Share

Bab 7 Berbisnis Juga Perlu Jodoh

"Apa yang mau dibicarakan?" tanya Jacob dengan ketus.

Kemudian, dia bersandar sambil berkata, "Lain kali, jangan sembarangan mengenalkan wanita-wanita seperti ini padaku."

Memangnya Jimmy tidak merasa jijik meniduri wanita yang sama dengannya?

Dalam kalangan pergaulan mereka, memang ada beberapa orang yang memiliki hobi seperti itu. Namun, Jacob sudah menahan diri selama bertahun-tahun. Dia tidak pernah merasa tertarik terhadap hal-hal seperti ini.

Entah seperti apa pergaulan Jimmy selama ini di luar sana. Sepertinya, sudah saatnya dia membuat adik sepupunya ini untuk bertobat.

"Kak Jacob, kamu benar-benar nggak mau datang untuk menemuinya dulu? Aku sudah susah payah mencarinya dan merasa ini yang paling cocok denganmu."

Jika Jacob memang tidak tertarik, Jimmy sendiri juga sebenarnya punya beberapa unit rumah yang perlu direnovasi. "Kalau kamu nggak mau, ini untukku saja ya? Aku lumayan suka."

Tanpa sadar, Jacob menegakkan posisi duduknya.

"Aku akan mengatur posisi magang untukmu di Grup Yuwono. Jadi, kamu jangan lagi bergaul dengan orang-orang seperti itu. Ibumu sudah menghubungiku, kamu bisa masuk kerja mulai besok."

Jimmy tertegun sejenak. Sebelum sempat menanggapi ucapannya, Jacob sudah mengakhiri panggilan itu.

Dia melihat ke arah Sienna dengan serbasalah. Di sisi lain, Sienna juga sudah bisa menebak bahwa dia sudah ditolak.

Sienna menghiburnya dengan berkata, "Bos Jimmy, nggak usah khawatir. Mungkin ada proposal lain yang lebih menarik bagi Tuan Jacob. Lagi pula, rumah itu didesain untuk kekasihnya. Memang sudah seharusnya dia lebih teliti."

Jimmy menghela napas dan berkata, "Sepertinya nggak mungkin. Jelas-jelas dia masih sedang mencari-cari."

Wajah Sienna tetap tenang ketika berkata, "Berbisnis itu juga perlu jodoh, mungkin aku memang nggak berjodoh dengan Tuan Jacob."

"Begini saja, nanti akan kutanyakan lagi padanya. Kalau dia memang nggak butuh, aku akan menyerahkan beberapa proyek rumahku itu padamu. Aku benar-benar suka dengan gaya desainmu."

Sienna tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Kalau begitu, terima kasih atas kepercayaan Bos Jimmy."

Setelah itu, Jimmy menerima panggilan telepon lain dan meminta maaf kepada kedua orang itu sambil tersenyum, "Tagihan malam ini serahkan saja padaku. Aku harus pulang sekarang. Berikan nomor teleponmu, aku akan menghubungimu lagi nanti."

Tanpa ragu-ragu, Sienna memberikan nomor teleponnya kepada Jimmy. Setelah menyimpan nomornya, Jimmy langsung berdiri dan meninggalkan ruangan.

Dalam sekejap, hanya tersisa Sienna dan Herman di ruangan tersebut. Herman mengatakan bahwa dia sudah minum banyak malam ini. Lantaran tidak ada orang lain di sana, Herman bisa bersikap lebih santai.

"Biar kupanggil sopir pengganti untukmu," usul Sienna. Dia sangat jelas bahwa Herman bertahan sampai sekarang demi membantunya mendapatkan proyek ini. Tentu saja, Sienna sangat menghargai usaha Herman. Terlebih lagi, Sienna merasa sangat nyaman bekerja di studio milik Herman.

"Kalau begitu, mohon bantuanmu ya."

Begitu merilekskan pikirannya, Herman seketika merasa mabuk.

Bukannya Sienna tidak sudi mengantarkan Herman pulang. Hanya saja, Herman telah menikah setahun lalu. Ditambah lagi, istrinya sangat pencemburu. Jadi, sebaiknya dia menggunakan sopir pengganti demi menghindari masalah-masalah yang tidak diinginkan.

Dia memapah Herman untuk keluar dari ruangan. Kemudian, mereka berjalan menuju lift yang berada di ujung koridor. Dari sana, jalan menuju pintu keluar akan lebih dekat.

Dalam keadaan mabuk, Herman bergumam, "Sudah kubilang bukan seperti yang kamu pikirkan itu. Kalau kamu begini terus, aku benar-benar capek. Bisa nggak kamu memberiku sedikit privasi?"

Tampaknya, bahkan dalam mimpi pun Herman masih bertengkar dengan istrinya. Sienna memapahnya dengan segan karena berusaha menjaga jarak dengannya. Posisi ini memang agak kesulitan baginya.

Herman tersandung dan hampir saja terjatuh ketika pintu lift terbuka.

Sienna buru-buru menariknya. Dari dalam lift, muncul sebuah tangan lentik yang membantu menahan pintu lift.

Ketika mengalihkan pandangannya menyusuri tangan tersebut, Sienna berhadapan dengan wajah Jacob. Ucapan "terima kasih" yang hampir terlontarkan itu pun tercekat di tenggorokannya.

Orang yang tidak pernah ditemuinya selama 3 tahun ini, kini malah terus-menerus muncul di hadapannya sejak kemarin. Jadi, sebenarnya mereka ini berjodoh atau tidak?

Jacob melirik Sienna dan Herman secara bergantian, lalu mengalihkan pandangannya sambil bertanya, "Lantai berapa?"

Jacob membuka kedua kancing di kerah kemejanya, tampangnya tidak lagi cuek seperti sebelumnya. Namun, ekspresinya masih tetap datar.

Sienna menangkap tatapan sinis dan penolakan yang terlintas di mata pria itu.

Suasana di dalam lift terasa agak canggung. Sienna memapah Herman memasuki lift tersebut dan berkata dengan sopan, "Lantai satu, terima kasih."

Pada saat ini, Herman kembali mengigau, "Yang kamu bahas hanya uang dan uang! Sebenarnya kamu ini tulus nggak sama aku?"

Sienna pernah mendengar gosip dari rekan kerjanya bahwa istri Herman sangat boros. Sementara itu, Herman sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Namun, semua uang yang dihasilkannya selalu diberikan semuanya kepada istrinya.

Sienna merasakan udara dingin yang berembus di sekitarnya dan menggigil. Dia mendengar Jacob bertanya, "Klien?"

Sienna merasa canggung, tetapi saat ini dia tidak boleh mengakui Herman sebagai bosnya.

Sebab, sedari awal Jacob memang sudah tidak menyukainya. Kalau sampai Jacob tahu bahwa bos Sienna juga mabuk-mabukkan di tempat seperti ini, Sienna khawatir Jacob akan menempatkan perusahaan mereka dalam daftar hitam.

Oleh karena itu, Sienna terpaksa mengangguk dan menjawab, "Ya, kebetulan sekali, Tuan Jacob."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status