Mag-log inPemandangan yang sangat menyakitkan. Puspita tidak dapat melakukan apa-apa. Provokasi yang ia lakukan tidak berhasil memancing Tiara. Tiara justru mendapat dukungan dari Daniel yang tiba-tiba hadir diantara mereka."Sudah waktunya meninggalkan tempat ini. Ayo, kita pergi!" Daniel menarik tangan Tiara menjauh dari Puspita. Mereka meninggalkan Puspita yang masih syok dengan perlakuan mesra Daniel terhadap Tiara.Meski ada sedikit rasa bersalah di hati Tiara, tapi ia berusaha mengabaikannya. Sudah waktunya ia bersikap tegas terhadap siapa pun yang berusaha mengatur hidupnya, tidak terkecuali Daniel jika pria itu sudah melewati batasan yang ia buat.Mobil hitam Daniel meluncur meninggalkan tempat acara, menuju rumah kontrakan Tiara. Malam yang belum begitu larut, membuat Daniel merasa enggan meninggalkan Tiara sendirian di rumah. Ia masih ingin menghabiskan waktu dengan asisten pribadinya itu."Kamu sudah mengantuk?" Daniel menatap Tiara yang tengah memandang jalanan dari jendela samping.
"Bagaimana jika nanti malam kita langsung menikah?"Netra Tiara langsung membesar begitu Daniel menyelesaikan kalimatnya. Pria di depannya itu makin melantur saja bicaranya. Tiara berpikir cepat. Ia harus segera melakukan sesuatu agar bicara Daniel tidak semakin melantur."Pak?!""Ehm?" Ekspresi wajah Daniel berubah menjadi begitu lembut. Ekspresi teraneh yang pernah dilihat Tiara selama ia bekerja sebagai asisten pribadi Daniel."Bapak bicara sembarangan lagi, saya akan turun di sini dan pulang ke rumah saya!" ancam Tiara sambil mengambil ancang-ancang membuka pintu mobil."Aku tidak bicara sembarangan. Aku serius. Aku semakin tidak sabar untuk segera menikahimu."Tiara mendengus kesal. Ancamannya menguap begitu saja. Sama sekali tidak mengubah apa pun. Daniel masih dengan ajakannya mempercepat pernikahan mereka, hingga mobil yang dikemudian Budi berhenti di drop-off area."Kita di sini terus atau masuk ke dalam?" tanya Tiara melihat Daniel yang masih belum sadar jika mereka telah ti
Budi mengantar Monika dan Tiara ke apartemen Daniel. Mobil berwarma hitam itu melesat meninggalkan gedung Andromeda lebih awal dari seharusnya. "Kamu, apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah kamu deg-degan, Tiara?" Monika menatap hangat Tiara yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Gadis itu sibuk memikirkan semua yang diucapkan Daniel. "Eh-Eng ... Apa?" Tiara terkejut. Ia tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti ini dari Monika. "Tampaknya kamu sedang banyak pikiran.""Ehmmm. Maaf.""Sepertinya kamu butuh yang segar-segar." Monika melirik mini market yang ada di deretan ruko, yang terletak tepat di samping lampu merah. Ia bersiap meminta Budi untuk menepikan mobil, tapi urung ia lakukan ketika sosok Puspita keluar dari mini market yang hendak ia tuju. Untung saja Monika belum memberi instruksi kepada Budi sehingga Tiara tetap tenang. Melihat jarak apartemen Daniel sudah dekat, Monika memutuskan untuk membeli minuman dan beberapa cemilan di supermarket yang ada di lantai
"Apakah itu berarti lamaranku diterima?"Tiara menggeleng. "Tidak. Saya tidak pantas."Daniel mendengus. Ia menghembuskan napas dengan kasar. "Berarti, apa yang aku lakukan tadi belum bisa meyakinkan dirimu jika kamu sangat pantas untuk bersanding denganku?"Tiara bergeming. Daniel melepas dasinya. Ia membuka tiga kancing atas kemejanya dan menggulung lengan kemejanya hingga siku. "Baik. Sepertinya, kamu memang menginginkan bukti yang lebih nyata. Dan, jangan pernah salahkan aku, Tiara. Kamu yang meminta. Aku hanya memenuhi permintaanmu."Daniel mengikis jaraknya dengan Tiara. Ia menangkup pipi Tiara, lalu melabuhkan kecupan kasar ke bibir Tiara. Ia melampiaskan kekesalannya karena Tiara masih menolak niat baiknya."Hmmmph!" Tiara meronta. Ia memukul dada Daniel berulang kali dengan keras, meminta pria itu melepaskan bibirnya dan segera menjauh darinya."Bukankah ini yang kamu inginkah? Kamu ingin pembuktian jika kamu sangat pantas untuk menjadi istriku, bukan?" Daniel mulai bertind
Tiara langsung mengangkat kepalanya. Ia paham tapi tidak paham dengan yang didengarnya barusan. 'Mengenalkanmu sebagai istriku?' Lelucon apalagi ini? "Pak?" Tiara menuntut penjelasan."Aku tidak perlu mengulangi lagi perkataanku. Apa yang kamu dengar adalah apa yang aku ucapkan. Dan - ..." Daniel berhenti sejenak, menatap Tiara, mengamati wajah cantik yang beberapa hari ini tidak dapat ia pandangi dengan puas, yang terkejut mendengar ucapannya."Dan sebagai wanita dewasa yang sangat cerdas, aku sangat tahu kamu paham dengan yang aku maksud. Jadi, tidak akan ada kalimat penjelas yang mengikutinya setelah ini," lanjut Daniel.Batin Tiara sontak berteriak. Tangannya mengepal. Emosi yang beberapa hari ini tidak muncul, kini kembali menggelegak. Ia membuang napasnya dengan kasar."Kalau begitu - ...." Tiara menatap Daniel dengan dingin. "Jika kamu hendak menyinggung lagi soal pengunduran diri, maka aku tidak akan mendengarkannya. Opsi itu tidak pernah ada dalam kamusku." Daniel memotong k
Tiara diam seribu bahasa tatkala kedua orang tuanya mengantarkan kepergiannya sore itu. Lambaian tangan perpisahan dari Yanti dan Lukman, diabaikannya, sebagai bentuk protes atas pengusiran dirinya dari rumah masa kecilnya."Ibu akan sangat bahagia jika kamu bersedia mendengarkan perkataan ibu dan ayah. Ini bukan untuk kami, tapi ini semua akan kembali kepada dirimu sendiri. Hal yang besar tidak akan dapat diperoleh tanpa pengorbanan dan usaha yang besar pula. Jagalah diri baik-baik. Ibu dan ayah menitipkan kamu pada Daniel dan David. Mereka akan menjagamu."Kalimat pengantar tidur yang diucapkan Yanti, disaksikan dan didengarkan oleh dua sepupu yang bagi Tiara sangat menyebalkan itu, telah menjadi keputusan mutlak untuknya.Tiara kembali ke kota A, bersama Daniel dan David. Ia akan kembali bekerja di posisinya semula. Tidak ada yang dapat mengganti posisi Tiara, karena posisi itu dibuka oleh Daniel hanya untuk Tiara.Keesokan harinyaTiara datang bersama Daniel yang menjemputnya set







