Share

Suamiku Selingkuh
Suamiku Selingkuh
Penulis: Purwa ningsih

Awal kecurigaan

"Mas, aku hamil apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika, Mbak Mitha tahu kalau aku mengandung anakmu, Mas," ucap perempuan yang berada di dekapan pria bertubuh kekar itu.

"Gugurkan saja! Aku tidak mau, Mitha tahu tentang perselingkuhan kita, kau tahu betapa aku sangat mencintai kakakmu itu."

"Mas, ini enggak adil buatku, ini anak kita, darah daging kita, Mas." Pekik wanita itu.

Siska menahan gejolak emosi yang kian meledak kapan saja.

"Ini kesalahan, Siska tolong mengertilah posisi ku adalah suami dari kakakmu." Bram seraya melepaskan dekapannya.

"Akan aku siapkan beberapa uang, cukup diam dan gugurkan anak itu! Aku tidak mau berpisah dari Mitha."

"Mas sungguh tega." Siska menangis histeris. "Selama ini, Mas hanya memanfaatkan aku, kau hanya menyalurkan hawa nafsumu ketika Mbak Mitha sedang nifas."

"Kau pun tahu itu, bukannya dari awal kau yang menggodaku? Apa kau lupa di dunia ini hanya ada satu nama di hatiku yaitu Shelomitha."

"Astaga, Mas sungguh tega."

Bram melemparkan lembaran uang merah di depan Siska. Siska hanya bisa menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa, ia juga tidak mungkin menggugurkan kandungannya karena dia sangat mencintai sang kakak ipar, dan ini bisa buat alat untuk menghancurkan hubungan dengan Shelomitha.

"Aku akan pergi."

"Mas ... ini enggak adil."

Bramantyo pergi meninggalkan Siska dengan luka yang mengangga.

Bramantiyo melajukan mobil dengan kecepatan tinggi ia memukul setir mobilnya. Sungguh ia tak berniat menghianati sang istri dengan perselingkuhannya, mobil terparkir di halaman kantor. Bram menggeser kursinya mendekati meja, ada beberapa file yang harus dikerjakan hari ini, saat Ia sibuk dengan pekerjaannya. Ia meremas rambutnya dengan kasar.

Tok ... tok .

"Masuk."

"Maaf, Pak satu jam lagi ada jadwal meeting dengan perwakilan PT Cahaya Gemilang dari luar kota," ucap sang asistennya.

"Baik, siapkan berkas-berkasnya."

"Baik, Pak, permisi."

Bramantyo mengangguk. "Ya silahkan."

Meeting berjalan dengan baik, Bramantyo melajukan mobilnya menuju rumah idamanya, yang dibelikan untuk hadiah pernikahan untuk sang istri delapan tahun silam. Mobil terparkir di garasi depan rumah, Shelomitha dan anak-anak mereka menyambut dengan senyum hangat. Shelomitha mencium punggung tangan Bramantyo juga sang anak.

"Hore, Papa sudah pulang," ucapnya sambil memeluk Bramantyo

"Sini, Papa gendong," ucap Bramantyo seraya menggendong tubuh mungil sang putri.

"Papa, hari ini Raka dapat nilai 100 di sekolah."

"Wah, serius ointar dong anak, Papa."

Sementara Bram bercanda dengan anak-anak, Mitha membantu Mbok Darmi menyiapkan makan malam. Ada soto daging lamongan kesukaan Bramantyo. Bramantyo mendekati Shelomitha lalu memeluknya dari belakang, Bramantyo mencium tengkuk punggungnya dari belakang, membuat Shelomitha bergidik geli.

"Mas, sudah nanti dilihat Raka sama Rania," tolak Mitha risih.

"Mas kangen Mitha, hari ini kamu cantik banget."

"Mulai deh rayuan mautnya keluar, ayo kita makan dulu, Mas."

Masakan tersedia di hidangan meja makan satu keluarga kecil berkumpul. Mereka menyantap makanan hingga habis. Shelomitha, membantu Mbok Darmi membersihkan sisa makanan, lalu mencuci piring. Selesai menidurkan kedua anaknya. Raka umur tujuh tahun dan sang adik Rania baru berumur tiga tahun.

Selesai itu Shelomitha berjalan menuju kamar, ia melihat suami sedang asyik di depan leptop. Shelomitha masuk ke kamar mandi mengenakan piyama bermotif bunga-bunga. Selesai ia di depan cermin memakai crim wajah selesai mengikat rambutnya ke atas.

"Mas, masih lama kerjainnya?" tanya Mitha.

"Lumayan sih, Mitha, setengah jam lagi."

"Mau aku bikinin kopi, Mas?"

"Boleh, sayang," tanpa menoleh pada istrinya.

Shelomitha berjalan menuju dapur, ia membuatkan satu cangkir kopi pahit untuk suaminya. Secangkir kopi telah berada di meja dekat Bramantyo. Bramantyo terpana melihat Shelomitha yang begitu menggoda. Shelomitha berjalan mendekati balkon kamar memandangi bulan yang menggantung diatas sana.

"Sayang, ada yang beda sama kamu hari ini." Bram seraya merayu.

"Beda bagimana maksud, Mas?"

"Aku rasa makin hari kamu makin cantik saja ya."

"Makan malam dengan pujian nih."

"Serius, cantik."

Shelomitha tersipu malu. "Pasti ada maunya."

Shelomitha medekati pagar pembatas. Memandangi langit yang di penuhi bintang malam ini. Entah apa yang ia pikirkan, sampai pada akhirnya sepasang tangan kekar Melingkar di pinggangnya.

"Apa kamu ingin melakukannya di sini?"

"Mas, ich."

Matanya membulat, bulu kuduknya pun sudah berdiri karena bisikan Bramantyo di telinganya. Shelomitha hendak melepaskan tangan Bramantyo namun lagi-lagi ia kalah cepat. Karena laki-laki yang ada di belakangnya sekarang, sudah menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Shelomitha.

"Malu, Mas apa enggak masuk ke dalam saja?"

"Diamlah, aku merindukanmu."

Sentuhan itu begitu lembut, hingga membuat tubuh Shelomitha menjadi lemas tak berdaya. Ia memejamkan matanya saat perlahan rasa hanggat menjalar. Degub jantung nya tak beraturan saat tangan Bramantyo meraih tubuh Shelomitha membawa masuk ke dalam ranjang king size miliknya. Hingga permainan halal itu pun terjadi.

-

Terdengan sayup-sayup suara adzan Shelomitha berangsut menuju kamar mandi. Setelah mandi ia melihat pujaan hatinya masih dalam mimpinya. Shelomitha bergegas membantu Mbok Darmi menyiapkan masakan untuk sarapan. Beberapa jam kemudian, masakan telah tersedia di meja makan. Shelomitha membantu anak-anaknya menyiapkan seragam pakaian.

"Bunda, hari ini siapa yang mengantar sekolah, Raka?" tanya Raka.

"Raka, maunya sama siapa?"

"Sama, Papa saja deh, Bun."

Shelomitha tersenyum ke arah Raka. "Baiklah sayang."

Shelomitha berjalan menaiki tangga menuju kamar, ia melihat Bramantyo sudah rapi. Ia membantu memakaikan dasi. Shelomitha seraya merapikan kerah baju juga dasi, Bramantyo menatap lekat wajah istrinya yang begitu cantik lalu mencium pipinya.

Cup

"Wangi sekali sih istriku?"

Shelomitha hanya tersenyum. "Jangan ngegombal deh, Mas."

"Lo memang benar kan? Cantik kamu pagi ini."

"Terus hari-hari lainnya jelek."

Bramantyo tertawa geli melihat tingkah istrinya. "Mau dicium lagi?"

"Sudah ah, ayo sarapan dulu, sudah ditunggu sama anak-anak, Mas."

Bramantyo tersenyum. "Iya baiklah."

Bramantyo mengandeng tangan Shelomitha menuju meja makan, dan melepaskannya saat mereka akan di kursi.

Mereka menikmati sarapan pagi bersama, dengan nasi goreng sosis dan telur mata sapi. Selesai Bramantyo izin berangkat kerja dan mengantar Raka sampai sekolah.

"Aku berangkat dulu, sayang."

"Iya Mas. Hati-hati."

Bramantyo mencium kening istrinya. "Iya, sayang."

Selesai Shelomitha naik ke kamar atas, ia membersihkan kamar tidur, lalu merapikannya. Selesai ia memilih baju kotor untuk dicuci. Shelomitha menemukan kaos dalam suamiya ada bekas lipstik yang bukan warna miliknya

Seketika jantung Shelomitha berhenti berdetak.

Apakah ini penghianatan suaminya?

Ataukah Shelomitha yang hanya berhalusinasi? Shelomitha menepis rasa itu, toh tiap hari suaminya juga pulang, dan kasih sayang Bramantyo pada dia dan anak-anaknya begitu tulus. Ah semoga saja tidak.

"Non, hari ini masak apa?" tanya Simbok menyadarkan lamunan Shelomitha.

"Rania minta sayur sop, Mbok, sama ayam goreng, perkedel kentang."

"Njih, Non, Mbok ke pasar dulu ya, mungkin, Non mau pesen apa lagi, biar Mbok belikan."

"Kalau ada kunyit asem, Mbok. Kalau enggak ada ya sudah enggak usah."

"Injih, Non. Mbok berangkat dulu ya," pelan Simbok berpamitan.

Shelomitha mengangguk. "Hati-hati, Mbok!"

"Injih, Non."

Mitha sedang bersama Rania di depan televisi, ia menemai putrinya bermain sesaat ponsel milik Shelomitha bergetar, ia meraih ponsel itu dan membuka pesan.

[Dhuk]

[Iya, Ayah]

[Gimana kabarnya hampir satu bulan enggak ke rumah, Ayah. Ayah sampai rindu sama Raka juga Rania]

[Shelomitha masih sibuk, Ayah, hari minggu saja ya Mitha main ke rumah?]

[Iya, Ayah tunggu, Nak?]

[Ayah baik-baik saja kan, Mitha kangen sama Ayah.]

[Ayah baik, sayang]

Shelomitha menatap foto sang Ayah yang berada di propil ponsel, rindu yang begitu dalam. Membuat Shelomitha meneteskan air mata kerinduan. Jantung Shelomitha tak berhenti berdetak membayangkan jika suaminya benar-benar selingkuh darinya, kenyataannya bahwa Bramantyo tidak pernah sekalipun menyakitinya, ia pun tidak pernah berkata kasar pada dirinya. Bagaimana mungkin bisa ia berselingkuh?

Bayangan-bayangan itu membuat hati Shelomita menjadi tak menentu. Ia bahkan lupa waktunya untuk ia menjemput sang buah hati. Shelomitha dan Rania menaiki motor matic berlalu menuju sekolah, Raka belum juga pulang, mereka menunggu di bangku depan sekolah.

"Bunda ...!" Panggil Raka seraya berlari menghampiri sang Bunda.

"Iya, sayang, pulang dulu atau mau mampir ke mana?" tanya Shelomitha lembut.

"Emmm, boleh enggak, Bun? Kita makan baso, aku lapar?"

Shelomitha tersenyum."Tentu boleh ayo, Rania juga mau?"

"Mau dong, Bunda," ucap Rania senang.

"Asyik makasih, Bunda, Bunda yang terhebat pokoknya." Raka tersenyum.

"Sama-sama, sayang."

Motor melaju membelah jalan raya, hingga motor sudah terparkir di kedai warung baso langganan Raka. Mereka masuk dan tiga mangkuk baso sudah ada di hadapan mereka. Dengan telaten Shelomitha menyuapi sikecil Rania, sedangkan Raka menikmati makan sendiri.

-

Arya adik ipar Shelomitha sedang bersama temannya juga ada di sana. Fiko senang bisa bertemu dengan keponakannya, karena lama ia tak bertemu dengan keponakannya karena kesibukannya si lor kota.

"Om kok lama sih ndak pernah main ke rumahnya, Rania?" tanya Rania.

Arya tersenyum. "Iya besuk deh, Om main." Arya menjawab seraya mengacak rambut Rania.

"Janji ya, Om, awas lo kalau enggak main, Rania marah!" Ancam Rania pada Arya.

"Iya ... iya sayang janji."

"Asyik."

"Ya sudah, Mbak pulang dulu ya, Arya. Sudah siang ini."

"Njih, Mbak Mitha monggo."

Senja mulai menguning pertanda hari akan berganti malam, makan malam telah disiapkan, semua sudah tersaji di meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam namun Arya juga belum juga pulang.

"Ma, Papa lama banget sih. Raka sudah lapar nih."

Shelomitha yang tak enak akhirnya menyuruh anak-anak makan. Karena memang tak seperti biasanya Arya pulang terlambat juga, kali ini ponselnya juga tidak aktif. Rasa cemas menghantui Dewi semoga suaminya pulang dengan keadaan baik-baik saja. Atau mungkin suaminya singgah di rumah wanita lain? Entahlah

Tak terasa bulir bening membasahi pipi mulus Shelomitha.

Next....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fazlina Meor
dewi???ayra??? kelam kabut...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status