dan tempenya?"tanya mas Arman dengan berteriak padaku. Aku pun mendekat karena malu didengar tetangga jika harus berteriak-teriak.

"Mas itu kan sudah ada ayam balado. Aku dan Nindy saja hanya makan dengan sayur bayam. Apa mas masih kurang bersyukur? Sudah ada ayam balado. Kenapa masih harus mencari tahu dan tempe. Aku pusing mas membelanjakan uang yang kamu bilang nafkah itu. Pagi ini gas habis ,beras habis dan kamu dengar itu listrik juga habis."Aku menunjuk token listrik yang berbunyi sejak tadi. Aku ingin tahu bagaimana reaksi mas Arman.

"Itu urusanmu tugasku hanya memberimu uang nafkah. Kamu jadi istri nggak becus ngatur uang. Nyesel aku dulu memilihmu jadi istriku." sahut mas Arman.

"Mas.. kalau kamu memang menyesal menikahiku. Kembalikan aku pada ayah dan ibuku jangan menelantarkan aku dan anakmu seperti ini. "sahutku dengan suara keras karena sudah tidak bisa memendam emosi.

"Oh jadi itu maumu, Baiklah segera kemasi barang-barang mu nanti setelah makan akan aku turuti permintaanmu."

Deg..

Aku sungguh tidak bisa berkata-kata lagi. Aku segera membalik badan dan mengemasi barang-barangku juga Nindy. Nindy yang ketakutan menangis tersedu. Aku segera memeluk dan menenangkannya.

"Sudah sayang tidak apa-apa kita kembali ke rumah nenek ya. Mungkin nanti di sana kita akan lebih bahagia. Tidak akan ada lagi kata-kata kasar yang akan kita dengar." kataku pada Nindy.

Nindy hanya diam dan mengangguk sambil menatapku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Aku tidak boleh egois aku harus menjaga kewarasanku demi anakku. Setelah selesai aku menunggu di depan karena aku sudah memesan taksi untuk mengangkut pakaian dari pelangganku.

"Baguslah kamu memesan taksi jadi aku tidak perlu mengantarmu. Besok pulang kerja aku akan ke rumah ayahmu dan mengembalikanmu." sungguh kata-kata mas Arman sangat menyakitiku. Aku memang bodoh mau-maunya bertahan dengan pernikahan yang tidak sehat sampai 6 tahun. Dulu aku berpikir kalau Nindy butuh figur ayah dan keluarga utuh. Tapi aku salah ternyata keluargaku sudah hancur dari dulu. Aku saja yang terlalu bodoh dan terlalu mengalah dengan alasan anak. Semakin ke sini mas Arman semakin memperlihatkan watak aslinya. Aku sudah tidak sanggup lagi bertahan.

" Mama jangan sedih, Nindy tidak suka melihat mama menangis seperti ini."kata Nindy mengusap air mataku. Hari ini aku tidak bisa menahan air mataku di depan Nindy. Hatiku begitu hancur mendengar perkataan mas Arman. Dia sama sekali tidak menghargai perjuanganku selama ini. Aku bahkan rela hanya makan bayam setiap hari demi dia bisa makan enak.

Aku bingung, aku tidak mungkin bisa membiayai Nindy hanya dengan bekerja seperti ini. Aku harus segera mencari pekerjaan tetap. Mungkin aku akan kembali ke perusahaan seperti dulu. Dulu aku bekerja sebagai konsultan keuangan di sebuah perusahaan besar, demi menuruti mas Arman aku rela berhenti kerja. Tetapi sayangnya suamiku tidak pernah menghargai pengorbananku. Aku harus kembali bangkit demi Putri semata wayangku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status