.
.
“Kamu memiliki tubuh gemuk dan wajah kusam tidak terawat begini, kok bisa nikah sama anak juragan sawah?”
Aila menundukkan kepalanya, ucapan menyakitkan seperti itu, tidak sekali dua kali dia dengar, tapi sudah sangat sering.
Dia adalah wanita berusia 27 tahun yang baru menikah selama satu tahun dengan pria 25 tahun yang merupakan anak dari orang yang memiliki banyak sawah dan terkenal kaya di kampungnya.
Aila tersenyum tipis, kemudian pamit setelah semua sayur dan bahan masakan lain sudah dia beli. Aila selalu ramah dan tersenyum pada orang lain, namun dia adalah wanita pendiam yang tidak mudah bergaul.
Yang tadi bertanya adalah Nina, janda anak satu yang suka sekali gonta ganti pasangan. Nina masih tinggal bersama kedua orangtuanya yang sebenarnya cukup mapan, karena mereka juga memiliki toko kain di pasar. Mantan suami Nina bukanlah pria kaya raya, jadi setelah si suami meninggal, tidak banyak yang bisa Nina dapatkan, selain rumah kecil milik suaminya yang sudah dia jual.
Menurut Aila, Nina memang cantik, tubuhnya bagus, dia juga cukup merawat wajahnya dan pakaiannya juga bagus-bagus.
Memang jika dimata orang lain, Aila cukup beruntung karena suaminya anak orang kaya, tapi, orang-orang itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah tangga Aila.
“Belanja sayur aja lama banget! Cepet masak sana, aku udah laper nih, punya mantu satu aja gak becus,” Aila menoleh pada ibu mertua tirinya yang menunggu di depan rumah, duduk santai sambil mengipasi dirinya dengan kipas berbulu yang cantik, suvenir dari pernikahan sepupu suami Aila sekitar dua bulan lalu.
Ibu kandung suami Aila sudah meninggal, lalu mertuanya menikah lagi dengan wanita yang lebih muda, umurnya hanya berjarak lima tahun dari suami Aila, atau tiga tahun lebih tua dari Aila sendiri.
Mirip-mirip dengan Nina yang selalu perawatan dan sering pergi ke salon untuk merawat rambutnya.
Mereka cantik, beda dengan Aila.
“Sebentar lagi Ma, Aila akan masak sambal goreng hati ayam seperti yang mama inginkan” ucap Aila.
Sari, ibu mertua tiri Aila hanya tersenyum puas.
“Jangan lupa jus mangganya, pake susu ya!”
“Iya, Ma!”
Aila pun buru-buru pergi ke dapur untuk menjalankan perintah ibu mertuanya. Meski Sari hanya berjarak tiga tahun dari Aila, dia maunya dipanggil mama. Sari juga tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, bersih-bersih, semuanya Aila yang lakukan.
Akan tetapi, Aila juga bekerja di rumah, demi menambahi uang rumah tangga yang sedikit sekali.
Rendy, suami Aila, hanya memiliki gaji 2,5 juta rupiah. Meski dia anak pemilik sawah yang banyak, tapi Rendy yang selalu dimanja sejak kecil itu tidak meneruskan sekolah, hanya sampai lulus SMA saja, jadi dia pun hanya bisa bekerja di pabrik, itupun dia masuk karena temannya.
Rendy mulai giat bekerja setelah mau menikah, katanya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Akan tetapi, yang terjadi tidak sesuai dengan janji-janji Rendy.
Memang awalnya Rendy memberikan dua juta gajinya pada Aila untuk keperluan rumah tangga dan lain-lain, tapi sejak ada Sari, semuanya berubah.
Aila hanya diberi uang satu juta rupiah, padahal biaya listrik, air dan lain-lain, Aila yang suruh membayar.
Ibunya Rendy meninggal satu bulan setelah pernikahan Aila dan Rendy, lalu ayahnya Rendy menikah lagi lima bulan setelahnya. Dan sejak itulah, Rendy berubah.
“Ini Ma, jus mangganya” Aila meletakkan jus mangga di gelas tinggi untuk Sari di meja depan Sari.
Sari hanya menggumam lalu mengusir Aila dengan gerakan tangannya.
Meski diperlakukan seperti pembantu, Aila hanya bisa bersabar di sana, tidak banyak yang bisa dia lakukan.
Tidak ada tempat baginya untuk bercerita, selain karena Aila malu membeberkan rumah tangganya yang kacau, tidak ada yang berada dalam pihak Aila.
Orang-orang selalu berkata itu salah Aila jika Rendy belum bisa mencintainya, Aila saja jarang berdandan.
Ayolah! Bagaimana bisa Aila berdandan? Selain mengerjakan pekerjaan rumah, dia masih harus bekerja, menghadap laptop setiap hari sampai berkali-kali dia mengalami stress.
Karena stress itulah, Aila bahkan sempat keguguran, lalu tidak pernah ada tanda-tanda hamil lagi. Rendy pun, berhenti melakukan hubungan suami istri setelah Aila keguguran.
Alasannya, dia tidak nafsu, dia capek bekerja, dan lain-lain.
Akan tetapi, Aila mengetahui satu hal... Rendy berbohong padanya.
Ayah mertua Aila itu memiliki rumah di samping rumah Rendy, dan beliau sakit-sakitan, tidak bisa banyak bergerak. Jika hari ini bisa jalan-jalan, keesokan harinya, dia akan sakit lagi selama seminggu. Penyakitnya juga komplikasi.
Aila yang biasanya mengantar ayah mertuanya pergi ke rumah sakit, kemudian rawat inap selama beberapa hari.
Beberapa sawah juga dijual demi biaya pengobatan ayahnya Rendy.
Sari? Mana mau dia pergi mengantar suaminya, alasannya, dia tidak bisa naik motor. Padahal biasanya sore-sore ngebut pergi ke salon dengan Nina.
Sesungguhnya Aila tidak tahan disana, tapi orangtua Aila sendiri ingin Aila mempertahankan pernikahannya yang memang masih tergolong baru, baru juga satu tahun.
Hari telah berganti malam, Aila sudah menyiapkan makan malam yang enak.
Aila lulusan SMK tata boga, dia juga sempat kuliah tata boga beberapa semester, dia harus berhenti demi keluarganya, lalu mulai bekerja membuat blog makanan. Aila bersyukur pengetahuannya bisa membuat dia mendapatkan paling sedikitnya seratus USD atau kira-kira 1,5 juta sebulannya. Lumayan untuk tambahan uang belanja.
Aila sudah mendengar motor suaminya dari dua puluh menit yang lalu, tapi Aila bingung karena belum ada tanda-tanda suaminya datang ke rumah.
Apa mungkin ada di rumah ayahnya?
Tapi, ayah mertua Aila baru rawat inap sehari yang lalu, belum Aila jemput karena dokter mengatakan akan dirawat selama satu minggu, Aila juga sudah menjenguk tadi siang.
“Mas Rendy kemana sih?” gumam Aila, mulai tidak sabar, dia juga mau makan karena lapar. Sedangkan jika Aila makan duluan, Rendy akan marah-marah sampai memukul Aila.
“Mas? Apa mas Rendy ada di rumah ayah?” tanya Aila, dia mengetuk rumah ayah mertuanya berkali-kali, tapi belum juga ada sahutan.
“Mas?”
Aila pun terdiam, berusaha untuk berpikir, diapun menoleh pada motor suaminya yang masih terparkir di depan rumah.
Setelah suasana sore itu hening, Aila mendengar ada suara ribut dari dalam rumah.
Derit ranjang juga terdengar jelas sekali.
“Ahhn! Iyaahh lebih cepat Ren!”
“Kakak makin hari makin seksi aja sih, Rendy jadi ga tahan kan...”
“Ahh – Rendy nakal ih! Jangan diremas gitu!”
“Kakak suka kan diremas kayak gini.”
“Ren! Aahhn!”
Lutut Aila bergetar mendengarnya, air mata tak kuasa dia tahan lagi.
Tidak sekali dua kali Aila mendengar suara seperti itu, terutama jika ayah mertua sedang rawat inap.
Jika ditanya, Rendy bilangnya dia cuma nonton film biru, atau, itu cuma suara tetangga aja.
Rendy lupa jika Aila tidak mudah dibodohi.
Rasa sesak di dada Aila bertambah, rasa sakit yang sudah dia bendung lama kian lama kian besar dan bisa meledak kapanpun.
TOK TOK TOK
Aila mengetuk pintu rumah ayah mertuanya lebih keras.
Tidak lama kemudian terdengar suara-suara ribut.
“Sepertinya itu istri gendutmu Ren!”
“Sialan, dia lagi!”
“Gak apa-apa, ronde kedua nanti lagi ya?”
Mereka bertingkah seakan Aila tidak memiliki telinga sama sekali.
Sari membuka pintu, dia hanya mengenakan handuk dengan penampilan berantakan dan berkeringat.
Hati Aila teraduk-aduk melihatnya, tapi dia berusaha untuk menahan diri.
“Mas Rendy ada disini, ma?”
“Iya, kenapa? Dia pikir ada ayahnya, tapi dia lupa jika ayahnya dirawat inap, jadi dia numpang mandi deh, makan malam udah siap kan?”
Aila mengangguk pelan, “udah, kalo mas Rendy udah selesai, bilang kalo aku pergi ke rumah sakit lagi, dokter memanggil, dia bilang aku harus pergi menemani ayah” ucap Aila, jelas dia berbohong.
Sari tersenyum sangat lebar mendengarnya, “oh gitu? Minta tolong ya, Aila... nanti makannya kami makan kok, tenang aja, cepet pergi ya, nanti ayahmu nunggu kan gak enak!”
“Iya, ma.”
Aila pun cepat-cepat kembali ke rumahnya, merapihkan penampilan ala kadarnya, lalu meraih kunci motor matic yang dia beli sendiri dengan uang tabungannya.
Setelahnya, Aila pun berkendara di tengah hiruk-pikuk kota Probolinggo. Dia tidak tahu harus pergi kemana, dia bingung sekali.
Haruskah dia menginap di hotel setempat?
.
.
Aila jarang sekali pergi berkemah, dulu pernah pergi dengan Gavin, hanya berdua saja, itupun hanya di belakang rumah nenek mereka.Sebenarnya dulu Aila iri melihat adiknya yang bisa bebas kemana saja, memiliki banyak teman. Jauh berbeda dengan Aila.Banyak juga gadis yang menyukai Gavin, itu juga membuat Aila iri. Dia hanya ingin tahu rasanya disukai oleh seseorang, sekali saja.Dan saat keinginan dia dikabulkan, malah ada dua orang yang mengaku jika menyukainya."Kak, kenapa diam aja disini?" Tanya Travis.Aila yang hanya duduk di depan kompor portabel sambil membuat s'more, menoleh pada Travis.Lelaki tampan yang memiliki mata tajam dan bibir mungil itu sedang berjongkok sambil menatap Aila.Bahkan saat Travis jongkok saja, Aila masih lebih mungil darinya. Aila bengong karena dia sedang berpikir 'mengapa anak-anak yang lebih muda darinya bertubuh besar-besar?'"Kak?" "Oh, aku lagi buat s'more, ini lho... Marshmallow yang dibakar, terus diapit diantara biskuit coklat, kamu coba deh
Aila membuka matanya perlahan. Matanya terasa berat, dan saat dia mencari cermin, dia melihat kedua matanya sudah membengkak, wajahnya pun sedikit membengkak.Menurut cara yang Aila tahu, dia hanya harus mengompresnya dengan air hangat atau kompres dingin. Aila memilih kompres dingin, baru kemudian menempelkan irisan mentimun pada matanya, sambil kembali rebahan di ranjang.Tanpa Aila sadari, dia kembali terlelap.Dalam tidurnya, teringat kembali kehidupan pernikahan yang menyakitkan bersama Rendy.Saat itu Aila masih gemuk, dia harus merasakan tatapan jijik dari suaminya. Setiap hari suaminya berkata padanya, "cewek gendut kayak kamu tuh, siapa sih yang mau nikahin kali bukan aku? Aku tuh kasihan sama kamu, harusnya kamu bersyukur punya suami kaya aku yang mau Nerima kamu apa adanya, iya kan? Coba sekarang sebutin, pernah pacaran nggak? Enggak kan? Hahaha, itu karena kamu udah kayak babi, kayak buldozer tahu nggak. Ya nggak aneh lah kalo aku nggak mau nyentuh kamu lagi, makanya diet
Alexa menepuk bahu kakaknya, Alex, lalu berbisik di telinganya, "kak, aku itu bukannya ingin mengejar Ricky, tapi aku ingin mengawasinya, karena aku tahu dia suatu saat akan berbuat yang lebih dari hari ini pada kak Aila."Alex hanya bergeming, dia tidak bisa mengatakan apapun untuk mengiyakan atau membantah adiknya, karena dia sendiri juga tidak tahu apakah adiknya berbohong atau tidak.Kemudian Alexa berdiri, mengambil sesuatu dari laci warna putih yang ada di meja, lalu memberikannya pada Alex."Lihat ini, aku menemukan foto-foto ini di kamar Ricky, dan itu hanya sebagian. Ricky memotret kak Aila diam-diam dan memandanginya tiap malam, aku melakukan ini semua untuk mu Alex... Aku tidak menyukai Ricky!"Alex memeriksa semua foto yang Alexa berikan padanya. Memang sebagian foto dipotret secara diam-diam, tapi sebagian lainnya pernah Alex lihat di ponsel Aila sendiri, entah itu diposting atau tidak."Tapi aku tahu kamu menyukai Ricky, Alexa... Kamu tidak perlu mengelak hal itu, karena
"Kak, kamu kenapa?"Gavin yang baru saja sampai di apartemen harus dikejutkan dengan Aila yang menangis di kamarnya tanpa suara, hanya terdengar suara ingus yang dibersihkan dengan tisu.Aila menoleh pada adiknya sebentar, lalu menggeleng pelan. Gavin menghela nafas berat. Aila memang sudah biasa memendam sendiri semua masalahnya, apa yang dia pikirkan, apa yang orang lain katakan padanya. Itu karena dari kecil, tidak ada yang mau mendengarkan ceritanya, bahkan saat ingin bercerita pada ibunya, yang ada Aila malah dibentak.Meski begitu, Aila selalu menjadi pendengar yang baik bagi adik-adiknya, Gavin juga sering bercerita pada Aila.Jadi, Gavin tidak mau membiarkan kakaknya seperti itu terus."Kak, ayo cerita... Jangan dipendam sendiri, nanti malah stress dan jadi jerawat, kulit jadi kusam, bukankah kakak bilang gitu kemarin?"Gavin duduk ditepi ranjang, tersenyum lembut pada kakak perempuannya.Aila beringsut mendekati Gavin, lalu memeluk adiknya erat, kemudian menangis lagi disana.
Ricky menghapus sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya, lalu dia menyeringai pada Alex."Ada apa bro? Aila ada disini, dia baik-baik saja, tidak perlu terburu-buru." Ucap Ricky santai.Dia sudah meminta Aila untuk sembunyi, karena awalnya Ricky mengira yang datang Alexa, karena jika Alexa yang datang, dia bisa mencelakai Aila."Tidak perlu pura-pura baik, aku sudah tahu tabiat burukmu, kau berpura-pura menjadi temanku tapi menusukku dari belakang!" Alex menunjukkan rekaman video yang Alexa kirimkan pada Ricky, membuat Ricky menaikkan satu alisnya."Ah, jadi dia menaruh kamera disana, aku akan membuangnya nanti. Katakan pada adikmu untuk tidak terobsesi denganku, aku hanya menyukai Aila—"Alex kembali berniat memukul Ricky, tapi Ricky dengan cepat menghindar dan menarik lengan Alex, menahannya dibalik punggung."Hei lepaskan aku!"Alex yang saat itu sedang kelelahan karena pekerjaannya, bisa kalah dengan Ricky dan dia merasa sangat kesal."Tidak, tunggu, kau harus menenangkan di
Saat itu Alex memiliki banyak pekerjaan, dia membantu dokter senior untuk menangani beberapa pasien. Dokter senior itu sangat menyukainya, jadi dia selalu meminta Alex untuk datang. Alex juga senang, dia jadi bisa banyak belajar dari dokter tersebut.Tapi akhir-akhir ini Alex diberi tugas lain, untuk membantu seorang dokter forensik yang sudah sangat terkenal, untuk menangani suatu kasus yang diduga rencana pembunuhan. Korbannya adalah selebriti, makanya tidak semudah itu.Maka dari itu, Alex jadi sangat sibuk. Padahal dia ingin sekali menemui Aila. Perasaannya tidak enak saat itu, ketika tiba-tiba ada Lexa, adiknya, menelfonnya.(Kak Alex!) Ucap Lexa dengan ceria setelah Alex akhirnya menerima panggilan tersebut."Iya, Lexa ada apa? Bagaimana dengan kerja pertamamu di cafenya Aila? Apa kamu sudah pulang?"Lexa bergumam kecil, (hmm, aku baru saja pulang dan aku ingin mengatakan sesuatu padamu, kamu mau mendengarkan ku kan, kak? Kita memang tidak seakrab itu, tapi aku tetap menyayangim