Share

Bab 6. Demi Seorang Janda?

Pria di hadapanku terdiam. Sepatah kata pun tak terucap dari pria yang masih berstatus suamiku itu. Pria yang cukup tampan dan populer yang dulu pernah menggetarkan hatiku.

Kini? Tidak lagi.

"Kenapa diam, Mas?! Bicaralah! Apa ada yang salah dengan ucapanku?"

Hatiku tak lagi merasakan getaran aneh seperti dulu, seperti saat kami pertama kali bertemu.

Hatiku tanpa ku sadari membunuh segala rasa yang dulu pernah ia rasakan. Tak ada lagi perasaan cinta kepada pria ini, bahkan kepada pria lain.

Mati rasa!

Namun, karena status ku yang masih seorang istri dari Raka Prayoga, sebisa mungkin aku masih melayani apa pun keperluannya. Ingin rasanya aku menolak. Akan tetapi aku masih takut akan bayang-bayang dosa yang tiada terkira.

“Kamu gak perlu menjelaskan apa pun lagi, Mas. Toh, aku gak lagi melarang kamu berhubungan dengan dia atau wanita lain? Bukankah itu cukup untukmu? Atau masih ada yang kurang?”

Aku memendam semua emosiku sedalam-dalamnya. Tak ingin pria itu betapa perihnya sakit yang ia tancapkan melalui perbuatannya itu.

“Yang jelas Mas gak ada hubungan apa-apa dengannya,” ucapnya kemudian pergi meninggalkan aku yang masih berdiri di ambang pintu.

Ku lihat Mas Raka mendekatkan ponselnya ke telinga. Siapa lagi yang akan dia hubungi.

“Aku gak bisa ke sana hari ini. Maaf,” ucapnya cukup lembut kepada orang yang entah siapa yang menjadi lawan bicaranya di seberang sana.

Pria itu kemudian kembali menghampiriku.

“Mas hari ini cuti kerja. Mas bakal nemenin kamu dan Delisha. Mas harap kamu bisa membuang kecurigaan yang selama ini selalu kamu besar-besarkan,” ucapnya saat ia sudah berdiri di hadapanku.

“Hem.”

Aku tak terlalu banyak menjawab perkataannya. Enggan rasanya meski hanya berbicara dengannya.

Sebelumnya, pria itu yang selalu irit bicara. Sedikit sekali ia berucap saat aku berinteraksi dengannya. Dia sangat tertutup kepadaku. Tetapi apakah perlakuannya ke orang lain sama?

Aku kembali membuka sosial media suamiku yang tadinya aku sembunyikan aplikasinya. Masa bodo ia marah. Aku tak semudah itu ia bohongi.

Sebelumnya aku sudah mengganti password media sosialnya yang berwarna biru. Namun, aku tak mengeluarkan akunnya dari ponselnya. Dia akan curiga kalau aku sampai mengeluarkan akunnya dari ponsel kesayangannya itu.

Aku mengingat-ingat kembali. Ada satu kolom yang belum sempat aku buka. Kolom perpesanan dan Log aktivitas akun itu.

Dalam hati, aku berulang kali merapal doa. Berharap semua itu tak benar dan hanya bentuk kecemburuanku saja.

Namun, semua itu ternyata tak sesuai dengan dugaanku.

Terdapat beberapa pesan dari beberapa wanita yang salah satunya aku tahu kalau dia adalah mantan kekasih suamiku. Mereka berpisah karena mereka terpisahkan oleh jarak yang cukup jauh. Wanita itu menjadi TKW di negeri ginseng, sementara suamiku saat itu bekerja di pulau dewata.

Mereka cukup dekat. Pasti ada sebuah obrolan yang tak biasa. Apalagi yang aku tahu mereka pernah berhubungan dekat.

“Biasalah. Masalah rumah tangga.”

Aku cukup terkejut dengan pesan suamiku yang paling baru yang tampak di kolom per pesanan media sosial itu.

Apa selama ini dia selalu menceritakan semua urusan rumah tangga kami pada wanita itu?

Aku menggeser layar itu ke percakapan sebelumnya. Aku sedikit lega karena ia tak menceritakan apa-apa mengenai rumah tangga kami. Bukankah rumah tangga kami hanya kita saja yang boleh tahu isi di dalamnya?

Aku membuka per pesanan dari orang lainnya juga. Pesan-pesan dari kaum wanita tentunya.

Beberapa pesan masih tampak biasa saja. Apalagi kebanyakan isi pesan itu berisi pertanyaan seputar jual beli barang elektronik dan alat musik yang memang suamiku berkecimpung di dalamnya.

Ah, iya. Aku lupa memberitahukan kalau sebelumnya suamiku adalah seorang gitaris dari sebuah band lokal di kota kami. Tak terlalu terkenal. Hanya saja orang-orang dalam lingkaran yang sama di kota ini cukup tahu dengan sepak terjang tiap anggota band itu.

Aku kembali mengamati kotak pesan dalam folder lain.

Aku memilih folder pesan Spam, sebuah folder pesan di mana pemilik akun bisa menyembunyikan pesan dari orang lain agar tak terlihat di halaman depan kotak masuk itu.

Sebuah nama yang cukup asing namun foto profilnya aku kenal, ada di dalam sana.

“Apakah akun yang lain?” gumamku.

Aku memberanikan diri membuka pesan itu.

Nyaris saja aku menjatuhkan ponselku ke lantai. Percakapan tak biasa antara seorang pria dan wanita ada di dalam sana. Ternyata dugaan ku benar. Hubungan mereka lebih dari sekedar teman. Tetapi siapa dia?

Dalam pesan itu, suamiku bercerita kepada wanita itu kalau dirinya memiliki perasaan tak bahagia saat bersamaku. Suamiku juga menuliskan kalau sebenarnya dia menyukai orang lain. Seorang wanita yang katanya sering bertemu dengannya. Namun, aku bisa tahu pasti kalau wanita yang berkirim pesan dengan suamiku itulah orang yang disukai suamiku. Dan orang itu adalah dia. Hanya saja suamiku tak secara gamblang menyebutkan namanya.

Air mataku lolos begitu saja tanpa bisa aku kendalikan. Ternyata firasat seorang istri itu lebih kuat ketika ia dihadapkan pada sebuah pengkhianatan dalam hidupnya.

Aku membaca setiap baris percakapan antara wanita itu dengan suamiku. Meskipun hal itu sama dengan menyakiti diri sendiri, setidaknya aku tahu sejauh mana hubungan mereka selama ini.

Aku bisa melihat kalau wanita itu masih belum berhubungan jauh dengan suamiku. Belum, tapi masih akan.

Aku mencoba mencari tahu siapa wanita dalam nama Shaquille itu.

Entah mengapa aku merasa familiar. Hanya saja aku tak mau ambil pusing.

***

Shaquille

Midwife

Aparat sipil negara

Janda beranak satu.

Janda?

Aku tertawa dalam hati.

Memang sih, wanita itu memiliki kulit putih dengan bentuk tubuh yang menggoda. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Sepertinya karena status suamiku yang masih beristrikan diriku membuat mereka tak bisa berhubungan terlalu jauh.

Bukankah seorang ASN tak diperbolehkan menjadi istri kedua pria beristri?

Lalu, bagaimana kalau aku dan suamiku berpisah? Akankah mereka berhubungan lebih dari ini?

Jantungku berdetak sangat kencang. Pikiran aneh mengenai kemungkinan-kemungkinan itu membuat jiwa dalam diriku marah. Namun, aku tak bisa melampiaskannya. Bukan karena tak berani. Hanya saja aku masih membutuhkan rencana. Aku perlu bukti lebih banyak lagi.

Bukan untuk mempertahankan hubungan kami!

Kalaupun hubungan pernikahanku dengan Mas Raka harus berakhir di sini, setidaknya aku harus menyelesaikannya dengan baik.

Aku ingin memiliki akhir bahagia. Namun, aku juga ingin mereka mendapatkan sesuatu yang menyakitkan.

Bukan diriku yang suka berebut barang, apalagi itu seorang pria. Namun, aku pun tak sudi berbagi dengan orang lain. Tak sudi berbagi cinta, apalagi berbagi tubuh pria yang sama.

Aku mulai menyusun rencana. Aku tak boleh gegabah dalam mengambil tindakan. Berulang kali aku menghembuskan napas, menetralkan perasaanku yang sedikit lagi emosinya akan membuncah.

Aku tak sabar melihat bagaimana reaksi mereka atas kejutan yang akan aku berikan. Sebuah kejutan besar akan aku berikan kepada suamiku dan wanita itu. Aku sangat penasaran bagaimana reaksi mereka berikutnya.

Apakah mereka masih bisa mengelak?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status