Share

Bab 5. Cium

Author: Nafish Grey
last update Last Updated: 2025-08-14 14:56:01

Butuh waktu setengah jam sampai Lote menuntaskan hajat hidupnya. Ia perlahan membuka pintu, mengintip keluar.

"Untung udah pergi." Lote mengelus dada lega. Ia buru-buru kembali ke kamar kost Avril.

"Loh!" Lote tak mendapati Avril berada dalam kamar. "Kemana tuh an@k?" Gadis itu beranjak ke balkon mencari Avril.

Ia mendengar suara tawa Avril dan orang lain.

"Nah itu dia, baru juga diomongin udah nongol." Avril melambaikan tangan melihat kehadiran Lote. "Gue bilang mau kenalin lo sama an@k Silver Bullets 'kan?"

Lote mengangguk pelan, tersenyum ramah pada beberapa pemuda yang menyapanya. Sampai matanya menangkap sosok yang dia kenali. OMG! Pemuda yang mendengar suara kentutnya.

"Ini Darren, pemimpin The Silver Bullets," ujar Avril, menepuk lengan si pria.

Lote berharap ubin di bawah kakinya retak dan menelannya hidup-hidup saking malunya.

"Semangat ya," ucap Darren sambil terkekeh melihat betapa merahnya wajah Lote.

Oh fu©k! Lote tak tahu harus menanggapi apa. Sialnya lagi, senyum pria itu begitu memesona.

Wajah Darren tampan, rahang tegas, hidung lurus, dan bibir tipis yang jarang tersenyum, tapi ketika senyum itu muncul, meski hanya seulas, tapi mampu menangkap atensi orang. Sepasang mata kelamnya bagaikan malam tanpa bintang, dingin dan berbahaya.

Tubuhnya tegap dan tinggi, dibalut jaket kulit hitam. Rambut hitamnya sedikit berantakan, terjatuh menutupi dahi, membuat sorot matanya semakin dalam.

Tato samar mengintip dari balik kerah bajunya. Suaranya juga dalam dan berat, terdengar sangat seksi.

"Lo ga ingat sama gue?" tanya Darren tiba-tiba.

"Eh, kalian saling kenal?" Avril menunjuk wajah kedua temannya.

"Ga!" sangkal Lote.

Darren tertawa kecil, tangannya tiba-tiba menjangkau belakang kepala gadis itu. "Ingat sesuatu?" tanyanya lagi saat hidung mereka hampir bersentuhan.

Para pemuda lain ber-oh heboh melihat aksi romantis tersebut, termasuk Avril.

Lote mengedip, satu kali, dua kali, tiga kali, dan boom! Dia ingat wajah pemuda yang ia ci-um di diskotek. Tak salah lagi, orang tersebut adalah Darren, pemimpin Silver Bullets.

"I-itu ... lo-lo?" Lote merasa lidahnya kelu.

"Ya." Darren mengangguk dan tersenyum geli melihat ekspresi gugup Lote. "Gue kaget ada gadis yang berani banget nyium bibir ini." Dia mengelus bibirnya sendiri, membuat Lote menelan saliva malu.

"Cie! Kirain mau dikenalin udah ciu-man aje," goda Avril sambil tertawa cekikikan. "Dah guys! Kasih ruang buat mereka." Dia mengajak para pria meninggalkan balkon.

"Eh, Vril!" Lote ingin mencegah Avril pergi, tapi temannya mengedipkan mata dan memberi isyarat semangat padanya.

Tinggallah dia berdua saja dengan Darren.

"Ga nyangka loh kita bakal ketemu lagi." Darren menarik kursi untuknya.

Lote duduk, canggung. Hatinya menjerit kecil, antara excited, malu, juga kagum. Gadis itu menganggap kesialannya barusan berubah menjadi keberuntungan.

"Lo suka minum ya?" tanya Darren.

"Hah?! Enggak! Baru juga kali itu, per-pertama kali."

"Oh, lain kali jangan minum di luar lagi ya."

"Ke-kenapa?" Oh sial! Setiap kali memandang mata tajam Darren, jantung Lote sudah seperti genderang perang.

Kepala Darren mendekat lagi, napas panasnya yang berbau mint dan rokok menerpa penghidu Lote. "Jangan nyium cowok lain selain gue."

Uhuk! Lote langsung batuk di wajah Darren, tak menyangka pemuda tampan ini terang-terangan mengg0danya.

"So-sorry! Ga sengaja! Aduh, ada ludahnya!" Panik, Lote buru-buru mengelap wajah Darren dengan lengan bajunya.

Tanpa aba-aba, Darren langsung menempelkan wajahnya ke wajah Lote dan mengg3sek lembut. "Neh, kubalas." Ia tertawa keras.

"Ih! Iw! Darren!"

Darren langsung berdiri, mengelak pukulan Lote. Keduanya kejar-kejaran di balkon sambil tertawa bahagia.

Lote tak menyangka jika cinta akan menghampirinya hari itu. Gadis yang terkungkung dengan begitu banyak peraturan dan harapan orang tuanya, yang tak pernah merasakan debaran dari lawan jenis, kini terpaku saat kakinya terpeleset dan tubuhnya ditangkap Darren.

Pemuda tampan itu memeluk pinggangnya persis seperti adegan klasik film romansa yang ia tonton di film-film.

"Lote, kayaknya gue suka sama lo."

"A-apa?" Lote mengejap tak percaya.

"Gue ga bisa berhenti mikirin lo sejak hari itu."

"I-ini cepet banget."

"Gue takut, an@k Silver Bullets yang lain bakal duluin gue. Gue ga mau lo dicium cowok lain."

Deg! Deg! Deg!

Lote merasa kupu-kupu imajiner berterbangan di dalam hatinya.

"Gue bingung, kita baru kenal ...."

Darren tersenyum memesona. "Gue suka sama lo. Gue yakin lo juga suka sama gue."

Dih! Pede banget! Ingin sekali Lote melontarkan kalimat itu, tapi nyatanya ... semua yang dikatakan Darren memang benar.

Belum pernah ada pemuda yang membuatnya canggung dan salting seperti Darren.

"Jadi?! Lo mau ga jadi pacar gue?" Mata Darren mengedip menggemaskan.

"G-gue ... gue ...."

"Gapapa, jangan tegang gitu. Lo boleh pikirin dulu. Gue bakal nunggu jawaban lo." Darren melepaskan pelukannya. "Kamar gue di bawah, kalau ada apa-apa, jangan segan buat minta bantuan ya. Gue bakal ada buat lo, gue bakal jagain lo."

Gadis mana yang tak melambung dig0mbalin pemuda tampan dan s3ksi ini. Hati Lote sudah meleyot.

"Selamat malam, jangan lupa mimpiin gue ya." Darren meniupkan ciuman ke udara, berlalu dari hadapan Lote.

Lote memegang d@danya yang berdegup kencang, bibirnya tak bisa berhenti tersenyum lebar.

Sejak hari itu, Darren semakin gencar mendekat Lote. Sering kali membelikannya makanan atau minuman kekinian. Juga menawarkan tumpangan ke mana pun gadis itu ingin pergi. Darren menjadi pria yang bisa diandalkan Lote.

"Jadi gimana?" tanya Darren penuh harap. Dia tak menyangka Lote bakal menggantung jawabannya hampir satu minggu. Biasanya wanita yang ia tembak bakal memberi jawaban dalam beberapa hari saja.

"Gimana apanya?" Lote pura-pura tak tahu, mengunyah tahu gejrot yang dibelikan Darren, mereka sedang santai di balkon berdua saja.

"Perasaan lo sama gue. Lo mau 'kan jadi pacar gue?" Jujur saja, Darren juga berdebar cemas menanti jawaban Lote.

"Ehm ... gimana ya?"

"Serius dong, jangan bikin gue nunggu kelamaan, Lote."

Lote tertawa kecil melihat betapa tegangnya Darren. Ia lalu mengangguk kuat. "Ya, gue mau jadi pacar lo."

"Asyik!" Darren berteriak heboh.

"Hust! Ntar an@k-anak denger."

"Biarin! Kalau perlu gue umumin ke seluruh dunia, Lote pacar gue sekarang!"

"Ish! Jangan ah, malu gue."

"Kalau gitu gue boleh dong." Darren mendekat.

"Boleh apa?" Lote bingung melihat tangan Darren yang menggeser tahu gejrot menjauh.

"Gue boleh ci-um lo 'kan?" Tangan Darren mengusap pipi Lote.

"A-apa?!" Lote gelagapan.

"Kita juga udah ciu-man sebelumnya."

"Ta-tapi 'kan waktu itu gue mabuk."

"Lote, gue sa-yang sama lo. Makanya gue pengen cium lo lagi."

Deg!

Jantung Lote mulai berdebar lagi.

"Boleh ya? Demi pacar lo yang ganteng ini." Bibir Darren sudah mendekati bibirnya.

"Ya. Buat resmiin hubungan kita. Gue cinta sama lo."

Hati Lote luluh, dia hanya bisa mengangguk pasrah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 6. Melewati Batas

    Bab 6Daren mulai mendekat, perlahan, memberi ruang bagi Lote untuk mundur, tapi gadis itu bergeming bahkan mulai menutup mata. Yang terjadi, biarlah terjadi.Bibir keduanya bertemu, mulanya Darren lembut, menjelajah hati-hati. Lalu ... tiba-tiba dia menahan belakang kepala Lote, mengungkung gadis itu dengan ciuman yang mulai panas. Lote merasa panas dingin, saliva keduanya berbaur menjadi manisnya madu.Tangan Daren mulai naik, menyusuri sisi tubuh Lote di balik crop top tipis yang dipakainya. Sentuhannya hangat, membuat tubuh Lote merinding. Dia belum pernah disentuh pria secara romantis.Lote menggeliat pelan, tubuhnya bereaksi sebelum pikirannya. Napas gadis itu tercekat, terdistraksi sepenuhnya oleh sentuhan Daren yang terlalu berani.“Emm … Darren …,” desis Lote gugup, melepaskan ciu-man mereka.“Kenapa, hm?”“Di sini terlalu terbuka.”“Pindah ke kamar gue mau ya?” Ajak Darren setelah mendengkuskan tawa pelan.Seakan terbius oleh tatapan pemuda tampan itu, tanpa sadar Lote mengg

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 5. Cium

    Butuh waktu setengah jam sampai Lote menuntaskan hajat hidupnya. Ia perlahan membuka pintu, mengintip keluar."Untung udah pergi." Lote mengelus dada lega. Ia buru-buru kembali ke kamar kost Avril."Loh!" Lote tak mendapati Avril berada dalam kamar. "Kemana tuh an@k?" Gadis itu beranjak ke balkon mencari Avril.Ia mendengar suara tawa Avril dan orang lain."Nah itu dia, baru juga diomongin udah nongol." Avril melambaikan tangan melihat kehadiran Lote. "Gue bilang mau kenalin lo sama an@k Silver Bullets 'kan?"Lote mengangguk pelan, tersenyum ramah pada beberapa pemuda yang menyapanya. Sampai matanya menangkap sosok yang dia kenali. OMG! Pemuda yang mendengar suara kentutnya."Ini Darren, pemimpin The Silver Bullets," ujar Avril, menepuk lengan si pria.Lote berharap ubin di bawah kakinya retak dan menelannya hidup-hidup saking malunya."Semangat ya," ucap Darren sambil terkekeh melihat betapa merahnya wajah Lote.Oh fu©k! Lote tak tahu harus menanggapi apa. Sialnya lagi, senyum pria i

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 4. Kabur

    “Vril, share loc alamat kost-an lo yang baru, cepetan,” ucap Lote terburu-buru. Langkahnya cepat menuju pangkalan ojek, melewati pintu samping pemukiman warga yang berbatasan langsung dengan kompleks tempat tinggalnya.“Lo kabur, Lote?” tanya Avril dari seberang sambungan, terdengar kaget.“Iya, cepetan ih sebelum ketahuan,” sahut Lote, menurunkan suara sambil terus berjalan cepat.“Oke, bentar,” jawab Avril lagi. Ia langsung memutus telepon dan mengirim titik lokasi kost barunya pada Lote.Pelariannya kali ini sudah direncanakan dengan matang. Sang ibu sedang dinas ke luar kota, sementara ayahnya sudah beberapa hari tak pulang. Kepada guru homeschooling-nya, Lote beralasan sedang sakit hingga sesi belajar dibatalkan. Hanya tinggal dia dan pembantu rumah tangga.Dalam perjalanan, Lote sempat meminta ojek yang mengantarnya untuk berhenti sejenak di ATM. Setelah itu, ia melanjutkan pelariannya menuju kost-an Avril.“Gue kira nggak bakal ketemu lo lagi,” ujar Avril sambil membuka gerbang

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 3. Teguran Keras

    Langkah Widya menggema di sepanjang lorong rumah sakit. Udara dipenuhi bau alkohol medis dan antiseptik, menusuk hidung, membuat dadanya semakin sesak. Detak jantungnya berpacu tak karuan. Rambut perm wanita itu berantakan, napasnya tersengal, sementara matanya menatap lurus ke depan, ke arah pintu IGD yang masih jauh.Di sekelilingnya, deretan kursi tunggu penuh dengan wajah-wajah cemas dan lelah. Teriakan singkat perawat terdengar dari balik tirai-tirai putih, suara roda brankar berderak melintasi lantai keramik. Monitor-monitor memancarkan bunyi bip monoton, menghantui benak Widya dengan pikiran negatif.Widya menabrak seorang pria, hanya sempat berbisik maaf tanpa menoleh, lalu terus berlari, tangannya menggenggam ponsel erat-erat seolah hidupnya bergantung pada benda itu.Pintu IGD terbuka otomatis, wanita paruh baya itu bergegas masuk. Buru-buru ia menghampiri konter perawat di sisi kiri sudut. "Sus, saya orang tua gadis yang kecelakaan dini hari.""Oh, di sebelah, Bu." Perawat

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 2. Terjerumus

    Semakin malam diskotek semakin ramai. Lampu strobo berkedip-kedip, menyoroti lautan manusia yang menari mengikuti irama rancak. Alunan EDM keras menggetarkan lantai, berbaur dengan gerakan puluhan pengunjung yang terlalu bersemangat.Lote masih di tengah kerumunan, tubuhnya terus menari mengikuti alunan musik. Tangan gadis itu terangkat tinggi, kepala bergoyang ke kiri dan kanan, rambutnya mulai berantakan, tetapi justru itulah yang membuatnya terlihat lepas dan hidup.Ia tak peduli meskipun keringat mengalir di pelipis, membuat make-upnya terlihat cakey. Musik memenuhi kepala Lote, setiap entakan bass seolah menyatu dengan detak jantungnya.Sesekali Lote kembali ke meja tempat teman-temannya berkumpul, menenggak gelas berisi minuman keras berwarna kuning . Cairan itu meluncur ke tenggorokannya dan membakar pelan. Matanya menyipit, lalu ia kembali ke lantai dansa menggoyangkan pinggul, lebih berani, lebih panas.“Wohoooo!” beberapa pengunjung berseru ribut mengikuti teriakan sang DJ.

  • Suamiku yang Tak Normal   Bab 1. Rumah Tanpa Kehangatan

    "Kamu nyuruh aku di rumah aja, Mas? Ga adil banget!" Seorang wanita modis dengan pakaian kantoran membanting berkas di meja kerjanya."Tapi Lote butuh kamu, Widya! Lote masih kecil, kamu mamanya!" Pria berkacamata dengan rambut hampir habis di bagian depan itu membentak istrinya."Kamu ga bisa ngungkung aku kek begini, Mas! Ini hidup aku! Dulu kamu janji tetap ngizinin aku kerja mesti udah lahirin, kenapa sekarang berubah?" Widya mengusap rambut gelombang perm-nya tak percaya, hampir menumpahkan gelas kopi kekinian di atas meja."Ya sekarang 'kan kondisinya beda. Aku bisa cukupin hidup kita, Wid! Kamu ga perlu kerja!""Cukup kamu bilang! Sekolah Widya ke depan gimana? Aku pengen ngasih yang terbaik buat anak kita Mas. Bukan yang pas-pasan.""Ya kan bisa hemat dulu, bisa nabung!" Brian mengetuk meja tak sabaran."Nabung Mas bilang, memangnya gaji Mas berapa? Mas tahu berapa kebutuhan rumah kita? Les Lote berapa? SPP berapa? Ga 'kan? Mas cuma kasih 4 juta, cukup ga cukup harus cukup-cuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status