Share

Kehebohan di Sore Hari

Author: Anggarani
last update Huling Na-update: 2022-04-26 16:11:37

Berdegup kencang, irama jantung Agung saat ini tidak seperti biasa. Ia kesal, tetapi juga tidak dapat melampiaskan amarahnya atas sikap Kiran yang sedari tadi teriak-teriak, ikut campur urusan rumah tangga orang.

Awalnya ia mengira sikap Kiran hanya penyaluran dari kejenuhan karena terlalu lama berada di rumah sakit dan rumah singgah. Namun kini ia sadar, Kiran sedang memojokkan dirinya.

"Fitnah? Kalau kamu merasa ini fitnah sebaiknya kita dengerin kisahnya Caca. Buktikan! NAMA KAMU DISEBUT APA NGGAK DI SANA???"

Bentakkan Kiran tepat di telinga membuat Agung menarik napas dalam. Ia menahan diri agar tidak membalas sikap Kiran. Ia tidak mau memberikan siaran gratis lain kepada tetangganya.

"Ish ... Apa sih, Mbak Kiran? Nggak mau kalah ya sama Mbak Caca? Ikut teriak-teriak begitu," celetuk Bu Wati.

Kiran masih menatap sinis ke arah Agung, mereka saling memberi tatapan saling menyalahkan.

"Mbak Kiran, mau kepoin mereka ga? Yuk, bareng," ajak Bu Wati, membuat Kiran mengalihkan pandangannya ke arah halaman rumah Caca.

"Kamu nggak kelamaan ninggalin rumah sakit, Ran?" tanya Agung.

Kiran hanya melirik ke arah Agung.

'Kenapa dia? Pengen banget aku cepet-cepet balik ke rumah sakit sepertinya,' batin Kiran kesal.

"Ayo aku antar," tambah Agung lagi.

"Nanti! Aku masih mau di sini!"

"Tapi ini sudah sore."

"Aku bilang nanti, ya nanti. Begitu juga kamu, Mas. Tetap di sini. Jangan ke mana-mana!"

Kiran kemudian menyusul Bu Wati yang sudah memasuki halaman rumah Caca. Ia mencoba ikut masuk ke dalam rumah Caca.

Lukman mempersilakan Pak RT dan pengurus lainnya duduk. Caca yang juga ikut berada di dalam ruangan itu duduk dan tertunduk.

'Kenapa hanya Caca yang disidang? Nggak adil. Perselingkuhan itu bukan hanya perbuatan perempuan, tetapi laki-laki juga,' batin Kiran menuntut keadilan, ia ingin sekali Agung ikut diseret ke sini.

Baru saja Kiran ingin kembali membawa Agung agar berada di sini bersamanya, tetapi belum sempat ia melakukan hal itu Agung sudah berada menarik tangannya keluar dari rumah Caca.

"Kamu ini kenapa sih, Ran? Malika lagi ICU, tapi kamu malah sibuk di sini. Kalau ada apa-apa di sana, gimana?"

"Kalau yang ada apa-apa malah di sini, gimana? Malika banyak yang ngawasin saat ini, Mas. Jadi nggak perlu khawatir. Badewe, kenapa kamu gelisah banget sih aku ada di sini?"

"Ya jelas gelisah. Malika nggak ada yang nunggu, Ran."

"Cuma itu? Bukan karena kamu khawatir kalau perselingkuhan kamu sama Caca terbongkar?"

"Apa? Apa kamu bilang? Nggak malu ya kamu, Ran? Nuduh aku separah itu?"

"Kan aku sudah bilang, kamu diam saja di sini kalau memang kamu merasa nggak bersalah."

"Oke! Kalau itu mau kamu. Kita buktikan siapa yang salah."

Kali ini Agung yang menggandeng Kiran menerobos ibu-ibu yang berada di depan rumah Caca.

Berita tentang keributan Caca dan Lukman telah tersebar, membuat semakin banyak warga yang datang.

"Ada apa sih, Bu Wati?" tanya Winda, pemilik warung yang baru saja pulang.

"Itu lho si Caca. Ketauan sama suaminya kalau dia ada main sama lelaki lain," jawab Wati yang memilih menepi di depan rumahnya sendiri.

Winda menatap ke rumah Caca dan juga sekeliling, tanpa menoleh lagi, ia pun memilih pergi.

"Lho, Bu Winda. Mau ke mana? Buru-buru amat biasanya paling depan kalau ada gosip. Ini sebentar lagi mau dibongkar lho siapa pasangan selingkuhannya Caca. Yakin, nggak mau denger?" ujar Bu Wati dengan gaya yang tak kalah dengan presenter acara-acara gosip.

"Ah, nggak deh, Bu. Kebelet. Saya pulang aja."

"Kebelet apa kebelet nih? Yaudah deh sana buruan setor. Kalau bisa suruh Adam aja yang ke sini, biar dia ambil bagian dari drama kampung kita yang paling fenomenal nih."

"Iya, Bu Winda. Bu Wati bener tuh. Adam aja yang disuruh ke sini. Biar seru," celetuk seorang ibu lainnya.

Winda tak lagi peduli dengan ucapan Wati, ia segera kembali ke warung dan mendapati putranya sedang sibuk bermain ponsel sambil menjaga warung.

Adam mengalihkan pandangannya ke arah Winda.

"Kamu pergi dulu deh, Dam. Biar Mama yang gantiin sekarang."

"Kenapa, Ma?"

"Kamu nggak tau kalau rame-rame itu karena apa?"

Adam terdiam kemudian mengangkat bahunya.

"Caca ketauan selingkuh! Sekarang mau dibongkar di depan warga siapa selingkuhannya. Jangan sampai deh kena amuk warga. Kamu pergi aja deh. Takut jadi rame Mama. Takut nanti kita ditanyain macem-macem."

Adam menatap mamanya dengan pandangan ragu. Ia sempat melihat Caca dan Kiran ribut siang tadi. Ia bertanya-tanya, apakah itu awal dari keramaian sore ini? Sebenarnya ia ingin sekali melihat keadaan Caca. 

"Tuh kan, begitu tuh akibatnya main-main sama istri orang. Gimana tuh kalau sampai ketauan warga? Mama jadi ngeri!"

Adam tetap di tempatnya. Satu sisi ia ingin melihat ke rumah Caca, satu sisi lagi ia tidak mungkin menentang perintah mamanya.

"Pergi, Dam. Mama bilang pergi!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Kamu Berhak Bahagia

    Tujuh hari berlalu dari kematian Ronald di tangan Agung. Livy telah menyiapkan segalanya. Ia harus segera pergi dari daerah ini. Ada satu tempat yang akan ia jadikan tempat persembunyian sebelum ke luar negeri. Yaitu rumah tempat ia dulu tinggal bersama tantenya, mendiang Ilona.Livy kesal saat mengetahui dari Nathalie bahwa polisi masih terus mengawasi keluarganya. Ditambah lagi peristiwa penyergapan kemarin, tentu saja polisi semakin siaga mencari keberadaannya.Livy berdiri di tepi ranjang kamar. Ia menatap ke tas yang sudah ia siapkan. Livy memandang seisi kamar, kemudian menarik napas. Sama seperti biasanya, tempat ini selalu sepi.Pukul tujuh malam lewat lima belas menit, waktu yang telah ia putuskan untuk meninggalkan rumah yang ia tempati saat ini. Ia tidak mungkin keluar saat matahari bersinar. Ia juga tidak mau mengundang kecurigaan warga jika keluar tengah malam."Non. Non Olie ...."Suara Bu Ida terdengar bersamaan dengan suara ketukan pintu.Livy menoleh kemudian melangk

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Kecelakaan Yoga

    Kenapa kami harus kehilangan kasih sayang yang baru saja kami dapatkan kembali? *****Yoga membawa bola basket dengan wajah cemberut. Sesekali ia melirik ke arah Kiran yang sedang duduk di kebun mawar bersama Bu Nunik. Dalam hati, Yoga selalu bertanya kapankah Kiran akan bersikap seperti dulu kepadanya.Bu Nunik tersenyum dan melambaikan tangan kepada Yoga yang melihat ke arah mereka, sedangkan Kiran hanya memberikan tatapan datar.Setidaknya itu adalah sebuah kemajuan bagi Kiran. Setelah beberapa kali bertemu dengan Farah, ia tidak lagi panik bersembunyi saat melihat dan mendengar suara laki-laki. Namun, untuk berbicara atau berinteraksi lainnya, ia belum berani mencoba.Kiran menatap Yoga yang masih saja cemberut saat mengoper bola basket kepada Andika. Kiran berharap dapat menghilangkan rasa takut saat berada bersama anak itu. Bagi Kiran, Yoga sangat menggemaskan. Segala tingkah laku anak itu, cukup membuatnya nyaman. Kini ia pun merindukan saat-saat kebersamaan mereka."Mau mend

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Persembunyian Livy

    Pada hari di mana Lukman menyergap Ronald dan Livy, Livy segera naik ke lantai dua begitu ada kesempatan. Ia segera mengunci pintu kamar.Livy meraih tas berukuran sedang yang telah ia siapkan jika tiba-tiba harus melarikan diri. Ia langsung mengambil tas itu. Dalam tas itu, ia sudah menyiapkan semua surat identitas baru yang ia bikin melalui Ronald. Begitu pula dengan paspor. Livy juga mengambil ponsel yang ada di atas meja kamar. Tak lupa ia membuka nakas di samping ranjang, tempat Ronald menyimpan uang tunai. Livy segera memasukkan uang itu ke dalam tas. Hingga nakas itu kosong.Livy mengintip dari jendela, Ronald dan Lukman masih sibuk baku hantam. Livy tak mau membuang-buang waktu, ia segera turun dan berlari ke arah ke belakang Villa. Ronald sudah memberitahu rute pelarian yang akan dilewati jika mereka berada di situasi seperti sekarang.Livy yakin, jika memang Ronald selamat, laki-laki itu pasti tahu kalau dirinya kabur melewati jalur ini.Livy melihat pintu belakang villa ya

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Misi Selesai

    Firdaus menutup telefon yang baru saja ia terima."Misi selesai," ucapnya, disambut pandangan penasaran semua keluarga."Ronald mati!"Semua yang mendengar saling pandang."Bukan! Bukan sama Bang Lukman."Yang lain semakin heran."Komadan bilang, ada seorang laki-laki yang menikam Ronald di depan villa. Dia mengakui bahwa hari ini semua kejadian di villa itu adalah perbuatannya," jelas Firdaus lagi."Siapa dia?" tanya Haqqi.Firdaus mengangkat kedua bahunya."Aku belum dapat detailnya. Mungkin nanti saat semua sudah kembali ke Jakarta.Firdaus mengambil segelas minuman yang ada di atas meja."Untung saja aku ngikuti saran Papa untuk minta tolong pihak kepolisian saja. Kalau nggak, entah apa jadinya saat ini."Adik-adiknya mengangguk."Ya. Bersyukur juga Ronald mati di sana dan bukan di tangan Lukman. Kalau tertangkap hidup-hidup pasti bikin repot. Liat aja. Paviliun itu benar-benar rata dengan tanah hanya dalam satu hari," ucap Jayadi sambil menunjuk ke arah paviliun dengan dagunya."

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Hari Eksekusi

    Hari yang cukup indah bagi dua orang buronan yang sedang bersembunyi. Ronald membawakan beberapa piring cemilan yang baru saja ia buat untuk Livy."Bagaimana menurutmu tempat ini?" tanya Ronald."Sepi. Cukuplah untuk bersembunyi.""Cuma itu?" tanya Ronald sambil mengeryitkan kening."Lalu, kamu mau aku jawab apa?""Ya, seenggaknya kamu bersyukurlah aku kasih tempat di sini. Nggak terlalu jauh dari Jakarta. Fasilitas lengkap. Aku sediakan semua kebutuhan kamu lewat warga yang biasa aku titipkan tempat ini.""Walau pun cuacanya terasa lebih panas?"Ronald tertawa mendengar pertanyaan Livy yang terdengar mengejek."Aku sudah berusaha membuat tempat ini menjadi asri, Liv. Kamu liat sendiri banyak pepohonankan di sini."Livy akhirnya mengangguk setuju dengan semua ucapan Ronald. Setidaknya itu salah satu cara agar dirinya tidak diusir dari tempat ini."Jadi, bagaimana dengan mobil yang kamu janjikan padaku?" tanya Ronald sambil tersenyum.Livy melihat ke arah Ronald. Laki-laki ini pasti te

  • Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon   Memulai Perburuan

    Tak ada yang lebih menyakitkan daripada melihat orang yang kita sayangi terluka.Agung kembali menutup kaca mobil setelah Lukman masuk ke dalam rumah. Sudah dari pagi ia mengikuti Lukman. Selepas ia berbincang dengan Ujang di warung kopi.Ia tidak turun dari mobil saat melihat Lukman masuk ke warung pecel ayam. Ia juga melihat pemuda yang ditemui Lukman. Namun, ia tidak mau gegabah. Daerah pelabuhan Tanjung Priok bukanlah tempat yang bisa disepelekan begitu saja.Agung mematikan mesin dan membuka sedikit jendela mobil. Kemudian ia menyandarkan kepala. Pikirannya melayang. Bagaimana jika ia kembali menyusup ke rumah Lukman? Ia ingin sekali melihat keadaan Kiran. Banyak hal yang terlintas dalam otaknya hingga terasa amat penat, hingga akhirnya ia pun memejamkan mata, tertidur.*****Pagi menjelang. Lukman terbangun di meja kerjanya. Semalaman ia menyelesaikan tugas tiga hari ke depan karena ada hal yang harus ia lakukan.Lukman segera membersihkan diri dan turun ke meja makan untuk sara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status