Share

Bab 7

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2024-02-29 16:52:59

Setelah kedua anak-anaknya terlelap, Riri pun beranjak keluar dari kamar dengan gerakan sangat pelan agar tak sampai membangunkan mereka. Dia terlebih dahulu menyiapkan pakaian untuk suaminya yang sedang membersihkan diri, kemudian menyiapkan makanan.

“Tumben hari ini pulang lebih cepat, Mas?” tanya Riri begitusuaminya keluar dari dalam sana.

“Iya, aku nggak ngambil lembur.” Hanya itu jawaban Ilham, sebelum kemudian pria itu menuju ke kamar. Dia kembali setelah berganti pakaian, lantas duduk di depan istrinya yang sudah menyiapkan piring untuknya.

“Tumben masak rendang?” dia bertanya.

“Ini dari Ibu, Mas. Tadi aku dikasih, soalnya aku disuruh masak di sana,” jawab Riri.

“Oh, karena ada keluargamu yang datang itu?”

Riri hanya mengangguk.

“Kamu sendiri sudah makan apa belum?”

“Sudah, Mas ... tinggal anak-anak yang belum, tapi mereka sudah keburu tidur. Sepertinya mereka kecapean habis main di halaman rumah Eshan.”

“Matamu sembab ... kamu habis menangis?” Ilham menggenggam tangan istrinya dan memintanya untuk menatapnya lebih lekat. “Ri ... ceritakanlah. Apa mereka menyakitimu lagi?”

Setelah sekian detik terdiam, akhirnya tangis Riri meledak,wanita itu tak tahan lagi menahan sebak di dadanya. “Ya, gimana nggak sedih ...hanya perkara soal uang saja aku yang jadi sasaran. Padahal aku nggak pernah minta. Uangnya yang dikasih juga nggak seberapa—tapi rasanya aku udah nggak punya harga diri lagi di depan mereka, Mas. Padahal sepeser pun aku nggak pernah mau nerima ....”

Ilham menggeserkan kursinya untuk duduk lebih dekat, kemudian merengkuh tubuh istrinya untuk ia tenangkan. “Bersabarlah. Setiap anggota keluarga memang ditakdirkan oleh Allah memiliki watak yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk menguji orang-orang terdekatnya. Kita berdoa saja, mudah-mudahan mereka cepat diberikan hidayah.”

Setelah kembali tenang, Ilham melepaskannya, kemudian berusaha menghiburnya dengan cerita-cerita lucu yang ia jumpai selama ia bekerja. Dan ternyata usahanya efektif karena berhasil membuat Riri kembali tersenyum. Namun tak lama, karena beberapa menit kemudian, seseorang memanggilnya dari luar.

“Ri ... Ri!”

Keduanya sontak saling menatap. Bertanya-tanya lewat matanya. Mau apalagi dia mendatanginya?

“Suara Mbak Nur, Mas.”

Ilham mengiyakan, “Mau apalagi dia?”

“Aku nggak tahu.”

“Ri ... Ri!” wanita itu kembali memanggil.

“Aku temui dulu, ya?” Riri beranjak berdiri menuju ke pintu.

Ilham hanya mengangguk dan tersenyum samar. Padahal, dia baru saja membuat istrinya tersenyum, tapi mungkin sebentar lagi akan kembali dibuat tangis oleh orang lain. Terus terang, sebenarnya Ilham kurang suka jika kakak-kakak istrinya itu datang kemari, karena pasti akan berakibat seperti ini.

“Alangkah baiknya kalau kami punya rumah yang jauh agar bisa hidup lebih tenang dan tak perlu bertemu lagi dengan mereka,” gumam Ilham. “Tapi sayangnya nggak mungkin karena Ibu Saida hanya sendiri di sini. Sementara beliau sudah tua. Nggak ada yang merawatnya kalau ada apa-apa, nanti.”

Dan seandainya dia mempunyai banyak uang, mungkin Ilham akan membawa serta mertuanya itu untuk pindah ke planet lain. Agar hidup mereka senantiasa bahagia.

Sementara di luar, Riri menemui Mbaknya yang sedari tadi memanggil-manggil namanya. “Iya, ada apa, ya, Mbak?”

“Itu, loh, tadi Ibumu mberesin rumah sendirian. Mbok yo kamu bantuin kok malah pulang. Kasihan kan, tua-tua harus repot sendiri, nanti sakitnya bisa kambuh lagi, loh.”

“Ya Allah, Mbak. Ibuku kan Ibumu juga. Mbak juga perempuan, bisalah kalau Mbak bantu beliau sedikit-sedikit. Nggak selalu harus aku ....”

“Tapi Mbak kan tamu di sini. Sekali-sekali, lah dilayani.Toh, kami datang ke sini juga nggak setiap hari. Kami pun capek habis dari perjalanan jauh,” jawab Nur sembari melihat-lihat tanaman hias milik Riri yang tumbuh sangat cantik di pot teras rumah.

Riri menahan napasnya kesal. Ah, percuma saja berbicara dengan salah satu makhluk astral seperti mereka. Bukannya nyambung, malah semakin bikin emosi jiwa. Karena semua omongan, pasti akan dibantah olehnya dan malah balik menyalahkan orang lain. Dia selalu benar!

“Eh, ini tanaman kamu dapat dari mana, sih?” tanyanya kemudian menunjukkan tanaman tersebut. “Kok cantik banget janda bolongnya. Mau dong! Mahal, nih.”

“Jangan Mbak, ini dikasih sama orang. Biar Riri aja yang ngerawat. Gimana kalau yang ngasih nanti kecewa kalau tahu-tahu, barang pemberiannya sudah nggak ada.”

“Alah, wong udah dikasih, mah, mau diapain juga terserah. Nggak dosa,” Nur Lela menampik.

“Tapi kesannya jadi kayak nggak menghargai yang memberi, Mbak.”

“Ya udah, Mbak nanti beli, deh. Lima sekalian yang lebih bagus dari kamu!” ketusnya, kemudian berlalu begitu saja.

Lagi-lagi Riri menghela napas. Sabar ... sabar ... batinnya sambil mengelus dada. Tak berapa lama, diapun kembali ke rumah ibunya setelah memberitahu suaminya sekaligus memintanya untuk menjaga anak-anak sementara.

“Nah, tuh dia anaknya,” ucap Nur Lela begitu wanita ini masuk ke dalam. Dan rupanya, ruangan sudah beres dari perabotan kotor. Tinggal hanya menyapu-nyapu lantai saja yang kebetulan berserak sisa-sisa makanan, mungkin kelakuan anak-anak mereka.

“Nggak papa, kok, Ri. Ibu bisa mengerjakannya sendiri. Kakakmu saja yang khawatir tadi. Takut Ibu kelelahan mungkin. Kamu kalau mau pulang, pulang saja,” kata Ibu Saida tidak enak karena terus-menerus merepotkan anaknya yang satu ini.

Namun begitu, Riri tetap menuju ke belakang untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Sebab tadi ia meninggalkan cucian piringnya yang ternyata masih utuh, dan malah justru semakin menggunung.

“Ibu mau bantu Riri, ya. Kasihan dia. Pekerjaannya sendiri malah nggak ke pegang karena bantuin Ibu terus,” ucap Ibu Saidah beranjak dari tempat duduknya, namun sontak dicegah oleh anak sulungnya.

“Sudahlah, Bu. Nanti Nur yang ganti uangnya karena nggak kerja sehari demi kita. Ya nggak Ti?” dia meminta pendapat kepada adik iparnya. Tapi wanita itu masih cemberut sebab karena masalah tadi.

“Paling berapa sih, pendapatan bikin kue. Sehari paling lima puluh ribu. Kecil menurutku,” sambungnya lagi tanpa menyadari perubahan roman muka adik iparnya lantaran keduanya sama-sama berotak bebal!

Tanpa menunggu Riri selesai melakukan pekerjaannya, Nur Lela menuju ke belakang dan mengeluarkan dompetnya yang terisi banyak sekali uang lembaran berwarna merah dan biru. Seakan sedang memamerkan diri bahwa dia begitu kaya.

“Nih, buat ganti pekerjaanmu sehari,” kata Nur Lela mengulurkan uang tersebut. “Aku tahu kamu pasti kehilangan pendapatan hari ini gara-gara kedatangan kita.”

Namun Riri tersenyum dan menolak dengan ramah, “Maaf dan terima kasih sebelumnya Mbak. Aku melakukan ini ikhlas, demi Ibu, bukan karena ingin dibayar. Mana ada sama saudara perhitungan.”

“Sombong!” maki Nur Lela kemudian keluar dari dapur itu.

“Bukan begitu, Mbak ... Ya Allah ...,” geram Riri menahan marah. Begini salah, begitu salah. Lantas bagaimana benarnya? Kenapa lagi-lagi dia harus ribut masalah uang? Bukankah ini memalukan?

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 34

    Tanpa Riri ketahui sebelumnya, ternyata kedatangan Ustaz Syarif datang ke sini selain menjenguk muridnya yang baru saja di khitan, beliau juga mempunyai maksud lain. Yakni mengantar keponakannya untuk melamar sang pujaan hati. Apabila ada yang bertanya, di mana orang tua Panji, mereka sudah tiada semenjak lama. Oleh karenanya, Panji menggandeng Pamannya sebagai wakil orang tua satu-satunya. Hmm. jangan ditanya lagi bagaimana perasaan Riri dan keluarga. Terkejut? Ya, tentu saja. Itu sudah pasti.Riri tidak menyangka bahwa dia dilamar secara dadakan seperti ini tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu sebelumnya. Beberapa hari yang lalu, mereka memang sempat berkomunikasi lewat pesan singkat. Namun Panji hanya menanyakan kesediaannya jika ia datang ke rumah. Tetapi sungguh, Riri tidak paham karena ternyata inilah yang dimaksud oleh pria itu. Jangankan bertanya bagaimana perasaannya atau kesiapannya untuk menikah lagi setelah bercerai dengan Ilham—dekat saja—rasanya tidak pernah. Dia ma

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 33

    Tidak ada gairah hari ini, yang dilakukan Riri hanyalah menangis, menangis dan menangis setelah suaminya itu benar-benar pergi dari rumah. Berkali-kali dia menyadarkan dirinya agar tidak terlalu berlebihan menyikapi sejumlah permasalahan yang sedang ia hadapi. Namun berkali-kali juga kenangan indah terbayang di pikirannya. Tidak mudah baginya menghapus semua kenangan yang biasa ia lakukan bersama selama enam tahun belakangan ini bersama Ilham. Di sini, di tempat ini.Bagaimana mungkin seorang Ilham yang ia kenal begitu lembutnya mencintai dirinya tega berbuat demikian? Riri sama sekali tidak menyangka.Betapa awal pertemuan mereka sangat indah. Bekerja sambil menjalin cinta. Pulang pergi berboncengan bersama. Tak lama kemudian menikah, bulan madu, pindah rumah sendiri, lewat satu bulan setelanya ia langsung hamil Fadly. Mereka merasakan kebahagiaan luar biasa saat pertama kali menjadi orang tua. Selang beberapa tahun kemudian, mereka kembali di anugerahi seorang anak laki-laki lag

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 32

    (Dobel upini lho...🥰🌺🤭)‘Lihatlah, Mas. Anak-anak kita yang jadi korban keegoisanmu sekarang, apa kamu nggak kasihan sama mereka?’Riri cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya, sebelum Ilham bertambah marah dan membuat anaknya menjadi semakin takut. “Kita langsung makan saja, ya, Nak. Nanti habis itu, bobo siang sama Adek di rumah Nini, Okay?”Fadly mengangguk, anak itu tak membantah sama sekali perintah ibunya. Tapi dalam hati ia telah menyimpan benci kepada ayahnya karena pria itu telah memperlakukan wanita yang dicintainya dengan cara tidak baik. “Bu, Fadly sama Fadlan di sini dulu, ya. Aku masih ada urusan,” kata Riri setelah ia berada di rumah Ibu Saida.“Iya, nggak papa, Nak. Toh, di sini juga ada Mbakmu yang jagain mereka,” jawab Ibu Saida tersenyum. Sebagai seorang ibu sekaligus orang yang rumahnya paling dekat, beliau paham apa yang sedang terjadi dengan rumah tangga putrinya. Namun, beliau enggan mengikut campuri hubungan mereka. Sebab, mereka sudah sama-sama dewasa dan t

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 31

    Mati-matian Riri menahan sebak di dadanya. Dalam keadaan demikian, wajah anak-anaknya membayang di pikiran, bagaimana nasib mereka nanti dan dengan cara apa Riri menjelaskannya?Ah, Ya Tuhan... seperti inikah Mas Ilham sebenarnya yang dia cintai selama ini?“Bukankah kamu tahu, Mas Ilham sudah beristri?” tanya Riri setelah dapat menguasai dirinya lagi.Perempuan yang bernama Lira itu mengangguk. “Maaf, Mbak... tapi hanya laki-laki seperti Mas Ilham yang dapat menerima sepenuhnya keadaanku. Kasihanilah aku, aku bukan wanita sempurna sepertimu yang bisa memiliki anak. Kelak, jika aku tidak menikah dengan Mas Ilham, aku akan hidup sendiri dan terlunta-lunta sampai tua.”“Apa pun alasannya, ini tidak bisa dibenarkan. Tidakkah kamu pikirkan perasaanku?” Riri bertanya dengan nada menyentak. “Apa kamu sadar, perbuatanmu ini tercela. Kamu merebut suami orang. Kamu bahagia di atas penderitaan orang lain. Coba kita ganti posisi. Aku yakin kamu nggak akan bisa berbicara seperti ini sekarang.”“A

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 30

    “Ri, maaf, Ri... iya, aku salah aku tadi terlalu keras ke kamu. Buka pintunya, Sayang.” ‘Aku nggak peduli, Mas. Aku nggak peduli.’Riri kembali mematikan ponselnya dan menyembunyikannya di tempat yang paling susah dijangkau. Wanita itu duduk di ranjang, menghela napasnya dalam dan berusaha tenang meski tangis tetap tidak bisa ia cegah mencuat keluar dari tempat persembunyiannya. ‘Hancur sudah mimpi-mimpi yang pernah kita bangun, Mas. Aku sangat paham bahwa kamu ingin hidup lebih baik dari sebelumnya, agar tidak ada lagi yang menghina keluarga kita. Tapi cara yang kamu gunakan salah, karena kamu justru menghancurkan rumah tangga ini. Kamu telah menodainya.Aku percaya setiap pernikahan pasti akan di uji—seperti pernikahanku sekarang. Aku sempat mengira ujian ini sudah hampir selesai karena aku lihat saudaraku, Mbak Nur Lela sudah mulai berubah. Tapi masalah lain ternyata datang dari kamu.‘Tuhan... biarkan aku tidur dulu sejenak untuk menenangkan pikiran.’Riri merebahkan diri ke ran

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 29

    “Mumpung aku lagi libur, aku mau main ke rumah Mama. Kamu mau ikut apa nggak?” ucap Ilham begitu Nur Lela pergi dari rumah. “Aku mau menginap di sana dua hari, kasihan mereka sudah lama nggak di tengok.”“Aku kan, sudah bilang tadi. Aku lagi banyak pesanan, Mas,” jawab Riri begitu sabar walau masih sangat dongkol dengan pria ini. Dia pun heran: ‘Kenapa sih, hampir semua orang di sekelilingku jadi toxic?’ Ilham kembali berujar, “Apa kamu nggak mau mengunjungi mertuamu? Sudah lama kita nggak ke sana.”“Yang pasti pengin, tapi bukan sekarang. Lagi pula besok anak-anak juga harus sekolah lagi, harus ngaji juga. Kasihan kalau sampai libur dua hari, nanti bisa ketinggalan pelajaran. Kalau memang Mas Ilham mau mengajak kami menginap boleh, tapi nanti kalau ada libur panjang,” jelas Riri dengan uraian panjang. “Ya sudah kalau begitu, aku juga nggak mungkin memaksamu. Tolong siapkan pakaianku, ya. Bawakan baju santai dua setel, baju formalnya satu setel saja,” titah Ilham yang diangguki oleh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status