LOGIN"Menurut saya akan lebih baik nona melaksanakan pernikahan itu. Meski sangat bertolak belakang dengan hati nona, setidaknya nona bisa meneruskan masa depan nona sendiri. Sedangkan kalo di penjara, sudah pasti masa depan nona akan kelam. Pak David orangnya sangat baik tetapi beliau juga terkenal dengan raja tega. Jika ada yang membangkang perintahnya apalagi menyangkut dengan uang, beliau tak akan segan-segan memberikan hukuman yang setimpal. Seperti teman saya, sampai sekarang pun masih bertahan dalam jeruji besi!" Perkataan orang suruhan pak David kala mengantar Shera pulang.
Shera menghela nafas berat. Jemari tangannya meraih figura yang terdapat foto sang ayah, sang kakak dan dirinya. "Ayah, jika ayah tau posisi Shera seperti ini, apakah ayah akan tetap meminta shera untuk mengalah pada kak Manda? Sungguh, Shera sangat keberatan, ayah!" gumam Shera meluapkan rasa kesal yang teramat sesak di dada. Ceklek Shera menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Tatapan matanya memicing menatap sang kakak yang berjalan tersenyum menghampirinya. Tanpa ada beban dan rasa bersalah sedikitpun pada dirinya. "Kamu kenapa menatapku seperti itu? Nih, aku bawakan makanan buat kamu. Bakmi goreng pedas level 3. Itu makanan favorit kamu kan?" Manda meletakkan makanan dan minuman yang di beli tepat di depan Shera. "Kenapa kakak harus lari dari tanggung jawab?" Pertanyaan Shera yang membuat Manda menoleh. Terlihat begitu jelas, raut wajah cantik yang di miliki adiknya menyimpan kemarahan yang tertahan. Manda menghela nafas panjang. Mencoba bersikap tenang menghadapi amarah yang menguasai diri adiknya itu. "Bukankah aku sudah bilang padamu, kenapa aku melimpahkan semua itu padamu? Apa kamu tak membaca chat dari kakak?" Brak Manda tercekat seketika. Untuk pertama kalinya, ia melihat amarah Shera memuncak. Menendang kursi kayu begitu kerasnya, hingga terlempar menjauh darinya. "Bagaimana mungkin kakak menjaminkan masa depanku, kak? Kakak bilang, kakak berhutang untuk pengobatan ayah? Tapi, kenapa hutangnya sebanyak itu? Dan Shera tau betul, pengobatan ayah tidak sampai lima ratus juta. Lalu, kemana sisanya, Kak?" Cecar Shera yang penuh dengan penyesalan. Manda menghela nafas berat. Bibirnya mengecap seraya membenarkan rambutnya yang terurai panjang. "Kamu mau tau, sisanya buat apa?" tanya Manda memegang pundak Shera. "Nggak usah pegang-pegang!" tepis Shera menjauhkan tangan kakaknya. "OK ok! Kakak tau apa yang kamu rasakan saat ini! Ok!" ucap Manda mencoba meredam amarah Shera."Tunggu sebentar!" Shera menghela nafas berat. Sungguh, hari ini ia ingin sekali bertengkar dengan kakaknya. Menendang, menjambak dan menamparnya hingga rasa sakit yang tertahan hilang dari dirinya. Namun, keinginan itu tak terwujud ketika ia tau posisinya dalam keluarga. Sejenak, kedua alisnya bertaut ketika Manda memberikan beberapa lembar kertas yang keluar dari amplop coklat. "Nih! Lihatlah! Kakak sengaja menyimpan semua agar kamu tau apa yang sebenarnya terjadi!" ucap Manda dengan nada emosional. Shera menegak salivanya dengan paksa. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap ketika melihat rincian pengeluaran yang tertera dalam kertas tersebut. Secara tidak langsung, dialah yang paling banyak memakai uang yang di pinjam oleh ayahnya. "Apa kamu masih menyalahkan kakak lagi?" tanya manda yang membuat shera tak mampu menjawab. Setengah jam kemudian, Shera duduk termenung seorang diri. Menatap ke arah koper yang bersiap menemaninya untuk pindah ke rumah pak David. "Pesan ayah hanya satu! Apapun yang terjadi, jangan pernah menyakiti kak Manda! Ingatlah! Karenanya, kamu bisa bertahan hidup sampai detik ini." Perkataan sang ayah beberapa tahun silam melintas kembali dalam ingatannya. Hati yang tadinya terasa bergemuruh menentang keadaan perlahan mulai menerima kenyataan yang ada. "Mungkin ini sudah takdirku untuk menikah dengan lelaki tua seperti pak David. Dan, dengan cara ini, aku bisa membalas apa yang telah dilakukan kak Manda waktu itu. Meskipun aku tau, aku akan masuk ke dalam ke neraka kembali," gumam Shera mencoba mengembangkan senyum meski terasa masih berat. *** Di rumah pak David Shera mendongak menatap ke arah rumah mewah yang ukurannya minimalis itu. Sungguh, seperti keinginan waktu dulu memiliki rumah sederhana namun berkelas. "Selamat malam, nona Shera!" Suara serak basah keluar dari wanita paruh baya yang berdiri tersenyum menyambut kedatangannya. "Malam!" jawab Shera membalas senyumannya itu. "Saya Mbok Darmi, asisten rumah tangga di rumah ini! Mari masuk! Saya bawakan kopernya!" ujar mbok Darmi meraih koper milik Shera. "Tidak usah, Mbok! Biar saya saja!" tolak Shera memegang tangan mbok Darmi. "Tak mengapa, Non! Ini tugas simbok melayani tamu istimewa di rumah ini. Tolong kerjasamanya, ya!" Perkataan mbok Darmi yang seketika membuat Shera tak mampu menolaknya lagi. Untuk kedua kalinya, ia mendengar orang suruhan pak David memohon padanya. Shera mengikuti langkah kaki yang berjalan terlebih dulu darinya. Sejenak, dua bola matanya berputar mengamati seisi rumah yang begitu rapi nan cantik. "Andaikan saja, rumah Ini adalah milik orang yang aku suka. Sudah pasti aku akan sangat bahagia hidup bersamanya. Sungguh, dekorasinya sangat persis dengan keinginanku waktu dulu," gumam batin Shera tersenyum dalam hati. "Nah, ini kamar untuk nona Shera! Jika nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan-sungkan memanggil saya!" pinta mbok Darmi yang begitu ramah kepadanya. "Iya, Mbok! Terimakasih," acap Shera melihat wanita paruh baya itu mulai keluar dari kamar. Shera menghela nafas berat. Sejenak, dua bola matanya memicing ke arah figura yang tertempel di dinding kamar. Tenggorokan Shera tercekik hebat. Sungguh, ia tak menyangka jika besok ia akan menjadi ibu tiri dari orang yang dulu pernah menindasnya habis-habisan. "Ya Tuhan, aku tak bisa bayangkan kalo aku bertemu dengannya. Sudah pasti, dia akan mengataiku sebagai wanita murahan, matre ataupun apa!" gumam shera merebahkan tubuhnya tepat di kasur empuk yang tersedia. Tok tok Shera bangkit dari tempatnya. Berjalan ke arah pintu yang tertutup rapat. Ceklek Shera membuka pintu tersebut. Senyumnya kembali mengembang saat simbok Darmi menghampiri dirinya lagi. "Maaf, Non. Ini makan malam dari Mas Bara!" Kata simbok Darmi menyodorkan kotak makanan beserta minuman untuk Shera. Shera mengernyit heran. Bagaimana bisa Bara memberikannya makan malam untuknya. Pertanyaan itu menaungi pikirannya saat ini. "Mas Bara?" tanya Shera memastikan. "Iya, Non. Mungkin mas Bara lelah, jadi mas Bara menyuruh simbok mengantar makanan ini untuk nona shera," kata simbok menjelaskan. "Jadi, dia tinggal di sini, Mbok?" tanya Shera memastikan. Simbok Darmi terkekeh saat pertanyaan itu terlontar dari bibir Shera. "Ya iya, Non. Ini kan rumahnya mas Bara. Nona Shera lucu banget sih!" acap mbok Darmi yang membuat shera terdiam."Ya sudah, simbok ke dapur dulu. Silahkan di makan non!" ucap simbok Darmi melangkah pergi meninggalkan shera yang seakan tak percaya dengan apa yang terjadi. "Ya Tuhan, bagaimana bisa pak David menyuruhku bermalam di rumahnya Bara? Apalagi, sebentar lagi dia akan menjadi anak tiriku! Sungguh, aku belum siap untuk bertemu dan bertatap muka dengannya,"gumam Shera menatap ke arah kotak nasi tersebut. *** "Argh, untung saja aku merencanakannya dengan semaksimal mungkin. Rasanya lega banget jika Shera yang memenuhi persyaratannya pak David!" gumam batin Manda seraya tersenyum saat Adit menghampiri dirinya. "Kamu sendirian?" tanya Adit celingak-celinguk sembari duduk di depan Manda. "Iya, Mas! Dan, aku ke sini mau memberikan sesuatu padamu!" ucap Manda merogoh sesuatu dalam tasnya. Adit terbelalak kaget saat Manda memberikan setumpuk uang untuknya. "Ini Mas! Semoga bisa membantu pengobatan ibu!" ujar Manda menyodorkan uang untuk Adit. "Darimana kamu mendapatkan uang ini?" tanya Adit penasaran. "Ehmmm, aku mendapatkan uang ini dari shera, Mas!" jawab Manda yang seketika mengejutkan kekasihnya itu. "Shera?" tanyanya memastikan. "Heem. Besok, Shera akan menikah dengan pengusaha Batu Bara. Makanya dia memberikanku uang sebanyak ini. Dia benar-benar adikku yang baik hati," gumam Manda duduk di bangku yang tersedia. "Menikah?" tanya Adit seakan tak percaya dengan penuturan kekasihnya itu. Padahal, dua hari yang lalu. Shera pernah bercerita kalo dia tak mau di madu. "Ya, meskipun menjadi istri kedua, sih!" Pernyataan Manda semakin membuat Adit tercekat. "Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa dia menerima pernikahan yang menjadikannya sebagai istri kedua?" tanya Adit dalam hati. Adit dan Shera bersahabat dari kecil. Apapun yang terjadi mereka selalu sharing satu sama lain. Meskipun, Adit memilih Manda untuk menjadi kekasihnya namun adit tetap memberikan perhatian lebih pada Shera. Sejenak, Senyum Manda memudar tatkala pandangan Adit tertuju padanya. "Apa yang terjadi? Apa kamu menjadikan Shera sebagai umpan?""Memang dia istrinya bara, Lea! Karena itulah, aku memakaimu untuk membalas rasa sakit hatiku ini!" gumam batin Luna seraya mengepalkan tangan kanannya. Seakan mengimbangi rasa sakit di hati yang sangat sulit untuk hilang.Flashback "Bara, apa shera itu istri kamu?" tanya luna sangat hati-hati dalam berucap."Kenapa kamu tanya seperti itu? Apa kamu lupa kalo aku dan dia adalah musuh bebuyutan?" ujar bara memutar balik pertanyaan.Luna terdiam sejenak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat tuduhan yang terlontar dari mulutnya tak ada jawaban."Tapi, perlakuanmu ke shera itu sangat berbeda, Bar. Kalian nggak terlihat bermusuhan kok! Tak hanya aku saja, teman-teman kita yang lain jika melihat kebersamaanmu dengan shera. Sudah pasti akan mengira seperti apa yang aku katakan," tutur Luna mencoba menekan suatu kenyataan pada bara."Kamu berpikir kalo aku ini bohong?" Bara dengan santai duduk pada kursi putar miliknya."Bukan begitu. Hanya saja ....""Beberapa bulan lalu, shera tel
"Mulai sekarang, nama kamu adalah Rony Santoso. Tak ada lagi nama Abisatya di dalam nama kamu. Tapi, kalo kamu ingin rasa sakit hatimu kembali lagi, kamu bisa memakainya kembali," tutur kata ibu angkat rony yang melintas kembali dalam benaknya.Rony menghela nafas panjang. Jemari tangannya perlahan menyerahkan benda layar pipih itu pada pemiliknya."Kenapa kebetulan sekali?" ucap rony tersenyum getir."Apanya yang kebetulan, Pak?" tanya Ega penasaran. Dahinya mengernyit menatap rony yang terlihat memikirkan sesuatu.Rony mendongak. Senyumnya mengembang sempurna tatkala menutupi kesedihan yang datang secara tiba-tiba."Sore nanti, kita datang ke rumahnya. Bawakan hadiah berharga dan kembalikan uang miliknya yang pernah ku serahkan padamu itu!" perintah Rony begitu tegas."Baik, Pak!" jawab Ega seraya mengangguk."Dan satu lagi! Cari tau keluarga Abisatya yang berhubungan dengan Shera," kata rony seraya meremas jemari tangannya. Sesuatu hal yang membuatnya bisa mengendalikan rasa amarah
Flashback Rony mengerutkan kening. Tatapan matanya tertuju ke arah wanita yang babak belur akibat serangan dari asisten pribadinya itu."Siapa yang menyuruh kamu? Katakan! Atau kamu ingin kedua kakimu patah?" Ancam ega dengan tongkat yang bersiap menghantam kedua kaki wanita tersebut.Rony menegak salivanya dengan paksa. Sungguh, dalam hati kecilnya sangat tak percaya dengan kekerasan yang keluar dari diri asistennya itu. Sama sekali tak peduli, orang yang dihadapi adalah seorang wanita."Katakan!" teriak ega terdengar memekak telinga.Lamunan rony buyar. Bibirnya merapat mengimbangi rasa khawatir yang datang tiba-tiba."Jangan-jangan dia mau mengejar mereka gara-gara ini?" tebak Rony menghela nafas panjang. Tatapan bola matanya mengernyit ke arah ega yang sudah menjauh darinya."Aku tak bisa membiarkan dia salah langkah lagi!" gumam rony mengambil ponsel yang bersembunyi di balik saku jas hitamnya.Manda menoleh ke belakang. Terlihat begitu jelas ada lelaki yang mengejar mereka ber
Shera menegak salivanya dengan paksa. Memandang lelaki yang pernah di tolongnya kini duduk pada satu kursi yang memanjang."Jika uang gantinya kurang, kakak bisa menghubungi saya ke nomor ini," perkataannya kemarin terlintas kembali dalam benaknya."Apa mungkin uang yang aku berikan kurang ya? Padahal, aku sudah memberinya sepuluh juta! Masa' kurang?" gumam batin Shera memicing."Tapi, kalo kurang bagaimana? Meskipun, bara memberiku kartu unlimited, Aku tak mungkin mengambil uangnya. Bara sudah banyak mengeluarkan uang untukku. Mulai dari hutangnya ayah, hutangku pada rentenir, renovasi rumah dan ...," kata shera terhenti saat ada cubitan kecil mengarah pada tangan kirinya."Apa sih, Kak?" lirih Shera sembari mengusap tangannya yang terasa sakit bekas cubitan sang kakak."Kamu nggak dengar? Orang itu memanggilmu?" bisik manda yang seketika mengejutkan Shera.Shera menoleh. Senyumnya mengembang sempurna menghadapi orang yang akan membuat keuangannya akan terkuras."Maaf, kak Rony. Say
"Shera Anjani," ucap bara yang membuat shera tak mampu berucap. Sebuah panggilan yang memperlihatkan kesabaran bara sudah habis.Tatapan matanya yang tajam tanpa ada senyum yang khas tersirat jelas pada wajah tampan yang di miliki bara Abisatya."Kita baru saja baikan. Kamu malah mulai lagi!" gerutu bara mendesah sebal. Dan melepas pelukannya begitu saja sembari memejamkan kedua mata. Shera tak berhenti mengerjapkan kedua mata. Bibirnya merapat mengimbangi rasa bersalah yang datang menguasai. Dan untuk pertama kalinya dalam berumah tangga, ia melihat bara ngambek padanya."Ehmmmm, apa aku salah ya? Bertanya seperti itu?" batinnya bertanya. Berpikir sejenak sembari mencerna perkataan yang telah terucap."Tapi kan, aku hanya bertanya saja! Kenapa dia marah?" hatinya bergumam seraya melirik ke arah bara yang kini berbaring di sampingnya."Tapi, aku juga tak boleh egois. Bagaimanapun juga kami sudah menjadi keluarga. Jika salah satu tak ada yang mengalah. Bisa-bisa, rumah tangga akan kan
"Kamu bilang sama bara, Sher. Tak usah lagi merenovasi rumah kita ini. Yang ada, banyak orang jahat yang mengincar isi rumah kita ini!" Perkataan kak manda mengingatkannya kembali.Dengan cepat, jemari tangannya meraih stik golf milik sang ayah yang selalu ia simpan dalam kamar.Melangkah mengendap-endap menghampiri seseorang yang mencoba membobol rumahnya."Aku tak akan membiarkanmu masuk ke sini! Dan aku akan pastikan tanganmu tak bisa ...," kata shera terhenti. Dua bola matanya terbelalak kaget. Jemari tangannya dengan spontan menurunkan stik golf tersebut. Semangat empat lima yang bersiap menjatuhkan pencuri mendadak pupus melihat orang yang ia tuduh sebagai pencuri itu adalah bara, suaminya sendiri."Apa kamu berniat membunuh suamimu sendiri?" tanya bara menutup jendela itu kembali.Shera menghela nafas panjang. Ia meletakkan kembali stik golf tersebut tepat di atas meja rias miliknya. "Ngapain kamu ke sini?" Shera duduk tanpa menatap ke arah bara.Bara meneguk salivanya dengan p







