Waktu menunjukkan pukul 5 pagi, Vania sudah berada di dapur bersama Rati. Vania memang hobi memasak, dia sama seperti ibu yang membesarkannya. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Vania dan teman-temannya sarapan bersama.
"Vani, hari ini kamu sudah mulai masuk kampus kan ?" Tanya Siska
"Iya sis" jawab singkat Vania. Ia sebenarnya tidak suka berbicara saat sedang makan, tetapi ia terpaksa melakukannya untuk menjaga perasaan temannya.
"Nanti aku antar kamu ke kampus" tawar Siska
"Loh, emang kamu enggak masuk kampus hari ini Sis ?" Tanya Vania sambil menghentikan makannya
"Hari ini aku masuk siang Vani. Jadi pagi ini aku husus mengantar kamu saja" jawab Siska dengan tersenyum manis.
"Enggak usah repot-repot Sis, aku bisa naik ojek atau angkutan umum" tolak Vania, ia merasa tidak enak jika harus merepotkan Siska setiap hari. Dengan mendapatkan pekerjaan saja berkat bantuan dari Siska, itu sudah lebih dari cukup bagi Vania.
"Kamu enggak merepotkan kok, aku juga sekalian ada urusan di dekat kampus" dalih Siska. Sebenarnya dia tidak ada urusan, tetapi dia tahu kalau Vania akan tetap menolak bantuannya jika dia tidak membuat alasan.
"Baiklah kalau begi" Vania menerima bantuan Siska. Ia percaya dengan apa yang dikatakan temannya itu.
Butuh waktu 45 menit untuk Vania dan Siska tiba di kampus. Vania terharu dan terpesona melihat luasnya bangunan yang ada di hadapannya saat ini, dia tidak percaya bisa kuliah di kampus yang elit seperti ini. Tetapi berkat kepintarannya membuat dia bisa melanjutkan kuliah, mungkin jika dia tidak mendapat beasiswa ! Vania tidak akan kuliah dan tidak akan menginjakkan kaki di ibu kota Jakarta. Boro-boro untuk kuliah ! Untuk makan saja dia susah.
"Vani, kamu kenapa ?" Tegur Siska
"Kalau saja ibuku bisa melihat kampus ini ! Pasti ibuku akan bahagia. Di kampungku tidak ada kampus maupun sekolah yang sebesar dan seluas ini Sis" ucap Vania, ia menceritakan sedikit tentang kampungnya.
Tin...tin...tin.... Sebuah mobil sport berwarna merah membunyikan klakson, agar Vania dan motor Siska segera minggir.
"Dia lagi, dia lagi" ucap Siska dengan kesal. Ia menggeser motornya ke pinggir agar mobil itu bisa lewat.
"Ih.... mobilnya bagus sekali" puji Vania, seumur hidup baru kali ini Vania melihat mobil sport secara langsung. Selama ini dia hanya melihat di dalam televisi
"Mobilnya sama dengan om Alex ya Sis ? Cuma beda warnanya saja, kalau om Alex warna hitam kalau yang ini warna merah" lanjut Vania
"Kalau di kota, memang banyak yang memakai mobil sport. Jauh bedalah dengan di kampung" jawab Siska.
"Eh Vania, nanti kalau kamu bertemu dengan pemilik mobil itu, kamu menghindar saja ya ?" Pesan Siska. Sebab dia tahu, kalau Tia akan mencari dan menghina Vania jika dia melihatnya. Sebab Vania mengenakan pakaian yang bisa dikatakan sudah mati warna dan tidak layak pakai. Siska sebenarnya sudah menawarkan bajunya kepada Vania, tetapi Vania menolaknya, dia lebih memilih mengenakan bajunya sendiri.
"Kenapa begitu ?" Tanya Vania dengan bingung
"Pokoknya kamu menghindar saja. Nanti aku jelaskan setelah pulang kampus. Sekarang kamu masuklah, sebentar lagi sudah masuk kampus, dosen akan marah jika kamu terlambat di hari pertama masuk kampus"
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih ya Sis, kamu sudah baik banget untuk mengantar aku ke kampus"
"Iya sama-sama. Cepat sana" Siska mendesak Vania agar masuk ke dalam kampus.
"Eh...Vania" panggil Siska, setelah Vania sudah melangkah cukup jauh
Vania memutar tubuhnya lalu berlari menghampiri Siska "ada apa Sis, tadi kamu suruh aku cepat-cepat masuk, sekarang kamu panggil lagi" ucap Vania dengan polosnya
"Itu, helmnya buka dulu" jawab Siska
Vania mengangkat tangan untuk menyentuh kepalanya "oh...iya, aku lupa" ucap Vania setelah menyadari kalau di kepalanya masih ada helm.Vania membuka helm dari kepalanya, lalu memberikannya kepada Siska
"Jangan lupa apa yang aku katakan tadi" ucap Siska saat Vania akan pergi
"Siap temanku yang baik" jawab Vania sambil mengangkat sebelah tangannya dan meletakkannya di atas alis mata seperti sedang menghormat komandan.
Siska menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sendiri memandang punggung Vania yang semakin menjauh darinya "Selain dia cantik, pintar, polos ternya dia lucu juga" ucap Siska pada dirinya sendiri. Walaupun baru 5 hari dia mengenal Vania ! Tetapi Siska sudah merasa cocok dengan Vania.
Vania mengangkat kepalanya untuk melihat bangunan bertingkat yang ada di hadapannya, ia sangat kagum, sebab selama hidupnya ! ini pertama kalinya ia melihat sekolah sebesar ini. Hal yang wajar jika Vania merasa kagum, karena selama ini ia tinggal di desa terpencil yang sangat jauh dari kota. Bahkan bisa dikatakan Vania tidak pernah menginjakkan kaki di kota.
Vania sibuk melihat setiap sudut dari kampus itu, hingga dia tidak fokus dengan jalannya.
"Ow..." Jerit seorang wanita
"Maaf kak, maaf. Aku tidak sengaja" ucap Vania kepada wanita yang ada di hadapannya
"Enak saja kamu meminta maaf, kamu tidak kenal dengan saya ?" Tanya wanita itu dengan angkuh
"Tidak kak, saya tidak kenal dengan kakak. Oh iya, Perkenalkan nama saya Vania kak" Vania menjulurkan tangannya kepada wanita itu.
Wanita itu menepis tangan Vania dengan kasar "tangan kotormu tidak pantas berjabat dengan tangan orang seperti aku, dari penampilan kamu, aku sudah tahu kalau kamu itu dari kampung" hina wanita itu kepada Vania
"Ia kak, saya memang dari kampung, tapi tangan saya bersih kok" jawab Vania dengan polosnya
Hahahaha ketiga wanita itu tertawa "beritahu kepada wanita kampung ini siapa aku" ucap wanita sombong itu.
"Hei...." Salah satu dari mereka mendorong lengan Vania dengan kasar
"Dia ini adalah Tia Rania Winata, putri tunggal dari Winata grup. Dia wanita yang paling cerdas dan populer di kampus ini. Tidak ada yang berani menantangnya kecuali kamu anak kampung, kamu bersiaplah untuk mendapatkan hukuman"
"Ow..."Vania menganggukkan kepalanya, dia memperhatikan Tia dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Hello...." Tia menjentikkan jarinya di depan mata Vania "apa yang kamu pikirkan ?" Lanjut Tia
"Kakak sangat cantik" ucap Vania dengan jujur. Memang benar, Tia memang memiliki wajah yang cantik, tubuh yang tinggi, body ala gitar spanyol, kulit yang putih, mata yang biru, dan rambut berwarna pirang. Tia bisa dikatakan wanita yang sempurna. Hal yang wajar sebab dia adalah keturunan Belanda.
"Aku tidak butuh pujian dari kamu, sekarang bersihkan sepatuku sebagai hukuman karena sudah berani menabrak aku" Tia duduk di atas kursi besi yang ada di dekat mereka. Sementara kedua teman Tia memaksa Vania agar berlutut di hadapan Tia.
Tanpa rasa manusia, Tia meletakkan kakinya di atas lutut Vania.
"Kenapa aku harus dihukum kak, aku tidak sengaja menabrak kakak dan aku sudah meminta maaf" ucap Vania dengan mata yang berkaca-kaca. Seluruh tubuhnya gemetar karena takut, ia juga merasa malu karena siswa siswi yang ada di kampus itu banyak yang menyaksikannya, ada yang tertawa dan ada yang cemberut.
"Kamu berani menantang saya ?" Sentak Tia "bawa dia ke tempat biasa" perintah Tia kepala kedua temannya.
Kedua wanita itu menyeret Vania hingga ke kamar mandi, Tia menyiram Vania dengan air, hinggap seluruh pakaian Vania basah, bra Vania yang berwarna merah terlihat jelas karena kemeja putih Vania sangat tipis.
"Ampun kak, ampun" teriak Vania
"Itu akibat jika berani menantang aku" cibir Tia sambil melemparkan selang kepada Vania.
*Ibu, aku ingin pulang, ternyata hidup di kota itu sangat kejam dan menyakitkan* tangis Vania
"Ibu.....ibu.... Dasar kampungan" cibir Tia dan kedua temannya, setelah itu mereka meninggalkan Vania.
"Jangan ada yang membantunya, jika ada yang berani, kamu tanggung sendiri akibatnya" teriak Tia sebelum ia pergi dan masuk ke dalam ruangannya.
Sementara orang yang ada di sana, tidak ada yang berani menolong Vania, mereka takut kepada Tia.
"Kasihan sekali murid baru itu" ucap seorang wanita kepada temannya.
"Iya, aku tidak tega melihatnya" sahut yang satu
"Aku juga, sebenarnya aku ingin menolongnya, tapi aku takut sama Mak lampir" sahut yang satu lagi. Mereka menamai Tia sebagai Mak lampir, karena Tia kejam dan selalu marah-marah.
"Siapa yang kalian bicarakan ?" Tanya seorang pria yang baru turun dari motor Mogenya. Ia tidak sengaja mendengar perbincangan ketiga wanita yang ada di parkiran itu.
"Ya ampun, pangeran datang" bisik salah satu wanita itu
"Itu kak, ada anak baru, dia dapat hukuman dari Mak lampir" jawab wanita yang satu lagi
"Karena apa dihukum ?" Tanya pria tampan itu.
"Dia tidak sengaja menabrak pundak Mak lampir" jawab yang satu lagi
"Terus di mana sekarang anak baru itu ?" Tanya pria itu.
"Di kamar mandi kak, seluruh tubuhnya basah karena disiram Mak lampir dengan air"
Pria itu membuka helm, ia meletakkannya dengan asal di atas bangku motornya lalu berlari ke arah kamar mandi.
"Minggir, minggir" ucap pria itu kepada orang yang menutup jalannya. Ia berlari masuk ke dalam kamar mandi, lalu membuka jaketnya dan memasangkannya ke tubuh Vania.
"Vania.....?" ucap pria itu saat ia menuntun Vania untuk berdiri
"Kak Rico" jawab Vania dengan senyum terpaksa. Walaupun ia baru satu kali bertemu dengan Rico ! Tetapi ia masih sangat jelas mengenalnya.
Semua orang bersorak gembira karena Rico merangkul Vania keluar dari kamar mandi dan membawanya ke perpustakaan. Hal yang wajar jika mereka bersorak, karena Rico Wijaya adalah mahasiswa terpintar dan terpopuler di kampus karena ketampanannya, dia adalah pria idaman para wanita cantik yang ada di kampus itu salah satunya adalah Tia. Tetapi Rico tidak pernah tertarik kepada Tia, walaupun kecantikan Tia bisa dikatakan sempurna dan banyak diminati para lelaki.
*****Matahari mulai menyembunyikan sinarnya di atas permukaan laut dan sebentar lagi akan diganti dengan cahaya bulan. Saat ini Vania sedang duduk sendiri di teras kosnya menunggu waktu untuk ia berangkat bekerja ke kafe. Ia berharap semoga hari pertamanya bekerja tidak seburuk hari pertamanya masuk kuliah. Hukuman dari Tia sang kakak kelasnya membuat Vania jadi sedih. Jika tidak karena adiknya Dita butuh biaya untuk berobat ! Mungkin Vania sudah memilih kembali ke desa saat ini juga. Saat Vania akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba motor Siska masuk dari gerbang, wanita cantik itu memanggil nama Vania dengan lantang."Vani, Vania" panggil Siska, ia buru-buru memarkirkan motornya lalu berlari menghampiri Vania."Vania, apa benar kamu dapat hukuman dari Tia ?" Tanya Siska"Hm..." Sahut Vania dengan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis."Kamu kenapa tidak melawannya ?" Protes Siska."Sudah, enggak apa-apa Sis, kita tidak perlu melawan orang seper
Setelah membersihkan diri di kamar mandi, Vania membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia merasa lelah setelah bekerja selama 6 jam. Dalam hitungan detik, kedua bola mata Vania tertutup rapat. Ia menjemput mimpi indahnya bersama para pangeran tampan.Tok....tok...tok.... Seseorang telah mengetuk pintu kamarnya. Vania dengan malas membuka matanya, lalu menurunkan kakinya dari atas ranjang melangkah menuju pintu.Cek lek suara pintu terbuka."Vania, kamu enggak kuliah ya ?" Ucap Siska dengan suara cemprengnya"Aku masih ngantuk Sis, kamu ngapain tengah malam datang ke kamarku ?" Sahut Vania. Ia berpikir kalau saat ini masih malam."Hellowww.....ini bukan malam lagi nona, tapi sudah jam 7 pagi, bahkan anak-anak kost sudah berangkat ke kampusnya masing-masing" ucap Siska sambil menjentikkan jari di depan wajah Vania.Vania refleks membuka matanya dengan sempurna "ya Tuhan" ucap Vania. Tanpa sadar ia langsung menutup pintu kamarnya dan berla
Sementara di perusahaan Winata Grup. Alex sedang berkumpul dengan geng KUDAJIR yaitu Kumpulan Daddy Tajir."Lex, kamu sampai kapan hidup sendiri seperti ini ?" Tanya Andrian Mahendra, sahabat Alex sejak kecil. Memiliki perusahaan sama sepertinya."Iya, benar itu" timpal Biyan."Aku belum terpikir untuk mencari pengganti Santi" jawab Alex"Belum terpikir atau yang itu enggak hidup lagi" canda Andrian sambil memayungkan bibirnya ke arah bawa pusat Alex"Sembarangan lu ?" Protes Alex"Aku juga berpikir seperti itu. Sedangkan kita yang masih punya istri tetap aja ingin coba yang lain" timpal Biyan"Kalian berdua kan beda denganku" jawab Alex dengan santai."Ya jelas beda lah bro. Punya kami masih hidup dan norma. Kalau punya kamu mah, perlu diragukan" cibir Biyan."Ih....kalian benar-benar" geram Alex"Kalau memang punya kamu masih hidup dan norma ! Coba buktikan" tantang Andrian"Besok-
Dua hari telah berlalu, Vania belum juga mendapatkan uang untuk biaya operasi Dita. Ia sudah mencoba meminjam kepada Ferdy sang bosnya di kafe. Tetapi Ferdy justru meminta imbalan darinya, yaitu menikah sirih dengannya. Tentu saja Vania menolak permintaan Ferdy. Di saat itu juga ia sadar, kenapa Siska melarangnya untuk meminta bantuan kepada Ferdy.Vania mondar-mandir di kamarnya, ia sudah tidak tahu lagi dari mana bisa mendapatkan uang. Ia sudah mencoba untuk melamar sebagai pelayan di rumah orang kaya. Banyak yang menerimanya bekerja, tapi tidak satupun yang mau meminjamkan uang dengan jumlah sebanyak yang ia minta.Jalan satu-satunya, ia harus meminta bantu kepada Regina. Vania keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur untuk mencari Rati sang ibu kost. "Selamat pagi buk" sapa Vania"Pagi Vania" sahut Rati"Buk, aku boleh pinjam ponselnya sekali lagi" ucap Vania ragu-ragu.Rati menghentikan gerakan tangannya yang memotong kentan
Dua hari telah berlalu, Vania belum memberikan jawaban kepada Regina, sementara dokter yang menangani Dita sudah berkali-kali menghubunginya, menanyakan kapan Dita akan dioperasi. Dokter selalu mendesak Vania karena Dita saat ini sedang kritis. Anak malang itu sudah dua kali kritis dalam satu Minggu ini.Vania meraih ponsel dari atas meja belajarnya, lalu menghubungi Regina. Ia mengatakan kalau dia bersedia menjadi sugar baby. Walaupun Vania belum mengerti apa itu sugar baby, tetapi keputusannya sudah bulan.Setelah sambungan teleponnya terputus, Regina mencoba menghubungi Daddynya.Tu...tu...tu.... "Ayo angkat dong sayang" ucap Regina. Sudah tida kali ia menghubungi Andrian tetapi tidak satupun yang terhubung. Dengan rasa tidak sabar, Regina meraih kunci mobil dari atas meja rias, lalu pergi ke kafe di mana biasanya kumpulan Daddy Tajir itu biara nongkrong.Benar saja, saat tiba di sana, ia sudah melihat mobil Andrian dan Alex ada di parkiran kafe. Sebel
Jantung Vania semakin berdegup kencang saat mereka tiba di parkiran kafe. Ia begitu sulit untuk melangkahkan kakinya, bahkan Regina samapi mendorongnya dengan lembut agar kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan khusus yang sudah di booking tadi pagi.Mata Vania menyapu seluruh ruangan yang cukup luas itu, ia penasaran seperti apa wujud calon sugar Daddynya. Tetapi tiba-tiba keningnya mengerut karena di ruangan itu tidak ada siapa-siapa."Re, mana orangnya ?" Tanya Vania kepada Regina."Ih....sudah enggak sabar lagi ya ?" Cibir Regina"Bukan, bukan begitu" bantah Vania"Terus ?""Aku hanya bertanya saja, enggak ada maksud lain" jawab Vania"Oke deh, enggak usah cemberut gitu dong ! Aku hanya bercanda Vania. Aku juga ingin secepatnya bertemu dengan mereka, agar kamu bisa segera menerima uangnya" bujuk Regina. Ia tahu kalau Vania buru-buru ingin bertemu dengan sugar Daddynya karena ingin mendapatkan uang."Emang, uang
Satu bulan telah berlalu, Vania masih tinggal di kost Ikatan Hati. Ia juga jarang bertemu dengan Alex, karena pria tampan itu datang ke kost Ikatan Hati saat ia masih di kampus. Tetapi saat ini Vania sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan Alex di sebuah tempat."Vania, kamu mau ke mana ?" Tanya Siska saat Vania keluar dari kamar."Aku ada tugas kampus Sis" jawab Vania dengan berbohong. Tentu saja dia berbohong, karena tidak mungkin ia mengatakannya kepada Siska kalau ia ingin bertemu dengan Alex."Ow, kamu pergi dengan siapa ?" Tanya Siska. Ia berniat ingin mengantar Vania."Aku dijemput Regina Sis" jawab Vania."Oh, baiklah. Jika kamu butuh bantuan hubungi aku ya?" Ucap Siska."Baik sahabatku. Kalau begitu aku pergi dulu. Sepertinya Regina sudah datang" setelah berpamitan kepada Siska dan Rati sang ibu kost, Vania melangkah menghampiri Regina yang sudah menunggu di parkiran.Sepanjang perjalanan menuju tempat di mana Alex menunggun
Tepat pukul 5 sore, Vania sudah selesai mandi. Saat ini ia sedang berdiri di balkon sambil mengeringkan rambut dengan handuk."AW..." Jerit Vania saat tangan kekar tiba-tiba melingkarkan di pinggangnya dari belakang."Kamu sudah mandi Vania" bisik Alex tepat di telinga Vania.Vania memutar tubuhnya, matanya membulat melihat Alex, jantungnya berdegup tidak menentu, darahnya mengalir kencang seperti sengatan listrik, seluruh tubuhnya tiba-tiba gemetar. "O..o..om, kenapa bisa masuk ?" Ucap Vania dengan gugup sambil berusaha melepaskan tangan Alex dari pinggangnya.Alex meraih sesuatu dari saku celananya "om punya satu kuncinya. Jadi om bisa masuk kapan saja" ucap Alex sambil menunjukkan kunci yang berbentuk kartu ATM itu."Oh..." Sahut Vania dengan tersenyum."Maaf karena aku sudah memelukmu tanpa meminta izin" ucap Alex. Ia merasa bersalah karena sudah memeluk VaniaHehehehe Vania terkekeh "tidak apa-apa om" ucap Vania sambil ters