Share

Terserah Kamu Mas

"Ngapain kamu pagi - pagi ngobrol di rumah tetangga. Punya anak nggak di urusin malah ganjen sama laki - laki!" bentak mas Arman saat aku sampai di rumah.

"Aku tadi mengantar bajunya udah disetrika ke rumah Mbak Rahmi mas, bukan sengaja ngobrol sama lelaki lain seperti yang kamu bilang." jawabku pelan karena tidak ingin pagi-pagi bertengkar dengannya.

"Itu urus anak kamu, dari tadi mandi tidak selesai. aku juga harus segera mandi dan pergi ke kantor." Aku berlalu tanpa menjawab kata-kata mas Arman.

"Sayang, sudah selesai belum mandinya?" tanya aku pada Nindy.

"Ma , Nindy pup. Nindy nggak bisa membersihkannya. Tadi Nindy sudah minta tolong papa tapi papa nggak mau." Kata Nindy dengan takut.

"Yuk , mama bantu bersihin. Kita harus segera berangkat ke sekolah." Aku tidak tahu lagi apa yang ada di pikiran mas Arman. Bisa-bisanya dia menolak membantu anaknya sendiri. Setelah memandikan Nindy, aku segera membawa Nindy ke kamar untuk membantunya memakai seragam.

"Horeee.. kita jadi beli buku kan ma?"katanya putriku penuh harap.

" Iya, nanti kita beli buku ya sayang." Aku tadi bahkan sampai lupa minta uangku pada Mbak Rahmi karena mas Arman buru-buru teriak-teriak marah tadi.Biarlah nanti aku akan mampir ke rumah Mbak Rahmi sebelum mengantar Nindy sekolah.

"Mama siapin bekal dulu ya sayang, lalu kita berangkat." kataku pada putriku setelah sarapan.

" Iya ma"

"Marni mana bekalku?" tanya mas Arman padaku.

"Iya mas bentar, aku siapkan dulu."

"Kamu dari tadi ngapain sih, ini udah jam berapa? Bisa telat nanti aku.Ngurus anak satu aja nggak becus." bentak mas Arman dengan keras. Seperti biasa aku hanya diam tanpa membalas perkataannya. Bukannya aku takut dengannya aku hanya menjaga perasaan putriku. Aku tidak mau membuat putriku mengalami trauma jika harus menyaksikan aku dan mas Arman bertengkar setiap hari.

"Ini bekalmu mas." kataku sambil menyodorkan bekal padanya.

"Ayo kita berangkat ma." kata putriku penuh semangat. Aku tahu apa yang membuatnya semangat, pasti karena buku yang akan dia beli.

"Yuk sayang, tapi nanti kita mampir ke rumah tante Rahmi dulu ya. Mama mau ambil uang upah mama untuk membayar buku kamu." kataku sambil melirik mas Arman. Dia hanya cuek sambil tetap menyantap sarapannya.

"Iya ma." seperti biasa Nindy mendekati mas Arman untuk mencium tangannya sebelum berangkat ke sekolah. Itu yang selalu aku ajarkan pada putriku.

"Aku berangkat dulu mas."kataku berpamitan pada mas Arman. Mas Arman hanya diam tanpa menjawab perkataanku.

Aku dan Nindy mampir ke rumah Mbak Rahmi karena aku ingin mengambil upahku.

"Assalamualaikum mbak Rahmi.." tadi aku pernah di dalam seperti tidak ada orang.

"Wa'alaikumusalam Marni. Ayo sini masuk, ada apa?Kok tumben pagi-pagi sudah ke sini?"katanya Mbak Rahmi penasaran.

"Jadi gini Mbak, aku ingin meminta upahku sekarang karena aku harus membayarkan uang buku pendamping Nindy. " jawabku hati-hati agar Mbak Rahmi tidak tersinggung.

"Oalah Jadi gitu. Tunggu sebentar ya aku ambilkan. "kata Mbak Rahmi kemudian berlalu masuk ke dalam rumah.

Aku dan Nindy melihat-lihat taman bunga Mbak Rahmi yang tampak asri. Banyak sekali bunga-bunga beraneka warna yang mengundang kupu-kupu untuk hinggap.Dan kupu-kupu itu menarik perhatian Nindy.

"Marni, ini upah kamu. Dan ini ada tambahan bonus buat kamu." kata Mbak Rahmi sambil tersenyum.

"Masya Allah mbak, beneran ini mbak? Tapi ini apa nggak kebanyakan Mbak?" tanyaku tidak percaya.

"Itu beneran Marni. Pelanggan yang tadi pagi itu yang memberikan bonus besar padaku karena puas dengan hasil jahitan dan kerapian packing kamu. Kata beliau, kalau packing dan jahitannya rapi harganya bisa naik dua kali lipat."tutur Mbak Rahmi padaku.

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Dulu ibuku sering mengajarkanku untuk selalu bersyukur. Dan aku sangat bersyukur di saat aku sangat membutuhkan uang ini untuk membayar buku Nindy. Allah memberikan mukjizatnya. Terima kasih ya Allah atas segala nikmat yang kau beri. Maafkan hambamu ini yang kadang masih sering mengeluh tidak bisa mensyukuri nikmatmu.

Setelah berpamitan pada Mbak Rahmi aku dan Nindy langsung berangkat ke sekolah karena 15 menit lagi sekolah akan dimulai. Sesampainya di sekolah aku langsung ke kantor guru dan menemui wali kelas Nindy.

"Assalamualaikum selamat pagi Bu Anas."sapaku pada wali kelas Nindy.

"Wa'alaikumusalam bu Marni, mari silakan masuk."jawab bu Anas sopan.

"Begini bu saya ingin membayar buku pendamping Nindy."kataku pada bu Anas.

"Oh iya bu, silahkan. Saya kemarin sudah mengatakan pada Nindy untuk membawa buku itu dulu. Nanti masalah pembayaran gampang bisa diatur. Tapi kata Nindy mau tanya ibu dulu. Nindy tidak mau membebani ibu dengan masalah uang pembayaran. Terus terang saya kagum dengan pemikiran bijak Putri ibu. Pola pikirnya sangat dewasa. Di saat teman-temannya sudah mempunyai buku dia tidak bermasalahkan itu. Ibu sangat pandai mendidik Putri ibu." jawaban bu Anas membuatku terharu. Memang pola pikir putriku itu sangat dewasa. Dan yang pasti aku sangat bangga padanya.

"Terima kasih bu. Terima kasih sekali sudah sangat perhatian dengan putri saya. Saya sangat terharu dengan perhatian ibu. Tetapi hari ini saya sudah punya uang bu. Dan ini uangnya untuk membayar buku." ujarku sambil memberikan uang 150 ribu pada bu Anas. Tadi aku diberi uang 200 ribu oleh Mbak Rahmi. sebenarnya upahku hanya 100 ribu. Tapi tadi Mbak Rahmi memberikan bonus sebanyak 100 ribu. Aku sangat bersyukur.

"Baiklah Bu Marni, ini uangnya saya terima. Dan sudah lunas ya ibu."kata bu Anas dengan tersenyum.

"Baiklah bu Saya permisi." kataku pada bu guru.

"Iya bu, silahkan."

Aku segera pulang ke rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang tiada habisnya. membereskan tempat tidur mas Arman yang selalu berantakan. Memungut baju-baju kotor yang sering ia lempar sembarangan. Mengambil handuk basah mas Arman yang ia letakkan sembarangan. Aku sudah capek selalu mengingatkan padanya. Dia bukan anak kecil lagi yang harus diingatkan tentang pentingnya kebersihan.

Aku segera mencuci baju-baju kotor selalu menjemurnya. Setelahnya aku membereskan meja makan kemudian mencuci perkakas dapur yang kotor tadi pagi. Begitulah terus keseharianku. Sebentar lagi Nindy akan pulang sekolah dan aku harus segera menjemputnya.

Aku menunggu di depan pintu gerbang sekolah. Nindy melambaikan tangannya sambil memanggilku. Dia sangat senang saat melihatku sudah menunggunya di depan. Pernah sekali aku telat menjemputnya,dia sangat ketakutan tetapi untung saja ada seorang penjaga sekolah yang mengantarkan Nindy pulang. Saat itu aku sedang terlena mengerjakan pekerjaan rumah sehingga lupa waktu untuk menjemput putriku. Aku sangat menyesal melihat putriku ketakutan seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status