Home / Romansa / Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu / Bab 3. Berikan Tubuhmu

Share

Bab 3. Berikan Tubuhmu

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-10-11 13:46:22

Waktu sudah menunjuk angka delapan malam.

Malam itu kantor Romanov Group sudah sepi. Lampu-lampu di lantai 45 menyisakan hanya satu ruangan yang masih menyala—ruang kerja Julian Romanov.

Kiara berdiri di depan pintu kaca itu dengan jantung berdetak cepat. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul delapan tepat, sesuai dengan perintah pria itu.

Tangannya sedikit bergetar saat mengetuk pelan.

“Masuk,” suara berat dan datar terdengar dari dalam.

Kiara menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Ruangan itu tampak luas, dindingnya kaca, dan memperlihatkan panorama langit malam kota.

Di balik meja besar dari marmer hitam, Julian duduk dengan tegak tengah memeriksa beberapa berkas dengan wajah tanpa ekspresi.

Ia tidak langsung menatap Kiara, hanya berkata tanpa mengangkat kepala, “Duduk.”

Kiara menurut. Tapi, jantungnya seolah ingin meloncat keluar dari dada.

Rasanya sulit bernapas di bawah tatapan pria itu, bahkan sebelum dia memulai pembicaraan apa pun.

Beberapa menit berlalu dalam sunyi. Hanya suara jam dinding dan ketukan pena Julian yang terdengar.

Sampai akhirnya pria itu meletakkan pena di meja dan mengangkat wajahnya. Tatapan kelamnya langsung menembus mata Kiara.

“Jadi,” ucap Julian tenang, “kau meminjam uang pada temanmu tapi dia tidak meminjamkannya? Itu, yang kudengar saat kau menghubunginya.”

Julian memang tidak sengaja mendengar percakapan Kiara saat menghubungi teman lamanya itu.

Kiara menelan ludah sambil mengangguk. “Y-ya, Tuan.”

Julian bersandar di kursinya sambil melipat tangan di dada. “Lima puluh juta bukan jumlah kecil untuk seorang karyawan magang sepertimu, Kiara. Wajar kalau temanmu tidak mau memberimu pinjaman.”

Kiara mengangguk lagi. “Ya, Tuan. Aku tahu. Tapi, aku harap Anda mau meminjamkan uang padaku, Tuan,” ucapnya dengan nada penuh harap.

“Sudah dua minggu ibuku dirawat di rumah sakit, dan aku belum bisa membayar tagihannya,” sambungnya kembali, berharap Julian mau berbelas kasih padanya.

Julian tidak bereaksi. Hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Aku tidak punya siapa-siapa lagi, Tuan. Hanya beliau yang aku punya,” lanjut Kiara dengan suara yang semakin lirih.

“Aku janji akan membayar semuanya, meskipun dicicil dari gajiku setiap bulan. Aku akan bekerja seumur hidup di sini jika perlu, asal Tuan mau menolongku kali ini.”

Matanya mulai berkaca-kaca, tapi dia menunduk dalam sambil berusaha menjaga sisa harga diri yang masih tersisa.

Ruangan itu kembali hening. Julian menatap gadis di depannya cukup lama—gadis berusia 23 tahun yang tubuhnya tampak kecil di kursi besar itu, wajahnya pucat karena kurang tidur, tapi matanya menyimpan keteguhan yang ganjil.

Lalu pria itu berkata datar, “Aku bukan rentenir, Kiara. Aku tidak suka ada yang meminjam uang padaku dengan cara mencicil!" 

Kiara mengangkat wajahnyanya dengan raut wajah tampak bingung. “Jadi … Tuan menolak?”

Julian tidak langsung menjawab. Ia bangkit dari kursinya lalu berjalan perlahan ke arah jendela besar di belakangnya.

Punggungnya tampak tegap, siluetnya tampak gagah di bawah cahaya lampu kota yang menembus kaca.

“Aku tidak bilang menolak,” ujarnya tenang, “aku hanya tidak tertarik dengan konsep membayar utang dengan cara mencicil. Uang lima puluh juta bukan mainan.”

Kiara menggigit bibirnya. “Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya dengan pelan.

Julian berbalik dan menatapnya tajam. “Pertanyaan yang bagus,” katanya dingin.

Seolah dia baru saja memancing Kiara dan akhirnya umpan itu berhasil dimakan oleh gadis yang tengah rapuh dan putus asa itu. 

Ia kembali berjalan ke meja lalu membuka dompet kulit hitamnya, dan mengeluarkan satu kartu logam berwarna hitam legam.

Kartu itu tampak elegan dan berkilau di bawah cahaya lampu. “Lihat ini,” katanya sambil mengangkat kartu tersebut.

“Ini black card unlimited. Dengan ini, semua tagihan rumah sakit ibumu bisa lunas dalam waktu satu jam. Bukan hanya itu—kartu ini bisa menanggung kehidupanmu sepenuhnya, sampai kau masuk ke peti mati.”

Kiara menatapnya dengan raut wajah kaget. Jantungnya seperti berhenti berdetak sejenak saat mendengarnya. 

Kata-kata Julian terdengar seperti tawaran yang tidak masuk akal—terlalu besar dan terlalu mulia, tapi diucapkan dengan nada yang sama sekali tidak menunjukkan belas kasih.

“Tapi,” lanjut Julian dengan nada yang masih dingin. “Di dunia ini, Kiara, tidak ada yang gratis.”

Tubuh Kiara sontak menegang. Namun, dia tidak sanggup mengatakan apa pun.

Julian menatapnya lekat dan langkahnya mendekat hingga hanya berjarak satu meter darinya.

Wajahnya kini terlihat jelas—rahang tegas, mata abu-abu pekat yang memantulkan bayangan dirinya sendiri.

“Aku tidak tertarik meminjamkan uang. Aku ingin membeli sesuatu yang lebih berharga.”

Kiara mengerutkan alisnya. “Membeli? Apa maksud Tuan?” 

Julian mencondongkan tubuh sedikit ke depan dan menatapnya tanpa berkedip. “Kau.”

Wajah Kiara seketika pucat. “T-tuan Julian ….”

“Aku akan membayarkan semua biaya rumah sakit ibumu,” lanjut Julian pelan tapi tegas, “dan kau tidak perlu mencicil apa pun. Sebagai gantinya, kau akan menjadi teman tidurku.”

Kata-kata itu jatuh seperti petir di ruang yang sunyi. Dunia Kiara seakan berhenti. Ia mematung dan menatap pria itu tanpa bisa bernapas.

Dalam sekejap, air mata menetes dari matanya. Ia tidak tahu harus tertawa, marah, atau pingsan.

Hatinya remuk, seolah seluruh harga diri yang tersisa hancur di bawah kaki pria itu.

“T-tuan …,” suaranya nyaris tak keluar, “apakah … Tuan sedang bercanda?”

Julian tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan tatapan datar, tanpa senyum dan tanpa emosi. “Aku tidak pernah bercanda dalam urusan tawar-menawar, Nona Devina.”

Kiara menunduk dalam dan air matanya jatuh membasahi rok hitamnya. “Kenapa …,” bisiknya, “kenapa harus seperti ini, Tuan?”

Julian masih diam.

Kiara mengepalkan tangannya berusaha menahan isak. Dalam pikirannya, wajah ibunya terlintas—terbaring lemah di ranjang rumah sakit, tubuhnya dipenuhi selang infus.

Ia bisa mendengar suara napas sang ibu yang berat, dan kata-kata dokter yang bergema di kepalanya: ‘Besok adalah hari terakhir jika Anda tidak membayar.’

Air matanya semakin deras. Dia ingin berteriak, ingin marah, tapi yang keluar hanyalah suara parau yang nyaris tak terdengar.

“Apa hidupku benar-benar tidak ada nilainya sampai harus ditukar dengan hal seperti itu?” ucapnya lirih.

Julian menatapnya lama lalu menghela napas kasar.

“Aku hanya menawarkan pilihan, Kiara. Tidak ada paksaan. Kau bisa pergi malam ini dan biarkan ibumu menunggu nasibnya. Atau kau bisa tinggal, menerima kartu ini, dan menyelamatkannya.”

Kiara menutup wajahnya dengan kedua tangannya sementara bahunya bergetar. Dunia terasa begitu kejam malam itu.

Kiara harus merelakan tubuhnya jika ingin melihat ibunya sehat kembali.

Namun, di tengah tangis itu, dia tahu satu hal yang pasti: ibunya tidak boleh mati.

Tidak ada pilihan lain dan tidak ada waktu.

Julian masih berdiri di tempat yang sama sambil memegang kartu hitam itu di tangannya.

Sorot matanya tetap dingin, tapi di baliknya ada sesuatu yang samar. Entah iba, atau mungkin sekadar rasa ingin tahu terhadap gadis yang sedang berada di ambang kehancuran itu.

Kiara menatap kartu itu dengan air mata yang masih mengalir. Bibirnya bergetar, tapi tidak ada suara yang keluar.

Julian mendekat setapak lagi lalu meletakkan kartu itu di atas meja di depan Kiara.

“Pikirkan baik-baik,” katanya datar. “Kau punya waktu sampai tengah malam.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 8. Aku Menyukainya

    Kiara tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan sampai di titik ini—menjadi barang, menjadi sesuatu yang bisa dilihat, diperintah, bahkan dimiliki oleh seorang lelaki yang telah “membelinya” dengan uang.Semua yang terjadi begitu cepat. Baru beberapa hari lalu dia hanyalah seorang karyawan magang biasa di Romanov Group, dengan seragam lusuh dan pikiran penuh kekhawatiran tentang tagihan rumah sakit ibunya.Kini, tubuhnya berdiri di depan cermin besar dalam kamar mandi mewah, dengan pakaian yang bahkan tak pantas disebut sebagai kain.Cahaya lampu berwarna keemasan memantul di permukaan kaca besar di hadapannya. Kiara menatap refleksi dirinya yang nyaris tidak ia kenali.Tubuhnya terbalut lingerie merah transparan yang membalut ketat di setiap lekuknya.Gaun tipis itu terlalu kecil untuknya, sehingga setiap inci kulitnya terekspos dengan gamblang. Dada padatnya tampak menyembul, nyaris keluar dari belahan kain yang seolah menolak menutupi apa pun.Jari-jarinya gemetar saat menyentu

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 7. Kau Harus Patuhi semua Perintahku

    “Ma-maksud, Tuan?” ucap Kiara dengan suara kecil. Ia tidak mengerti dengan pertanyaan barusan.Julian menatapnya tanpa ekspresi, kedua tangannya disilangkan di depan dada. Sorot matanya gelap, dalam, seolah bisa menelusup masuk ke dasar jiwa Kiara.“Aku hanya ingin tahu,” katanya datar namun tegas, “bahwa apa yang sudah kubeli di hadapanku kini masih original.”Kata-kata itu membuat tubuh Kiara seketika menegang. “Original?” gumamnya pelan, mencoba mencerna arti di balik kalimat sinis yang baru saja diucapkan Julian.Namun sebelum sempat ia berpikir lebih jauh, langkah kaki berat lelaki itu mendekat.Julian maju satu langkah, jaraknya kini hanya beberapa jengkal dari wajah Kiara.Tubuh tinggi tegapnya menutupi sebagian cahaya lampu gantung di ruang itu, membuat bayangannya jatuh menutupi tubuh Kiara yang tampak mungil di hadapannya.“Belum tersentuh oleh siapa pun,” lanjut Julian, suaranya lebih rendah, bergetar dengan nada yang sulit didefinisikan—antara ancaman dan godaan.Kiara men

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 6. Kau masih Perawan?

    Kalimat itu membuat Kiara membeku. “Pertunangan?” ulangnya dengan suara pelan.“Ya,” jawab Max. “Sebuah pernikahan bisnis yang sudah lama direncanakan keluarga Romanov. Dan Tuan Julian membencinya.”Kiara menatap ke luar jendela. Lampu-lampu kota berkelebat cepat dan memantulkan warna kuning dan biru di permukaan matanya yang masih basah.“Jadi …,” katanya pelan, “aku hanya alat baginya untuk melarikan diri dari sesuatu yang dia tidak mau?”Tidak ada jawaban dari Max. Hanya keheningan yang tebal di antara mereka. Tapi diam itu sudah cukup menjelaskan segalanya.Kiara menunduk dan memejamkan matanya. Sebuah rasa pahit merayapi tenggorokannya.Dia telah menjual dirinya bukan untuk cinta, bukan untuk harapan, tapi untuk menjadi pelarian seorang pria yang bahkan tidak mengenalnya.Namun, di balik semua itu, dia tahu: keputusan itu menyelamatkan ibunya. Dan mungkin itu satu-satunya alasan yang bisa membuatnya tetap kuat.Mobil berhenti di depan gedung tinggi berlapis kaca, Romanov Tower —

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 5. Tidak ada Toleransi Sedikit pun

    Beberapa menit kemudian, Kiara tiba di halaman rumah sakit.Ia berlari kecil menuju bagian administrasi sambil memeluk tasnya erat-erat agar tidak basah.Napasnya terengah-engah, rambutnya berantakan, tapi dia tidak peduli dengan penampilannya. Yang penting, ibunya harus tetap hidup.Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika seseorang memanggil dari belakang.“Kiara.”Kiara menoleh dengan cepat. Napasnya tercekat ketika melihat sosok pria jangkung dengan jas hitam berdiri di bawah naungan payung besar.Wajahnya familier — rapi, tenang, dan terlalu profesional.“Tuan Max?” Kiara bergumam dan sedikit terkejut. “Kenapa Anda ada di sini?”Max menatapnya dengan ekspresi datar tapi sopan. “Tuan Julian memintaku untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar.”Kiara membeku. Seketika hatinya mencelos. “Maksud Anda … Anda mengikutiku?”“Perintah langsung dari Tuan Julian,” jawab Max dengan tenang.Kiara langsung menghela napasnya mendengar ucapan Max tadi.Dalam hati, Kiara menggerutu. ‘J

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 4. Keputusan yang Diambil

    Detik berdetak begitu lambat bagi Kiara, namun waktu sebenarnya berlari tanpa belas kasihan.Begitu Julian meninggalkan meja dan berdiri menghadap jendela lagi, ponsel Kiara yang tergeletak di pangkuannya bergetar keras.Layar menyala dan menampilkan pesan dari dokter yang membuat seluruh darahnya seolah berhenti mengalir.“Nona Kiara, mohon maaf, tapi kami harus mencabut alat bantu pernapasan ibu Anda malam ini jika pembayaran tidak segera dilakukan. Kami menunggu keputusan Anda.”Tangannya gemetar hebat. Pandangannya kabur. Pesan itu seperti hukuman mati bagi ibunya—dan bagi dirinya.Tubuhnya kehilangan tenaga, hingga ponsel itu hampir terlepas dari genggamannya.“Tidak, jangan sekarang,” bisiknya dengan suara serak.Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya yang pucat. Ia mencoba mengetik balasan, tapi jari-jarinya gemetar hebat.Julian yang berdiri tak jauh darinya akhirnya berbicara. “Sudah aku bilang, kau tidak punya banyak waktu, Kiara,” ucapnya dengan tenang tapi menyayat

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 3. Berikan Tubuhmu

    Waktu sudah menunjuk angka delapan malam.Malam itu kantor Romanov Group sudah sepi. Lampu-lampu di lantai 45 menyisakan hanya satu ruangan yang masih menyala—ruang kerja Julian Romanov.Kiara berdiri di depan pintu kaca itu dengan jantung berdetak cepat. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul delapan tepat, sesuai dengan perintah pria itu.Tangannya sedikit bergetar saat mengetuk pelan.“Masuk,” suara berat dan datar terdengar dari dalam.Kiara menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Ruangan itu tampak luas, dindingnya kaca, dan memperlihatkan panorama langit malam kota.Di balik meja besar dari marmer hitam, Julian duduk dengan tegak tengah memeriksa beberapa berkas dengan wajah tanpa ekspresi.Ia tidak langsung menatap Kiara, hanya berkata tanpa mengangkat kepala, “Duduk.”Kiara menurut. Tapi, jantungnya seolah ingin meloncat keluar dari dada.Rasanya sulit bernapas di bawah tatapan pria itu, bahkan sebelum dia memulai pembicaraan apa pun.Beberapa menit berlalu dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status