Home / Romansa / Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu / Bab 4. Keputusan yang Diambil

Share

Bab 4. Keputusan yang Diambil

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-10-11 13:58:31

Detik berdetak begitu lambat bagi Kiara, namun waktu sebenarnya berlari tanpa belas kasihan.

Begitu Julian meninggalkan meja dan berdiri menghadap jendela lagi, ponsel Kiara yang tergeletak di pangkuannya bergetar keras.

Layar menyala dan menampilkan pesan dari dokter yang membuat seluruh darahnya seolah berhenti mengalir.

“Nona Kiara, mohon maaf, tapi kami harus mencabut alat bantu pernapasan ibu Anda malam ini jika pembayaran tidak segera dilakukan. Kami menunggu keputusan Anda.”

Tangannya gemetar hebat. Pandangannya kabur. Pesan itu seperti hukuman mati bagi ibunya—dan bagi dirinya.

Tubuhnya kehilangan tenaga, hingga ponsel itu hampir terlepas dari genggamannya.

“Tidak, jangan sekarang,” bisiknya dengan suara serak.

Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya yang pucat. Ia mencoba mengetik balasan, tapi jari-jarinya gemetar hebat.

Julian yang berdiri tak jauh darinya akhirnya berbicara. “Sudah aku bilang, kau tidak punya banyak waktu, Kiara,” ucapnya dengan tenang tapi menyayat hati Kiara.

Kiara mengangkat wajahnya. Setelah menimbang-nimbang tawaran itu, yang awalnya ingin menolak, justru akhirnya dia menerimanya.

“Aku … aku menerima tawaran Anda, Tuan,” katanya akhirnya dengan suara bergetar.

“Tapi tolong, tidak malam ini. Aku harus ke rumah sakit dulu. Aku ingin memastikan ibuku aman, baru setelah itu ….”

Julian menatapnya datar. Tidak ada emosi dan tidak ada belas kasihan—hanya sorot tajam yang membuat dada Kiara semakin sesak.

“Tidak malam ini?” ulang Julian pelan. “Kau baru saja mengatakan ibumu hampir kehilangan nyawanya. Dan kau masih berani menawar waktu denganku?”

Kiara tercekat. “Bukan itu maksudku, Tuan … aku hanya—”

“Kau pikir aku punya waktu untuk menunggu seseorang yang bahkan tidak tahu cara menghargai kesepakatan?” potong Julian dengan nada tenang namun tegas.

Kiara menggigit bibirnya sambil menahan isak. “Tolong, Tuan, hanya satu jam. Satu jam saja. Aku akan pergi ke rumah sakit, membayar semuanya, lalu aku akan datang. Aku janji akan datang!”

Suara Kiara pecah di akhir kalimat. Teleponnya kembali bergetar di meja. Kali ini bukan pesan, tapi panggilan masuk. Nama Hospital Heart terpampang di layar.

Suara bergetar dari speaker terdengar begitu panik ketika Kiara menjawab dengan tangan gemetar.

“Nona Kiara? Kami butuh keputusan sekarang. Ibu Anda makin melemah. Mohon segera selesaikan pembayaran malam ini.”

“Ya, ya … aku akan ke sana sekarang,” sahut Kiara terburu-buru dengan suara parau.

“Tolong jangan lakukan apa pun pada ibuku. Aku mohon, tunggu sedikit lagi!”

Begitu panggilan berakhir, Kiara menatap Julian dengan mata penuh kecemasan.

“Tuan, tolong izinkan aku pergi sekarang. Hanya satu jam. Setelah itu aku akan ke mana pun Anda minta.”

Sunyi.

Julian tidak menjawab. Ia berdiri di depan meja dengan tangan bersedekap di dada.

Tatapan matanya dingin, tajam, seolah tengah menilai setiap kata yang keluar dari bibir gadis itu.

Kiara merasa seolah sedang diadili.

Detik terasa panjang. Napas Kiara tersengal. Ia menatap kartu hitam yang masih tergeletak di atas meja, seolah itu adalah satu-satunya harapan yang tersisa untuk menyelamatkan hidup ibunya.

Akhirnya, Julian menarik napas panjang, menatapnya dengan sorot mata yang sulit dibaca.

“Satu jam,” katanya datar. “Jika telat satu menit saja, kau akan habis di tanganku, Kiara!”

Jantung Kiara hampir lepas usai mendengar kalimat terakhi tersebut. Namun, dia sudah tidak punya waktu untuk meratapi nasibnya.

Dia mengangguk dengan cepat. “Ya. Aku janji akan datang setelah semuanya selesai!”

Julian menatapnya sekali lagi sebelum menarik sesuatu dari laci meja—selembar kertas kecil yang berisi alamat.

Ia menuliskan beberapa baris cepat dengan pulpen, lalu menggeser kertas itu ke arah Kiara.

“Ke sini,” katanya singkat. “Penthouse-ku. Tingkat tertinggi di Romanov Tower. Pastikan kau datang sebelum jarum jam menyentuh angka sembilan lewat tiga puluh menit.”

Kiara menatap alamat itu dengan tangan bergetar.

Kata penthouse saja sudah cukup membuat dadanya bergetar hebat. Bukan karena tempat itu megah, tapi karena dia tahu arti sebenarnya dari kesepakatan yang baru sajad ia setujui.

Namun, waktu tidak memberinya kesempatan berpikir lebih jauh.

Ia mengangguk cepat dan mengambil kartu hitam yang masih tergeletak di meja, lalu berdiri.

Kiara langsung berlari keluar dari ruangan itu.

Langkah-langkahnya bergema di sepanjang lorong sepi. Air matanya masih mengalir, tapi dia tidak berhenti. Dia tidak punya waktu untuk menangis. Tidak malam ini.

Begitu lift tertutup, napasnya memburu dan tangannya memegangi dada yang terasa sesak.

Ia menatap kartu hitam di tangannya—kilau logamnya memantulkan wajahnya sendiri yang hancur.

Dalam hati, ia berdoa, ‘Tuhan, tolong jangan biarkan aku menyesal.’

Lift berhenti di lantai bawah. Kiara berlari menembus udara malam yang dingin, memanggil taksi, dan mengucap alamat rumah sakit dengan suara terburu-buru.

Sementara itu, di lantai 45, Julian masih duduk di kursinya.

Jari-jarinya mengetuk meja perlahan dan tatapannya mengarah ke jendela.

Dia masih tampak tenang. Namun, matanya tak lepas dari langkah Kiara yang begitu tergesa sebelum akhirnya masuk ke dalam taksi.

Tak lama kemudian, dia menekan tombol di interkom. “Max,” panggilnya dengan suara datar.

Suara asisten pribadinya terdengar di ujung sana. “Ya, Tuan?”

“Dia baru saja pergi,” ujar Julian tanpa ekspresi. “Ikuti dia.”

“Maaf, Tuan? Maksud Anda—”

“Ke rumah sakit tempat ibunya dirawat,” potong Julian. “Pastikan dia benar-benar membayar tagihan itu. Setelah selesai, bawa dia langsung ke rumahku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
hadechhh Julian niat kamu baik mau nolongin Kiara tapi salah juga karena kamu ingin menukar dengan hidupnya.
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Julian punya dendam apa sama kiara? Berasa dia menargetkan kiara menjadi tawananan dia
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
entahlah .. anggap aja ini pertolongan jebakan.. dari pada tak ada tindakan apa2 kiiii
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 30. Tidak ada yang Abadi, Kiara

    “Ada yang ingin aku tanyakan tentang Natasha. Kenapa kalian dijodohkan?” tanyanya seraya menatap wajah Julian yang sedang memeluknya.Mereka merebahkan tubuh setelah bergulat beberapa jam yang lalu dengan kondisi tubuh yang masih sama-sama tak mengenakan apa pun.“Urusan bisnis,” jawab Julian dengan santai.Kiara menatap wajah pria itu, berusaha membaca setiap garis ketegangan yang tampak di sana.“Jadi, semua ini karena urusan bisnis?” tanya Kiara dengan nada pelan, nyaris seperti bisikan yang takut terdengar oleh dinding sekalipun.Julian memejamkan matanya sejenak, lalu membuka lagi dengan tatapan yang dingin. “Ya. Sebagian besar karena itu. Aku tidak punya pilihan waktu itu.”Kiara menggigit bibir bawahnya. Ada sesuatu yang mencengkeram dadanya ketika mendengar kalimat itu—pahit, getir, dan entah kenapa terasa menyakitkan.“Lalu kenapa tidak menolak sejak awal?” tanyanya lirih, walau dalam hati dia sadar pertanyaan itu mungkin terdengar terlalu berani.Julian membalikkan tubuhnya,

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 29. Aku Lebih Senang Melihatmu Seperti ini

    Kiara baru saja selesai mandi. Uap hangat masih menempel di kulitnya, membuat handuk putih yang melilit tubuhnya terasa lebih tipis dari biasanya.Rambutnya masih basah, menetes perlahan sepanjang leher hingga tulang selangka.Ia menarik napas panjang sambil membuka pintu kamar mandi, siap bergegas mencari pakaian sebelum Julian masuk ke dalam kamar.Namun begitu pintu terbuka, Kiara langsung berhenti kaku.Julian sudah ada di sana.Pria itu berdiri di depan jendela kamar membelakangi cahaya sore yang redup.Tubuh tegapnya menciptakan siluet kuat, garis bahu dan rahangnya terlihat makin tajam.Ia baru saja melepas jas kerjanya; hanya kemeja hitam tipis yang masih melekat, bagian lengan sudah digulung sampai siku, membuat nadinya terlihat jelas.Kiara mematung, jantungnya melompat seolah tertangkap sedang melakukan sesuatu yang salah.“Ju-Julian?” gumamnya dengan mata menganga.Julian menoleh lambat ke arah Kiara. Tatapannya langsung turun menyapu tubuh Kiara dari kepala sampai kaki.K

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 28. Yang Polos yang Berbahaya

    Natasha duduk di belakang meja riasnya, roknya yang ketat terasa menekan paha. Ia menopang dagu sambil menatap pantulan wajahnya di cermin besar berlampu itu.Makeup-nya sempurna, bibir merah, mata tajam. Tapi aura murka dan rasa ingin tahu membuat kecantikannya tampak seperti kilap pisau.Ponselnya bergetar di meja. Nama yang muncul: Hansen – Private Investigations.Natasha langsung mengangkatnya. “Sudah dapat?” tanyanya dengan suara datarnya.“Semuanya, Nona,” jawab Hansen. “Tentang Kiara Devina.”Natasha mengusap pelan sudut alisnya. “Jelaskan!” titahnya.Hansen terdengar membuka berkas. Lalu mulailah laporan itu.“Kiara Devina. Usia 23 tahun. Baru lulus kuliah satu tahun yang lalu, jurusan administrasi perkantoran. Masuk sebagai pegawai magang di Romanov Group tiga bulan sebelum diangkat menjadi sekretaris pribadi Tuan Julian.”Natasha mendengus kecil. “Sejauh ini tidak mencurigakan.”“Ya. Riwayat hidupnya bersih,” lanjut Hansen.“Tinggal bersama ibunya di rumah kecil di sebuah pe

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 27. Kau Punya Aku, untuk apa Takut?

    Kiara meletakkan laptop kerja Julian di atas meja kaca ruang kerja itu dengan sangat hati-hati, seolah benda itu bisa meledak kalau ia salah menaruh.Hatinya masih belum benar-benar stabil sejak kejadian di kantor tadi. Rasanya suasana antara Julian, Natasha, dan dirinya seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.Ia menarik napas panjang, menahan dinginnya udara AC yang menusuk kulitnya.Begitu keluar dari ruang kerja, Kiara menemukan Julian sudah duduk santai di sofa ruang tengah.Pria itu menyandar, satu kaki terangkat sedikit, satu tangan memegang remote TV.Tayangan berita mengisi ruangan, tapi jelas sekali Julian hanya menonton layar itu tanpa benar-benar memperhatikan isinya.Kiara mendekat dengan langkah ragu. Detak jantungnya berantakan. Duduk di samping pria itu saja rasanya seperti berdiri di tepi jurang.“Tuan?” Kiara membuka suara pelan. “Kenapa Anda seolah sengaja membuat Natasha mencurigai kita?”Julian tidak langsung menoleh. Ia hanya memindah saluran televisi deng

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 26. Mencari Tahu Tentang Kiara

    Hujan rintik mengguyur halaman luas rumah keluarga Romanov sore itu.Langit kelabu memberi kesan muram, seolah ikut mencerminkan suasana hati Natasha yang sejak pagi tercekik rasa tidak nyaman. Ia mengetuk pintu rumah besar itu dengan gerakan cepat, hampir tak sabar.Tak sampai satu menit, seorang pelayan membukakan pintu dan mempersilakan Natasha masuk.Di ruang keluarga yang megah, Monna Romanov duduk sambil menikmati teh hangat.Wanita itu elegan dengan balutan setelan krem mahal, tatapan matanya tajam namun tetap mengandung keanggunan ibu pejabat kelas atas.“Oh, Natasha,” sapa Monna dengan lembut. “Kau datang tanpa kabar.”Natasha mencoba tersenyum, tapi tegangnya terlalu jelas. “Aku ingin bicara, Bibi,” katanya sambil duduk di sofa berhadapan dengan wanita itu.Monna meletakkan cangkirnya. “Tentang Julian?”Natasha mengangguk sambil menarik napas panjang. “Ya, Bibi, aku rasa ada yang janggal. Sangat janggal dengan sikap Julian akhir-akhir ini.”Alis Monna sedikit naik. “Apa maks

  • Sugar Baby Sang Pemuas Nafsu   Bab 25. Menaruh Curiga yang Mendalam

    Natasha berhenti tepat di depan meja Max, yang langsung berdiri dengan sopan.“Selamat siang, Nona Natasha,” sapanya ramah, seolah tidak terpengaruh aura panas yang dibawa wanita itu.“Aku ingin bicara denganmu,” jawab Natasha tanpa basa-basi. Suaranya dingin, namun ada getir kemarahan yang jelas tak bisa disembunyikan.Max mengangguk dan mempersilakan Natasha ke ruang kecil di belakang area resepsionis eksekutif. Pintu ditutup.Begitu mereka duduk, Natasha langsung mencondongkan tubuh ke depan, kedua tangannya bertumpu di meja.“Aku ingin tahu,” ujarnya langsung memotong, “Julian benar-benar sibuk dengan pekerjaannya, atau dia hanya sedang menghindar dariku?”Max tetap tersenyum ramah, meski dia bisa merasakan bara emosional di balik kata-kata Natasha. Tanpa menjawab secara langsung, Max membuka laci dan mengeluarkan sebuah buku agenda tebal berisi jadwal resmi Julian.“Silakan lihat,” katanya sambil mendorong agenda itu ke arah Natasha. “Ini jadwal Tuan Julian dari minggu lalu hingg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status