Share

Part 42

“Ayo Mbak Mayla ikut saya. Biar Mbak Mayla istirahat dulu di pesantren,” ucap Pak Rahmat sembari menenteng rantang kosong bekas kami makan.

“Tapi, Pak?” Aku menoleh ke arah Raihan yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Rasanya diri ini tidak tega jika harus meninggalkan putra semata wayangku sendirian di rumah sakit.

“Kamu ndak usah khawatir, Nduk. Ummi yang akan menjaga Raihan. Raihan itu sudah seperti cucu Ummi sendiri,” timpal Nyai Hanifah seperti bisa membaca isi hatiku, yang begitu mengkhawatirkan Raihan.

“Ya sudah, Ummi. Saya permisi dulu. Assalamualaikum!” Menyalami dan mencium punggung tangan Umminya Gus Azmi dan lekas keluar dari kamar Raihan.

Lima belas menit menempuh perjalanan dari rumah sakit ke pesantren, Pak Rahmat akhirnya menepikan mobilnya di depan gedung bertingkat empat yang selalu aku rindukan suasana kebersamaan serta kenyamanannya.

Andai saja aku tahu rumah tanggaku dengan Mas Ibnu akan berantakan seperti ini. Dulu aku lebih memilih dijodohkan dengan anaknya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status