Share

Suamiku adalah Musuh bebuyutanku
Suamiku adalah Musuh bebuyutanku
Author: Suzy Ru

Perjanjian

Author: Suzy Ru
last update Last Updated: 2025-07-30 05:15:43

"Ayah menjaminkan salah satu di antara kita untuk melunasi hutangnya. Dan syarat itu adalah menjadi istri pak David. Kamu tau sendiri kan, kakak sudah mempunyai mas Adit. Dan tak mungkin juga kakak meninggalnya. Untuk itu, kakak berharap kamu yang menjadi istri pak David. Ok!"

Sebuah chat Amanda seketika membuat Shera tak mampu menahan air mata yang terkumpul di pelupuk mata. Jemari tangannya mengepal mengimbangi rasa sakit yang begitu menyesakkan dada.

"Bisa-bisanya dia berkata seperti itu tanpa harus berbicara terlebih dahulu padaku," gumam batin Shera menahan rasa amarahnya."Tidak-tidak! Itu semua tak boleh terjadi. Dulu, ayah pernah bercerita kalo pak David sangat sayang pada istrinya dan tak mungkin juga jika beliau menjadikanku sebagai istri keduanya. Ya, itu tidak mungkin? Mungkin saja, ini hanya akal-akalannya kak Manda untuk tidak membantuku membayar hutangnya ayah." Shera mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Mencoba tersenyum meski hatinya tak karuan jika teringat dengan pernyataan sang kakak yang jelas-jelas akan merusak masa depannya."Dan, kalaupun persyaratannya seperti apa yang di bilang kak Manda, aku akan mencoba berbicara dengan pak David untuk mengubah persyaratan yang konyol itu."

Tok tok tok

Shera menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka lebar. Dahinya mengernyit, bibirnya merapat saat melihat sosok orang yang tak lain adalah orang suruhannya pak David, berdiri tersenyum ke arahnya.

Setengah jam kemudian, Shera duduk termenung. Bibirnya merapat seraya menatap selembar kertas yang menjadi bukti perjanjian antara sang kakak dengan pak David.

"Lima ratus juta? Bagaimana bisa dia meminjam uang sebanyak ini? Bukankah pengobatan ayah selama ini hanya ...," kata Shera mendesah sebal.

"Sungguh keterlaluan! Bisa-bisanya dia menjaminkan masa depanku untuk masa depannya!" umpat Shera dalam hati sembari mendongak menatap kembali ke arah orang suruhan pak David yang masih duduk di depannya.

"Saya harap Anda tidak seperti kakak anda, Nona. Tolong kerjasamanya!" harap orang suruhan pak David yang mungkin seumuran dengan almarhum sang ayah.

"Apa sekarang, saya bisa menemui pak David?" tanya Shera hati-hati. Berharap orang itu mau membantunya.

***

Shera terdiam duduk terpaku seorang diri. Dua bola matanya berputar mengamati sekeliling rumah mewah yang merupakan milik pengusaha ternama di kota Malang tersebut.

Sejenak, dua bola manik mata indahnya tertuju ke arah foto keluarga yang terpampang jelas dan besar di dinding rumah. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa ketika melihat seseorang yang sangat tak asing baginya.

"Bara! Bukankah itu Bara Abisatya?" tanya Shera dalam hati. Alisnya bertaut, bibirnya merapat ketika teman sekelasnya dulu ternyata adalah bagian dari keluarga pak David."Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?" lirihnya seraya membuang nafas."Wait! Apa dia putranya pak David atau jangan-jangan dia itu menantunya pak David?" tanya Shera menerka-nerka saat ada wanita cantik yang berdiri di samping Bara.

"Ya Tuhan, kalo benar persyaratan itu terjadi. Otomatis, aku akan menjadi ibu tiri atau ibu mertua bagi Bara. Oh, tidak!" gumam shera bergelut dalam batin."Sungguh! ini semua mimpi buruk untukku! Setelah bertahun-tahun, aku mengobati luka traumaku ini tiba-tiba aku harus berurusan dengan orang yang dulu menindasku habis-habisan."

Sesaat, ia mendongak. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah lelaki tua bertongkat menuruni anak tangga seraya mengembangkan senyum yang teramat manis.

"Apa itu pak David?" tanya shera tak percaya jika orang yang meminjamkan uang pada keluarganya yang usianya terbilang jauh lebih tua dari sang ayah."Ya Tuhan, apa iya aku akan menikah dengan lelaki yang usianya sudah terbilang aki-aki?"

Shera tak berhenti berucap dalam hati. Dadanya terasa sangat sesak saat melihat kenyataan pahit yang datang menghampirinya.

"Jadi, kamu adiknya Amanda?" tanya pak David yang begitu mengenal sang kakak.

"Iya, Pak! Saya Shera Anjani!" kata Shera memperkenalkan dirinya seraya menatap pak David yang mulai duduk di depannya.

"Shera Anjani?" tanya pak David mengernyit heran mendengar namanya.

"Maafkan saya sebelumnya, Pak. Sebenarnya, kedatangan saya kemari hanya ingin melakukan negosiasi dengan bapak," tutur Shera begitu hati-hati.

"Negosiasi?" pak David mulai bingung dengan apa di katakan perempuan yang seumuran dengan putranya.

"Tentang persyaratan itu, saya benar-benar tidak mau memenuhinya, Pak. Saya tak tau apa-apa tentang semua ini!"

Pak David menghela nafas panjang. Jemari tangan kanan dan kirinya menyatu seraya menatap ke arah Shera yang memohon.

"Lalu? Jika kamu tidak mau memenuhi persyaratan itu, bagaimana uang itu? Kakakmu tak mau tanggung jawab dan ayah kamu juga sudah tiada."

"Saya akan tanggung jawab untuk mengembalikan uang itu, Pak. Dan saya akan menyicilnya setiap bulan," ucap Shera mencoba tersenyum di atas rasa takut yang mulai datang menguasainya.

"Menyicilnya?"

"Ya, saya akan menyicilnya!" ucapnya dengan pasti.

"Maaf, cantik! Saya tak mau menunggu terlalu lama lagi! Saya ingin kamu memenuhi persyaratan itu atau kamu masuk dalam jeruji besi seumur hidup!"

Senyum Shera hilang seketika. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat perkataan yang tak di harapkan keluar dari mulut pak David.

"Tapi, Pak!" kata Shera terhenti.

"Percayalah! Masa depanmu akan cerah jika kamu memenuhi syarat itu," tutur Pak David mengedipkan mata seraya tersenyum ke arahnya. "Apabila di kemudian hari tak ada kecocokan, kamu bisa melakukan gugatan perceraian. Dan, pernikahan itu harus melewati lima tahun lamanya. Tapi, saya yakin kamu tidak akan melakukannya!"

Shera tercekik. Untuk kesekian kalinya ia harus berhadapan dengan lelaki yang bermata jelalatan.

"Tamat sudah riwayatku! Ya Tuhan, haruskah aku menikah dengan dia? Dan, lima tahun lamanya, aku baru bisa terlepas dalam pernikahan ini. Sungguh, tak ada pilihan yang baik untukku," gumam batin Shera menahan air mata yang seakan sulit untuk keluar.

"Pulanglah! Ambil barang berhargamu dan tinggallah di rumah saya sebelum pernikahan itu berlangsung. Ok!"

Shera tak mampu berucap. Bibirnya seakan beku dan tak mampu berucap saat kata pernikahan terdengar olehnya.

***

Bara Abisatya menoleh ke arah Shera keluar dari rumah sang ayah. Membuka kaca mata hitamnya seraya menatap ke arah Shera yang masuk ke dalam mobil milik sang ayah.

"Kamu sudah pulang?" Suara pak David seketika mengalihkan pandangan Bara.

"Iya!" jawab Bara berjalan menghampiri sang ayah.

"Bagaimana menurutmu? Apa kamu suka dengan wanita yang barusan pergi?" tanya pak David berharap sang putra tertarik dengan pilihannya.

"Jika itu pilihan ayah, lakukanlah!" ucap Bara memasuki rumah yang sudah terbuka lebar itu.

"Yes! Akhirnya dia mau menyetujuinya!" gumam pak David merogoh ponsel yang berada dalam saku celananya. Dengan mata mengernyit, jemari tangannya mulai mencari nama seseorang yang akan mengurus pernikahan itu.

"Halo, Diandra. Besok kamu urus semuanya! Saya tak mau ada kesalahan yang terjadi!" ucap pak David penuh penekanan.

"Baik, Pak!" jawaban yang keluar dari balik benda layar pipih tersebut.

"Ok!" Pak David mematikan ponsel miliknya. Senyumnya mengembang saat apa yang ia inginkan akan segera terjadi.

"Tak sabar menanti hari esok!" kata pak David memasuki rumahnya kembali.

Sedangkan Shera harus meratapi kesedihan yang teramat dalam dengan kenyataan yang ada.

"Kenapa harus menikah dengan pak David? Apa kata orang nanti jika tau kalo aku menikah dengan seorang aki-aki?" gerutu Shera seorang diri. Helaan nafas keluar dari hidung mancungnya. Mencoba memejamkan mata saat isi kepalanya penuh dengan pertanyaan.

Shera membuka kedua matanya kembali.

"Tapi, kenapa ini harus terjadi padaku? Dan kenapa aku harus menikah dengan ayahnya Bara?" Shera meneteskan air matanya kembali. Rasa sakit yang terpendam sekian lama seakan kembali lagi."Daripada aku mati pelan-pelan berhadapan dengan Bara, apa lebih baik aku mendekam dalam penjara saja?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    rindu seorang ibu

    "Kamu harusnya sadar diri. Jika perceraian itu tiba, jangan menuntut apa-apa lagi. Setidaknya, kamu dan keluargamu berterimakasih pada kami karena sudah melunasi hutang dan memberikan fasilitas yang layak. Dan apabila kamu melahirkan anak, sudah pasti kamu mendapatkan hadiah lebih dari istriku. Jadi, aku peringatkan sekali lagi. Untuk sadar diri!" Perkataan pak David sebelum pernikahan terjadi terlintas kembali dalam benaknya.Shera tersenyum saat Bara tiba-tiba melihatnya. Sosok lelaki yang dulu sangat ia benci kini telah mengisi relung hatinya. "Saling memiliki dan saling mencintai. Dia bilang seperti itu padaku! Tapi, tetap saja sepuluh tahun ke depan perceraian datang menanti. Gara-gara sebuah perjanjian, aku harus menelan kebahagiaanku bersamanya. Entah apa sebenarnya yang ia sembunyikan padaku, sampai-sampai dia tak mampu melawan perjanjian yang telah ditetapkan oleh pak David. Sebelum merubah isinya kembali, setidaknya dia berbicara dulu denganku. Mengubah salah satu perjanjia

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Masalah shera

    Mama Dewi mendongak. Bibirnya merapat mengimbangi rasa takut yang datang menghampiri."Aduh! Papa bangun lagi," gumam mama dewi memasukkan foto itu kembali ke dalam laci meja.Sesaat, ia menoleh. Bernafas lega saat sang suami tidur kembali."Syukurlah! Papa tak mendengarnya," ucap mama Dewi kembali merebahkan tubuhnya. Perlahan, jemari tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Kedua matanya mengerling menatap ke arah atas seraya mengingat kenangan indah saat bersama Rony, anak angkat Mana Dewi dan pak David sebelum mempunyai Kiara dan Bara."Rony, mama sangat merindukanmu, Nak!" gumam batin mama Dewi memejamkan kedua mata. Meneteskan air mata yang tertahan di pelupuk mata. Rasa rindu yang membuncah terasa begitu sakit hingga menusuk hati."Semoga saja, waktu bisa mempertemukan kita kembali!" harap mama dewi.****Shera menyeringai melihat bara yang begitu sibuk dengan pekerjaannya. Melangkah perlahan sembari membawakan secangkir kopi untuk sang suami tercinta."Apa masih lam

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Rindu yang tak tertahankan

    "Kevin, siapkan mobil!" Suara bara terdengar dari balik handphone Kevin.Kevin terbangun. Baru saja ia merebahkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa lelah. Tiba-tiba, ada perintah yang menghampiri."Buat apa, Mas?Bukankah jadwal acaranya besok pagi?" tanya Kevin mencoba mengingatkan."Batalkan semua! Kita pulang ke Malang sekarang juga!" Bara mematikan ponselnya seketika.Kevin mengernyit heran. Sejenak, ia berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga besar atasannya itu. Sampai-sampai, menyuruhnya untuk pulang secara tiba-tiba."Digo juga tak ada kabar. Biasanya, kalo ada masalah dengan keluarga besar, digo selalu memberi kabar padaku," ucap Kevin berpikir sejenak."Apa jangan-jangan mbak Shera kenapa-kenapa?"Drt ... Drt ...Kevin beranjak dari tempatnya. Bergegas berlari keluar dari kamar, saat panggilan bara tertuju kembali padanya.Sepanjang perjalanan, Bara mendesah sebal saat Pikirannya selalu tertuju ke arah shera. Kedua matanya memicing ke arah depan yang macet total.

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Keyakinan Manda

    "Dokter salah paham. Dia bukan suami saya," tutur Shera mencoba menjelaskan. Namun percuma saja. Dokter itu melangkah menjauh darinya saat ada panggilan mendesak yang datang."Huft!" Helaan nafas keluar dari mulut dan hidung mancungnya. Duduk kembali sembari menjinjing rok panjang yang ia kenakan. Memastikan keadaan kaki kirinya yang terluka."Pantes saja, masih nyeri. Ternyata, lukanya sepanjang ini," gumam Shera menutup kembali rok panjangnya.Sesaat, pandangan matanya beralih ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Hampir satu jam berlalu, ia duduk seorang diri menunggu orang yang telah ia tolong."Kenapa tak ada satupun keluarganya yang ke sini? Apa mungkin ...," kata shera terhenti saat ada seseorang lelaki yang datang menghampiri."Apa Anda yang menghubungi saya menggunakan handphonenya pak Rony?" tanya lelaki tersebut yang merupakan sopir pribadi."Iya. Ini dompet dan handphone beliau," ucap Shera menyerahkan dompet coklat kecil dan benda layar pipih yang te

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    curahan hati Adit

    "Jika ada waktu, kamu ke sini, ya! Kakak butuh kamu," sebuah chat manda yang mengingatkan Shera kembali."Apa karena ini? Kak Manda memyuruhku ke sana?" batin shera bertanya. Memicing ke arah wanita yang terus saja melingkarkan tangan di lengan sahabatnya itu."Mas Adit, ada banyak hal yang perlu kita bicarakan!"Shera mendesah sebal. Memalingkan muka dan tak ingin melihat sikap manja yang keluar dari kekasih baru sahabatnya itu.Melangkah pergi meninggalkan mereka berdua yang masih saja berdiskusi.Lima menit sudah, Shera duduk seorang diri. Menunggu seseorang yang seharusnya bisa menyelesaikan beberapa pertanyaan yang bergelut dalam pikirannya.Shera mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa ketika Adit mulai datang dan duduk di sampingnya."Shera!" "Bagaimana dengan kak Manda, Mas?" Shera menoleh. Tersirat jelas, adit menunduk dan tak mampu menatapnya. Seakan rasa bersalah mulai datang menyelimuti diri lelaki berusia dua puluh tujuh tahun tersebut."Mas Adit telah putus d

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Dua hari sendiri

    "Maaf, telah membuatmu menunggu lama!" ucap Devan yang seketika mengejutkan bara.Dahi bara mengernyit heran melihat sikap Devan yang sangat berbeda dengan dulu. Senyum bara mengembang. Ia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan guna menyambut kedatangan klien besarnya itu."Bagaimana kabar kamu?" tanya Bara."Seperti yang kamu lihat! Aku baik-baik saja. Bagaimana kabar kamu? Denger-denger, kamu sudah menikah, ya?" tanya Devan penasaran."Duduklah!" pinta Bara mempersilahkan Devan."Sebelum membahas tentang kehidupan pribadi kita, kita bahas tentang pekerjaan terlebih dahulu," tutur Bara yang bersiap menjelaskan tentang masalah yang terjadi.Kevin menyerahkan laporan yang sudah di siapkan sebelumnya kepada bara."Apa yang perlu kita bahas? Bukankah proyek kita lancar-lancar saja?" Pertanyaan Devan seketika membuat Bara dan kevin mengernyit heran. "Bukankah kamu mengirim email kalo ada kekeliruan dalam masalah keuangan?" Bara memastikan."Hahahahaha. Sorry, Bro. Sekali lagi, sorry

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status