Share

BAB : 2

Pulang sekolah langsung pulang, tak boleh keluyuran. Belajar, mendapatkan nilai yang bagus di sekolah. Oke, semua itu sudah ia dapatkan dan lakukan. Sekarang saatnya menyeimbangkan semua aturan itu dengan pelanggaran. 

Mengenakan dress selutut dan hels yang menutupi kakinya. Terlihat sangat anggun warna pastel itu berpadu padan dengan wajah oriental dan kulit putih yang dia miliki.

Keluar dari kamar dengan langkah perlahan. Dari atas ia berteriak pada Bibik yang berada di bawah.

"Bik, jangan memanggilku, ya. Aku mau tidur sambil dengerin musik!"

"Iya, Non!" Bibik yang berada di lantai bawah, menyahuti perkataan gadis muda itu.

Tersenyum puas saat apa yang ia lakukan, memiliki peluang yang bagus. Apalagi kalau bukan kabur.

Kembali masuk kamar dan mengunci pintu dari dalam. Lanjut menuju balkon dengan sebuah tali yang ia bawa. Jangan berpikir lagi, inilah saatnya kabur.

Mengikatkan ujung tali pada tiang dan melempar ujung satu lagi ke arah bawah. Lanjut, mulai melakukan adegan berbahaya yang beberapa kali sudah pernah ia lakukan. Turun sambil bergelantungan dengan tali sebagai perantara. Jujur saja, ini lumayan tinggi. Kalau jatuh, minimal tulangnya bisa patah. 

Sampai di bawah dengan selamat, kemudian segera mengenakan hels. Perlahan mengendap endap keluar dari pagar samping. Karena kalau dari depan, otomatis ada pak satpam yang menjaga. 

Berhasil keluar dari pekarangan rumah, sebuah mobil sudah stand by menunggunya. Siapa lagi kalau bukan Puja dan Rena yang sudah siap di sana.

"Beb, ini ntar kalau Om Leo tahu ... jangan bawa bawa nama gue, ya," ujar Rena yang dalam posisi mengemudi. 

"Iya, tenang aja," respon Karel dengan santai.

"Tenang tenang. Udah tahu ngadepin papa lo butuh kesabaran dan nyali yang kuat, masih aja mau melanggar aturan."

"Gue anaknya. Enggak bakalan ngebunuh gue juga kalau ketahuan kabur. Paling kena omel dan tambahan larangan ini dan itu. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan."

Jadilah, ketiga gadis itu segera menuju ke sebuah hotel ... yang di mana acara diadakan.

Sampai si sana, mereka segera turun dari mobil dan masuk ke tempat acara. Menghampiri teman sekelas yang saat ini ulang tahun, untuk mengucapkan selamat.

"Gue ambil minum bentar, ya," ujar Karel berlalu dari Puja dan Rena yang masih mengobrol.

Berjalan pelan menuju sebuah meja, hendak menyambar gelas minuman yang sudah tersedia di sana. Tapi di saat yang bersaman, seseorang juga hendak mengambil gelas tersebut hingga akhirnya malah memegang tangannya.

"Ah, maaf," ucap dia yang segera menarik kembali tangannya.

Melihat siapa yang ada dihadapannya kini, rasanya sedikit canggung. "Nggak apa apa, buat Kakak saja," ujarnya tenang dengan senyuman manis menghiasi sudut bibirnya.

"Karelyn," gumamnya.

Karel mengangguk. "Apa kabar Kak Rafa? Udah lama nggak pernah liat lagi. Hmm ... ada kali setengah tahun yang lalu, ya." Tawanya pelan mencoba mencairkan suasana yang sedikit kikuk.

"Kabarku baik. Iya, semejak kejadian yang ..."

"Aku yakin pasti Kakak udah bahagia sekarang," sambung Karel langsung pada perkataan cowok bernama Rafa itu. 

Di saat keduanya sedang bicara, Rena dan Puja datang menghampiri. Terlihat, raut tak suka langsung ditunjukkan dua gadis itu mendapati siapa yang ada bersama Karel.

"Astaga! Karel. Ngapain, sih ... masih dekat dekat sama cowok ini. Belum puas, disakitin sama dia?" tanya Rena seakan menyindir Rafa.

Karel menyikut lengan sobatnya itu, karena tak enak dengan perkataan yang dia lontarkan.

"Kak Rafa juga. Dengan semua yang udah terjadi, kayak nggak punya malu aja buat berdiri dihadapan Karel," tambah Puja menyerang Rafa.

"Gaes, udah deh ... jangan memperkeruh suasana. Ini acaranya orang. Kalian mau bikin rusuh?"

Puja dan Rena menyambar tangan Karel berbarengan ... kemudian membawa sobat mereka itu pergi dari hadapan Rafa.

"Kalian apa apan, sih?!" Menarik paksa tangannya yang berada dalam pegangan Puja dan Rena. 

"Rel, lo yang apa apaan? Apa belum puas dibikin sakit hati sama dia? Apa sekarang mau mencoba sakit hati itu sekali lagi?"

"Puja ... maksud lo apa, sih?"

"Lo ngapain dekat dekat sama dia lagi?"

"Gue nggak ada niat dekat dekat sama dia, kok. Cuman tadi kebetulan ketemu di sana. Lagian, buat apa gue dekat sama orang yang udah bikin sakit hati. Gini gini, gue juga punya perasaan."

Puja menghela napasnya saat mendengar penjelasan Karel.

"Sorry. Gue bukan bermaksud gimana gimana. Cuman nggak tega aja kalau lagi lagi dia deketin elo," ungkap Puja.

"Puja benar. Udah aman sama Kak Ziel juga, kan, sekarang. Demi apa itu cowok keren banget," puji Rena membayangkan sosok Ziel yang bahkan bisa mengalihkan dunia.

"Gue nggak ada hubungan apa apa sama Kak Ziel. Hanya hubungan Kakak adik," terang Karel meluruskan pemikiran sobatnya yang entah malah menyelonong kemana mana.

"Gue nggak yakin," tambah Puja.

Karel memberengut kesal dengan pemikiran Puja dan Rena yang menurutnya suka mengada ngada. Padahal tak sekali dua kali ia menjelaskan perkara hubungannya dengan Ziel, tapi tetap saja keduanya seakan tak percaya. 

Ya namanya acara anak muda, tentu saja penuh dengan kehebohan. Apalagi saat jam aman sudah lewat, seakan akan pesta yang tadinya berkonsep elegan berubah suasana jadi club dadakan. 

Ponsel milik Karel yang ada di dalam tas nya berdering puluhan kali, tapi tentu saja itu tak direspon. Karena suasana bising. 

Karel, Puja dan Rena kembali duduk di kursi. Kemudian mengobrol sambil meneguk minuman mereka yang ada di meja. Karel meneguk minumannya beberapa kali tegukan, tapi sejenak tertegun saat merasa ada yang aneh dengan rasanya. Awalnya biasa, tapi lama kelamaan malah merasa kepalanya terasa pusing. 

"Gaes, gue ke toilet bentar, ya," ujarnya pada Rena dan Puja. Baru juga berniat beranjak dari posisi duduknya, tapi ia kembali terduduk karena pusing.

Sontak Rena dan Puja seketika panik.

"Rel, lo kenapa?" tanya keduanya khawatir.

"Kepala gue pusing banget," ungkapnya dengan mata terpejam menahan rasa yang benar benar tak mengenakkan.

"Lo sakit apa gimana, sih? Kenapa tiba-tiba gini?" Puja makin heboh tak karuan, membuat orang orang di sekitar mulai fokus pada mereka semua.

"Lo nggak mesan minuman beralkohol, kan." Rena memeriksa gelas bekas milik Karel yang mash tersisa isinya. "Pantesan," decaknya saat memastikan kalau Karel ternyata memang meminum minuman beralkohol.

Di saat yang bersamaan, Rafa datang menghampiri.

"Ada apa?" tanyanya.

"Karel pusing katanya. Ternyata pasku cek, dia salah minum," terang Rena.

"Itu gelas gue, kok ... nggak salah minum. Cuman, kenapa isi nya bisa berubah," herannya dengan mata terpejam. 

Asli, kliyengan rasanya. Beberapa kali pernah minum, tapi enggak yang sampai semabuk ini. Padahal tadi ia minum juga hanya sedikit. Bisa bisa kalau banyak, auto nggak sadar dirinya. 

"Gue anter lo pulang aja, ya. Takut ntar kenapa kenapa," ujar Puja. 

Bukan hanya itu, ia justru lebih ngeri jika laki laki paruh baya itu mengamuk saat tahu Karel kabur dan pulang pulang malah dalam keadaan seperti ini. Bisa bisa ia dan juga Rena dibacok sama Om om dingin itu.

"Gimana kalau aku saja yang mengantar Karel pulang ke rumah," ujar Rafa memberikan saran. 

"Nggak usah! Biar aku sama Rena."

Rafa mengangguk. "Hanya memberikan saran. Karena ku tahu, kalau Karel pulang dalam kedaan kayak gini pasti papanya bakalan ..."

"Kak Rafa benar, gaes. Gue nggak mau kalian berdua kebawa sama kemarahan papa gue," ujar Karel masih meringis memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Cowok dengan rambut cepak berwarna cokelat kehitaman itu tersenyum puas saat mendengar perkataan Karel. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status