Share

Pulangkan Aku

last update Last Updated: 2023-03-13 11:22:19

Tak terasa sudah satu bulan aku bekerja sambilan pada pelanggan Mbak Rahmi. Hari ini aku akan menerima upahku selama 1 bulan. Memang di awal tidak pernah dijelaskan berapa upahku. Aku sudah sangat bersyukur mbak Rahmi mau memberiku pekerjaan ini. Sekarang aku sudah berhenti melaundry baju tetangga karena aku sudah tidak bisa lagi membagi waktu.

Tepat pukul 01.00 siang mas Aris mengantarkan baju yang harus aku kerjakan hari ini sambil mengambil baju yang ia antar kemarin. Seperti biasa aku menyuruhnya untuk membantu mengangkat baju-baju itu ke ruang tv.

"Mbak ini ada titipan dari bos saya."kata mas Aris sambil menyerahkan amplop coklat padaku. aku yakin itu adalah amplop gajiku.

"Terima kasih ya mas, sampaikan juga terima kasihku pada beliau." kataku tersenyum.

Setelah mas Aris pergi aku membuka amplop gajiku. Aku menghitung uang dalam amplop itu.

Masya Allah, apa ini nggak salah. Aku kembali menghitung uang itu. Benar aku nggak salah ada 2 juta di dalam amplop itu. Ini benar-benar nilai yang sangat besar bagiku. Alhamdulillah ya Allah. Aku segera menyimpan uang itu di kamar Nindy aku tidak mau mas Arman tahu berapa gajiku. Aku akan menabung dengan uang itu dan juga membeli keperluan Nindy yang tidak pernah mas Arman penuhi.

Aku menengok ke kamar,Nindy masih tidur. Dengan semangat aku memulai pekerjaanku. Aku berjanji dalam hati aku akan lebih semangat dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaanku ini. Aku tidak mau pelangganku kecewa karena sudah memberikan gaji yang tinggi. Aku semakin hati-hati dalam menyetrika. Jangan sampai ada baju yang masih kelihatan kusut.

"Ma..mama.."panggil Nindy dari dalam kamar. sepertinya putri kecilku itu sudah bangun.

"Ada apa sayang?"tanyaku lembut.

"Maafkan Nindy ma, Nindy mengompol."kata Nindy sambil menunduk takut.

"Nggak apa-apa sayang, tapi jangan diulangi ya. Besok kalau mau tidur pipis dulu biar nggak ngompol." sahutku pada Nindy.

"iya ma. maafkan Nindy ya ma. Nanti Nindy bantu membersihkan tempat tidurnya."

"Sudah biar mama saja sekarang Nindy mandi dulu. Ini sudah sore sebentar lagi papa pulang. Nanti papa bisa marah kalau Nindy belum mandi."kataku mengingatkan Nindy.

"Iya ma, Nindy mandi dulu."

Setelah putri kecilku itu berlari ke kamar mandi aku segera mengganti sprei dengan yang bersih. Lalu aku pergi ke belakang untuk menaruh sprei di keranjang kotor. Setelah menaruh sprei di keranjang kotor aku menyiapkan makan sore untuk Nindy. Pasti dia sangat lapar tadi siang dia belum sempat makan katanya capek pulang sekolah langsung tidur. Mungkin dia sedang tidak enak badan. Nanti biar aku baluri minyak seluruh tubuhnya.

"Ma, Nindy mau makan." kata Nindy setelah mandi dan berganti baju sendiri.

"Sini sayang sudah mama siapkan."kataku pada Nindy.

Nindy makan dengan lahap. Padahal setiap hari aku hanya memberinya sayur bayam dan sayur labu. Atau kalau pas punya uang aku menggoreng kan telur mata sapi untuknya. itu pun sangat jarang. Tapi Nindy selalu makan dengan lahap tidak pernah memilih-milih makanan seperti papanya. Aku juga selalu makan apa yang Nindy makan. Meski begitu makanan kami terasa nikmat karena kami menyantapnya dengan penuh rasa syukur.

Setelah makan bersama Nindy aku kembali pada pekerjaanku. Aku sudah menyelesaikan setengah dari pekerjaanku. Tak lama kemudian mas Arman pulang dan minta aku menyiapkan makannya sementara ia pergi mandi. Aku menyiapkan makanan mas Arman, hari ini minta di masakan ayam balado. Setelah selesai aku kembali pada pekerjaanku lagi. Belum sampai aku selesai mengerjakan pekerjaanku aku mendengar mas Arman berteriak.

"Marni, kenapa hanya ada ayam balado di mana tahu dan tempenya?"tanya mas Arman dengan berteriak padaku. Aku pun mendekat karena malu didengar tetangga jika harus berteriak-teriak.

"Mas itu kan sudah ada ayam balado. Aku dan Nindy saja hanya makan dengan sayur bayam. Apa mas masih kurang bersyukur? Sudah ada ayam balado. Kenapa masih harus mencari tahu dan tempe. Aku pusing mas membelanjakan uang yang kamu bilang nafkah itu. Pagi ini gas habis ,beras habis dan kamu dengar itu listrik juga habis."Aku menunjuk token listrik yang berbunyi sejak tadi. Aku ingin tahu bagaimana reaksi mas Arman.

"Itu urusanmu tugasku hanya memberimu uang nafkah. Kamu jadi istri nggak becus ngatur uang. Nyesel aku dulu memilihmu jadi istriku." sahut mas Arman.

"Mas.. kalau kamu memang menyesal menikahiku. Kembalikan aku pada ayah dan ibuku jangan menelantarkan aku dan anakmu seperti ini. "sahutku dengan suara keras karena sudah tidak bisa memendam emosi.

"Oh jadi itu maumu, Baiklah segera kemasi barang-barang mu nanti setelah makan akan aku turuti permintaanmu."

Deg..

Aku sungguh tidak bisa berkata-kata lagi. Aku segera membalik badan dan mengemasi barang-barangku juga Nindy. Nindy yang ketakutan menangis tersedu. Aku segera memeluk dan menenangkannya.

"Sudah sayang tidak apa-apa kita kembali ke rumah nenek ya. Mungkin nanti di sana kita akan lebih bahagia. Tidak akan ada lagi kata-kata kasar yang akan kita dengar." kataku pada Nindy.

Nindy hanya diam dan mengangguk sambil menatapku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Aku tidak boleh egois aku harus menjaga kewarasanku demi anakku. Setelah selesai aku menunggu di depan karena aku sudah memesan taksi untuk mengangkut pakaian dari pelangganku.

"Baguslah kamu memesan taksi jadi aku tidak perlu mengantarmu. Besok pulang kerja aku akan ke rumah ayahmu dan mengembalikanmu." sungguh kata-kata mas Arman sangat menyakitiku. Aku memang bodoh mau-maunya bertahan dengan pernikahan yang tidak sehat sampai 6 tahun. Dulu aku berpikir kalau Nindy butuh figur ayah dan keluarga utuh. Tapi aku salah ternyata keluargaku sudah hancur dari dulu. Aku saja yang terlalu bodoh dan terlalu mengalah dengan alasan anak. Semakin ke sini mas Arman semakin memperlihatkan watak aslinya. Aku sudah tidak sanggup lagi bertahan.

" Mama jangan sedih, Nindy tidak suka melihat mama menangis seperti ini."kata Nindy mengusap air mataku. Hari ini aku tidak bisa menahan air mataku di depan Nindy. Hatiku begitu hancur mendengar perkataan mas Arman. Dia sama sekali tidak menghargai perjuanganku selama ini. Aku bahkan rela hanya makan bayam setiap hari demi dia bisa makan enak.

Aku bingung, aku tidak mungkin bisa membiayai Nindy hanya dengan bekerja seperti ini. Aku harus segera mencari pekerjaan tetap. Mungkin aku akan kembali ke perusahaan seperti dulu. Dulu aku bekerja sebagai konsultan keuangan di sebuah perusahaan besar, demi menuruti mas Arman aku rela berhenti kerja. Tetapi sayangnya suamiku tidak pernah menghargai pengorbananku. Aku harus kembali bangkit demi Putri semata wayangku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Sangat Perhitungan    Di Usir

    "Wa'alaikumsalam." terdengar suara jawaban dari dalam rumah.Tak berapa lama pintu dibuka terlihat ibu mertua kaget melihatku di sini. Aku tersenyum menatap ibu mertua dan mengambil punggung tangannya untuk aku cium. "Apa kabar bu?Saya ke sini mau menjemput Marni dan Nindy. Dan ini saya membawa martabak kesukaan ayah. Oh ya bu, di mana Nindy?" pura-pura mencari Nindy padahal tidak pernah sekalipun aku memperhatikan anakku itu."Lebih baik kamu pulang sekarang. Dan jangan pernah lupa ingat ini baik-baik. Saya dan ayahnya Marni masih sanggup membiayai hidup Marni dan Nindy jadi kamu tidak perlu repot-repot membawa mereka pulang ke rumahmu kalau hanya kamu jadikan sebagai pembantu. Kamu bisa mencari pembantu di luar sana. Kami masih bisa memberi makan yang layak pada anak dan cucu kami." kata ibu mertuaku tegas padahal selama ini dia tidak pernah menjauhi urusanku dengan Marni."Ada siapa bu?"terdengar suara ayah mertua dari dalam."Tidak ada siapa-siapa yah. Ini hanya ada yang orang ya

  • Suamiku Sangat Perhitungan    POV Arman

    "Sebentar lagi aku akan mengirimkan surat dari pengadilan agama untuk mu mas. Jadi jangan pernah ikut campur lagi urusanku." kata-kata dari Marni masih terngiang-ngiang di kepalaku.Brengsek aku salah perhitungan. Sudah berani dia padaku. Tidak bisa di biarkan. Aku kira dengan mengancam Marni memulangkan dia pada ibunya dia akan takut padaku. Tapi nyatanya sekarang dia malah mempunyai pekerjaan yang mapan. Bahkan aku melihatnya semakin cantik saja dengan pakaian kerjanya.Kalau dibilang menyesal ya aku memang menyesal membiarkan Marni pergi ke rumah ibunya. Aku memang sengaja tidak menjemputnya aku ingin dia memohon padaku agar dijemput. Sejak kepergian Marni rumah jadi berantakan. Pakaian dan piring kotor di mana-mana. Bahkan sekarang pakaian kerja aku juga tidak pernah disetrika.Beberapa teman kerjaku bahkan mengejekku tidak becus jadi suami hingga ditinggal istri pergi ke rumah orang tuanya. Tapi aku menyangkal karena memang aku tidak bersalah. Marni saja yang terlalu boros tidak

  • Suamiku Sangat Perhitungan    Bertemu Mantan Suami

    "Marni, kita ke cafe yuk sudah lama kita tidak nongkrong bareng." kata Mira padaku."Boleh Mir. Aku juga kangen banget sama kamu. Banyak yang pengen aku obrolin sama kamu." kataku sambil tersenyum pada Mira."Aku tunggu di mobil ya. Kamu siap-siap aja dulu. Jangan lupa dandan yang cantik sekalian nanti kita jalan-jalan ke mall. Aku mau beli hadiah untuk anak kamu itung-itung dulu aku nggak datang pas acara kamu nikahan dan lahiran anak kamu." kata Mira sambil tersenyum."Nggak usah repot-repot Mir. Aku jadi nggak enak sama kamu. Sudah diberi kerjaan aja aku sudah sangat bahagia." aku tidak enak badan Mira karena selalu merepotkannya."Ehh ini untuk anakmu lho bukan untuk kamu Kamu jangan ge er dulu. Aku mau kenalan sama Nindy, masa iya sebagai Tante aku nggak bawa apa-apa. Apa nanti kata Nindy kalau tahu tantenya datang dengan tangan kosong. Sebentar aku mau ambil tasku dulu aku tunggu di mobil ya." kata Mira sambil bergegas pergi tanpa menggubris kata-kataku."Mira kamu selalu saja se

  • Suamiku Sangat Perhitungan    Hari Pertama Bekerja

    "Iya Bu benar. Mira menawarkan pekerjaan padaku. Kata Mira dulu dia mencari ke rumah kita yang lama beberapa kali tapi tidak pernah bertemu denganku. Dan tadi dia sangat bahagia bertemu denganku begitupun aku bahagia bertemu teman lama apalagi dia memberi ku kejutan besar seperti ini. Siapa yang tidak bahagia." kataku dengan mata berkaca-kaca."Kamu pantas mendapatkannya nak. Inilah jawaban doa-doa mu selama ini. Tuhan tidak tidur nak." kata ibuku sambil memelukku."Sebentar bu. Aku harus menghubungi Mira secepatnya agak posisi itu tidak terisi dengan yang lain." kataku cepat karena baru ingat kalau aku harus mengabari Mira secepatnya."Iya nak kabari Mira secepatnya sekarang." kata ibuku mendukungku."Baik bu." kataku segera masuk kamar karena ingin segera menghubungi Mira.***"Assalamualaikum.. Mira.. ini Marni. Apa pekerjaan yang kamu tawarkan tadi masih berlaku untukku?"kataku pada Mira begitu sambungan teleponku diangkat olehnya."Wa'alaikumsalam Marni. Iya kok masih. Besok kamu

  • Suamiku Sangat Perhitungan    Bertemu Teman Lama

    Pagi ini aku pergi untuk memberikan berkas lamaranku ke beberapa perusahaan. Rencananya setelah selesai memasukkan beberapa lamaran nanti aku akan segera ke sekolahan Nindy untuk meminta surat pindah. Karena akan memakan waktu jika harus berangkat dari rumah ibuku nanti jadi aku putuskan untuk memindahkan Nindy di sekolah terdekat."Kamu Marni kan?"tanya seseorang yang wajahnya tidak asing bagiku."Iya benar. Maaf anda siapa ya?" tanyaku karena benar-benar lupa siapa dia. Yang kuingat hanya wajahnya sangat familiar."Kamu lupa ya aku Mira." katanya dengan sedikitnya cemberut."Miraa.. kamu Mira Adelia bukan?" katanya aku memastikan penglihatanku. Karena di hadapanku sekarang adalah seorang gadis cantik yang sangat sempurna." Iya benar kamu masih ingat kan?" katanya sambil tersenyum." Iya aku ingat cuma aku tadi sedikit pangling karena kamu sekarang sangat cantik. Kamu sangat berbeda dengan yang dulu." kataku takjub."Iya dulu aku sangat gemuk dan juga cupu sehingga sering di bully b

  • Suamiku Sangat Perhitungan    Mencari Pekerjaan

    Aku memutuskan untuk segera mencari pekerjaan karena aku yakin mas Arman tidak akan lagi memberikan nafkah untukku dan Nindy. aku harus kuat demi anakku. Aku pandangi wajah polos anakku yang sedang tertidur itu dengan hati yang pilu. Aku sudah menceritakan semua masalah kepada ayah dan ibu. Hebatnya mereka tidak menyalahkanku karena dulu sudah menolak pilihan mereka. Ayah dan ibuku yakin ini semua sudah digariskan oleh Allah dan kita sebagai hambanya harus bisa menjalani."Besok kamu jadi cari kerja Mar? Memangnya kamu sudah punya pandangan mau melamar kerja di mana?" tanya ibuku dengan lembut setelah aku keluar dari kamar Nindy."Kalau punya pandangan sih belum Bu. Tapi besok Marni akan coba melamar ke beberapa perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan sesuai kemampuan Marni. Tadi Marni sudah lihat beberapa iklan lowongan pekerjaan di web. Besok Marni akan coba ke sana untuk mencoba mengadu nasib." kataku yakin. "Semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan ya nak. Untuk masalah Nindy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status