Para tamu undangan, sudah memenuhi rumah itu. Arakan Rombongan keluarga Arya juga sudah datang kecuali Bramantyo juga sang papa menemui dan menyalami para tamu undangan. Foto Prewedding memenuhi setiap sudut ruangan rumah itu, bunga-bunga yang sangat indah juga berbagai menu makanan siap di meja makan. Pesta yang terkesan berkelas siap untuk dihadiri dan disaksikan oleh para sahabat juga keluarga dan para tetangga kampung. "Arya...." Panggil Pak Ferdi. "Iya, Pak.""Semoga kamu akan tetap mencintai Mitha, hingga maut memesahkan."Arya menggangguk dan tersenyum. "Iya, Bu. Bismillah. Terima kasih banyak sudah percaya sama Arya dan mau menerima, Arya sebagai menantu, Bapak apa adanya."Jauh dari sudut hati Arya ia memang ingin berjuang mendapatkan cinta dari Shelomita. "Kamu dan Mitha pantas bahagia, Nak."Arya tersenyum."Injih, Aamin."Keluarga besar berkumpul untuk jadi saksi ijab kobul sakral yang akan mengikat tali pernikahan, janji sebuah kata yang penuh makna ikatan janji harus d
Dokter Amar memperhatikan wajah cantik Amanda yang sedang menangis memegangi lutut melihat ke arah luar ruangan, tatapannya kosong. Hati Amanda hancur karena ia belum bisa melupakan Arya. Lelaki yang tidak pernah kasar pada wanita, yang selalu baik dengan wanita membuat hati Amanda sulit untuk berpaling."Hei, Amanda, kenalin aku Dokter Amar. Kamu boleh jadi temanku panggil saja Amar." Ammar berharap Amanda mau membalas pertanyaannya."Iya, Pak Fokter, Maaf," ucap Amanda sambil mengusap air matanya."Amanda tahu tidak, di tinggalkan orang yang kita cinta memang rasanya begitu sulit, seperti kisahku yang ditinggal istriku saat ia melahirkan putri kecilku yang bernama Zahra." Cerita Dokter Ammar pada Amanda."Maksudnya di tinggal kemana, Dok?" tanya Amanda, ia sudah mulai menerima cerita dari dokter Ammar."Ya istriku, ia meninggal dunia saat melahirkan putri kami, awalnya aku begitu terpukul dan terpuruk. Namun aku sadar masih ada Zahra yang membutuhkanku, jika aku terus bersedih baga
Mereka mandi bersama namun hanya sebetar, karena tak berani dengan dinginnya air. Mereka lalu ganti baju setelah itu makan nasi jagung khas air terjun. Shelomitha menatap air terjun dari kejauhan ia berharap hati untuk suaminya tidak akan pernah berubah seperti halnya air yang putih bening sebening cintanya untuk Arya suaminya. Begitupun dengan Arya ia pun menatap air itu berharap cintanya pada istrinya tidak akan pernah luntur, tetap bersih putih.Mereka kembali dan ke hotel tak jauh dari air terjun, senja mulai menguning pertanda hari sudah mulai petang. Shelomitha membuatkan teh hanggat untuk suaminya. "Mas, teh hangat.""Makasih sayang.""Mau dibikinin makan tidak?" tanya Shelomitha mencoba mencairkan suasana, karena sesungguhnya jantung Shelomitha berdetak tak karuan, hingga membuat Shelomitha gugup setengah mati."Tidak usah lah Sayang, aku masih kenyang," jawab Arya, ia pun merasakan hal yang sama, ia tidak tau apa yang ada di dalam tubuhnya hingga detak jantungnya tak beratur
Matahari mulai menampakkan sinarnya, suara angin dari air terjun nampak terdengar dari hotel Arya memeluk istrinya dari belakang. Diciumnya rambut yang panjang dan wangi, mereka bersenda gurau sambil menikmati suasana pegunungan yang begitu indah dan sejuk.Jauh dari ibu kota, hanya terdengar suara embusan angin dan embun pagi yang masih menyelimuti hotel tempat mereka menginap, Shelomitha asyik dengan laptopnya. Ana yang dari surabaya mengirimkan file bulan ini, ia mengecek satu persatu pendapatannya bulan ini lumayan meningkat.Arya sedang berolahraga teras depan hotel, tubuhnya yang atletis tinggi dan kekar mulai berkeringat. Tanpa sadar Shelomitha melihatnya dari dalam ruangan, tak tahu kenapa ia lebih suka jika melihat suaminya berkeringat basah. Cinta pertamanya akirnya kembali berlabuh kepadanya. Shelomitha tetap diam meskipun ia tahu Arya tak lagi mengenalinya.Shelomitha heran, kenapa cinta Arya tak berubah untuknya, meskipun memorinya sedikit menghilang dari ingatannya. Ia t
"Selamat siang, dokter Ammar." Amanda manja gadis manis itu mendekati Ammar."Siang juga, Amanda, gadis cantik sudah sembuh ceria banget,tumben mampir ada apa," jawab dokter Ammar pada Amanda."Sudah sehat dokter, ini mau ketemu Zahra, dokter janji kan mau pertemukan aku sama Zahra," tagih Amanda meyakinkan dokter Ammar, agar bisa bertemu dengan Zahra."Baiklah, tapi tunggu dulu masih ada sedikit pekerjaan sedikit, Amanda." "Ok, Amanda tunggu di luar, dokter." "Iya."Amanda keluar dan berlalu pergi meninggalkan dokter Ammar di dalam ruangannya. Ammar sedikit binggung gadis itu benar-benar nekad, biarkan saja toh Ammar juga butuh pengganti untuk ibunya Zahra. Sebenarnya ia mengharapkan Shelomitha yang menjadi istrinya namun, apa daya kesalahan sesaatnya tak bisa dimaafkan.-"Sudah siap.""Hu um.""Ok kita berangkat, tadi naik apa?""Diantar sama, Mas Fahri. Dok."Ammar tersenyum. "Oh."Ammar melajukan mobilnya menuju rumah kedua orang tuanya, sesekali mata Amanda tak berkedip menata
"Sayang, aku berangkat dulu ya, jangan pergi kemana-mana biar Butik teman-temanmu yang pegang, jangan capek-capek." Pesen Arya pada istrinya panjang lebar."Emm Mas, siapa yang mengurus surat pindahanya Raka juga Rania kesekolah hayo," jawab Shelomitha pada suaminya."Tenang sayang, biar aku urus setelah pulang meeting.""Ini ke Bali lo sayang.""Iya, nanti aku e-mail gurunya.""Bisa, Mas""Bisa, sayang.""Ya sudah kalau begitu, hati-hati dijalan," ujar Shelomitha pada suaminya sambil mencium punggung tangan suaminya juga pipinya."Asiap, sayangku."Arya berangkat, sedangkan Shelomitha masuk sambil menemani anak-anknya belajar. Raka memperhatikn wajah bundanya yang akhir-akhir ini sering tersenyum, ia lalu berterima kasih pada Allah telah mengabulkan do'anya untuk mempersatukan Bunda juga Ayahnya."Bunda, Raka boleh bertanya tidak?" tanya Raka pada Bundanya.Shelomitha tersenyum. "Boleh apa sayang.""Bunda bahagiakan bersama, Ayah?" tanyanya lagi pada Bundanya."Kok nanyanya aneh sih.
"Tidak ada satupun Papa di dunia ini, yang menyakiti anaknya lebih dalam lagi dan lagi, satu hal yang perlu Mas Bram tahu. Luka anak-anakmu belum sembuh namun kau menambahinya dengan luka yang baru kecewa kata itulah kata yang temapat untukmu, permisi." Shelomitha berusaha menahan emosi dan pergi meninggalkan rumah sang Mama dan mengejar anak-anaknya, Shelomitha berhenti dan berbalik badan lalu mengatakan."Dan suamiku tidak pernah salah, dia mencintaiku sebelum aku mengenalmu," ucap Shelomitha menagis sambil melangkah pergi bersama Arya juga anak-anaknya."Ini yang kamu mau, Bram, kau memang lelaki egois yang pernah, Mama lihat. Tidakkah kau melihat perasaan istrimu Syerli hah?" tanya sang Mama pada Bramantyo sambil emosi."Apa aku dan anak-anak harus pergi juga Mas dari kehidupanmu agar kamu puas?" tanya Lili pada suaminya yang benar-benar sudah keterlaluan."Maaf kan Bram Mama, dan maafkan aku Lili aku Khilaf," jawab Bram pada Lili juga Mamanya."Maaf hanya dengan kata maaf, kau uc
Hujan rintik-rintik membasahi kota Surabaya, lagit menjadi gelap, malam semakin sunyi membuat mereka tenggelam dalam selimut malam yang kelam. Terdengar suara Adzan berkumandang Arya dan yang lain menuju Musholla kecil rumah mereka, sebuah kamar yang disulap menjadi Musholla mini keluarga yang begitu indah.Mereka berkumpul menunaikan ibadah sholatnya, setelah itu Arya mengajari anak-anaknya mengaji sedangkan Shelomitha juga mbok Darmi menyiapkan sarapan pagi. Selang beberapa menit masakan sudah siap dimeja makan, telur balado, tahu goreng, juga mie bihun goreng, sudah siap disantap.Mereka berkumpul di meja makan dan menikmati sarapan dengan rasa yang begitu nikmat dilidah. Raka melihat ke arah Rania dan mengedipkan matanya, pertanda Rania menyuruh bilang sama Bundanya."Bunda, rumah ini masih sepi, Bunda?" tanya Rania pada Bundanya ragu."Maksudnya sepi gimana sayang?" tanya bakik Shelomitha pada anaknya Rania."Eemmm, kami ingin adik kecil, Bunda." Pintanya lagi pada Bundanya sambi