Share

6. Kondangan

Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah.

"Udah puas lo hancurin semuanya!" 

"Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain. 

Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya. 

"Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu. 

"Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!"

"Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi. 

Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level kita," ucap Azza melerai. 

"Gak bisa, Za. Orang kayak dia harus di kasih pelajaran," Nayla terus menarik rambut Sofia hingga tercabut beberapa helai. 

Sofia yang merasakan sakit di kepalanya dan melihat rambutnya rontok pun juga semakin erat menarik rambut Nayla. "Asal lo tahu, temen lo dan ibunya yang bakalan tinggal nama itu gak pantes ada di dunia ini!" 

Azza yang mendengar ibunya di hina langsung mendorong tubuh Sofia hingga terjatuh.

"Lo bilang apa, tadi?" 

"Nyokap lo yang cuma tinggal nama doang, kenapa? Lo gak terima?" satu tamparan keras mendarat di pipi Sofia yang mulus seperti lantai mall.

Semua orang di sana terkejut dengan apa yang di lakukan Azza. Terutama Nayla, pasalnya ia tak pernah melihat Azza sekalipun menyentuh Sofia. 

Untuk pertama kalinya, seorang Azza berani menampar seseorang. Untuk pertama kalinya Azza memperlihatkan pada orang-orang betapa marahnya ia.

"Sekali lagi lo bilang gitu, gue bakal jahit mulut lo yang gak bermutu itu!" ucap Azza dengan penuh penekanan yang membuat Sofia sedikit menciut, "lo ingat, ini. Kita berbeda level, gue dengan level gue yang pretty dan high class, sementara lo yang murah!" 

Sofia hanya diam melihat Azza berbicara, matanya, detak jantungnya, tubuhnya yang bergetar. Ia tak percaya bahwa Azza berani menyentuhnya dengan sebuah tamparan yang membuat pipinya perih. 

Setelah puas, Azza pun berdiri dan menarik tangan Nayla menjauh dari tempat itu. Di susul yang lain, satu persatu mahasiswa yang melihat kejadian tadi ikut pergi. 

Sofia tak terima di permalukan di depan banyak orang menyimpan serapahi Azza, "mulai berani lo sama gue? Kita lihat aja."

"Za, kenapa, sih, lo gak hajar dia pakai ranting pohon di sebelah tadi, sih." 

"Dia bukan level kita, gue udah kasih tahu, kan?" 

"Iya, tapi dia udah keterlaluan tahu, gak? Hama, tuh, harus di basmi! Tamparan doang mungkin cuma kayak gigitan semut buat dia."

"Lo, inget ini. Kita perempuan elegan, sementara dia, hanya barang murah yang banyak di minati banyak orang. Sementara barang mahal, orang-orang akan bekerja lebih keras untuk mendapatkan barang itu dan menjaganya dengan baik," Azza mencoba menjelaskan kepada Nayla agar tidak terlalu menanggapi seorang Sofia yang seperti ular.

"Tapi gue gak mau lo di ganggu sama dia, Za. Gue mau lo itu bahagia." 

Azza bersyukur masih mempunyai sahabat yang sayang padanya, ia bersyukur di kelilingi orang-orang baik. "Gue punya kalian aja udah bahagia, Nay. Lo, Niko, Iqbal, Ibra, Lisa, dan Mama adalah sumber kebahagiaan gue. So, apa yang harus gue cari lagi." 

Nayla mendengar ucapan dari Azza merasa terharu dan sesak di dadanya. Bagaimana bisa Azza mampu bertahan di situasi seperti ini, "kita bakal support lo, Za," ucapnya sambil memeluk Azza.

"Jangan nangis, lo jelek kalau lagi nangis." 

"Gue terharu bego!" 

"Ya, gue tahu. Tapi ingus lo tuh keluar dari goa, jijik gue," ucap Azza membuat Nayla jadi kesal dan memukul pelan tubuh Azza agar tak sakit.

"Udah, jangan nangis. Di bilang lo jelek kalau nangis juga masih aja nangis, dasar cengeng!" 

"Bodo amat!" ucap Nayla sambil menarik masuk lagi ingusnya. 

**** 

Sore ini, Azza sedang menghadiri acara pernikahan temannya waktu SMA. Meskipun baru kemarin lulus, ternyata tak sedikit teman sekolahnya membuat acara pernikahan. 

Saat Azza sedang berjalan masuk ke gedung, tiba-tiba tangannya di pegang oleh seseorang. 

"Aaaa! Ampun, om. Saya baru lulus kemarin." teriak Azza heboh, ia kaget dan mengira akan di culik.

"Apaan, sih, ini gue kesayangan lo!" kemudian Azza membuka matanya.

"Lo, kenapa, sih, selalu ganggu hari-hari gue!" 

"Apaan. Lo pikun? Kita satu sekolah, gue di undang sama Sherly!" 

Azza yang menyadari itu merasa malu, namun mencoba menutupinya dan memasang wajahnya yang cool. "Ya, biasa aja dong, gak usah ngegas!" 

"Lo hari ini cantik, Za." 

"Gue emang cantik kali." 

"Hah... Lo kenapa, sih, ngajak gue putus. Padahal gue sayang banget sama lo." 

"Masih sayang, gak usah sok puitis!" 

"Lo jahat banget, sih, sama gue." 

"Kemana aja? Gue dari dulu juga jahat kali." Bisma hanya diam, lalu memberikan tangannya agar bisa bergandengan dengan Azza. Tapi, apalah daya seorang Azza manusia yang tidak peka terhadap sekitarnya. 

Azza melangkah kan kakinya memasuki gedung, meninggalkan Bisma yang heran dengan sikap mantannya itu. 

Saat di dalam, Azza melihat teman-temannya sedang berkumpul di meja makan. Ia berjalan dan menyapa teman-temannya yang sedang asik makanan yang di sediakan di acara tersebut. 

"Hai, guys!" 

"Wah! Tuan putri datang ... Gila, cantik banget, sih, lo." 

"Iya, dong, Azza Kharisma." 

Tak lama Bisma datang dan duduk di kursi samping Azza, "Lho, kalian dateng bareng?" tanya Nayla. 

"Iya." 

"Gak!" 

Mendengar jawaban yang berbeda, Niko, Ibra, Iqbal dan Nayla di buat bingung.

"Oke, jadi yang bener yang mana?" 

"Jawabannya, kita gak barengan!" 

"Lo, kok jahat, sih, Za. Kan kita tadi bareng di parkiran." 

"Bisa diem, gak!" Bisma langsung diam, "untung sayang," gerutunya. 

"Eh, kita foto-foto, yuk," ajak Nayla, mengabadikan sesuatu hal adalah sebuah kewajiban bagi Nayla. Apalagi saat ini mereka sedang memakai pakaian yang rapi. 

"1, 2, 3! Senyum!" semua orang tersenyum. "Lagi-lagi, lo pegangin dong, Bra." 

"Heh! Gak sopan banget lo."

"Apaan, sih, ngegas." 

"Lo tadi panggil gue apa?" 

"Ibra." 

"Bukan, lo tadi manggil gue, Bra. Gue tahu nama gue ambigu banget. Tapi, pliss! Jangan gue panggil begitu." 

"Lha, kan emang nama lo, Ibra. Terus lo mau di panggil, apa?" tanya Nayla.

"Aliansi Syarif," ucap Ibra dengan percaya diri. 

Niko mendengar itu pun merasa perutnya mual, "Gue pengen muntah."

"Sama, gue juga," sahut Iqbal. Akhirnya mereka melanjutkan foto bersama pengantinnya.

"Selamat, ya, Sherly! Udah nikah aja." 

"Lo gak tekdung, duluan, kan?" 

Sherly mendengar pertanyaan dari Azza pun memukul pelan kepala temannya, "lo gila? Ya, enggak lah. Daripada gue tekdung duluan mending gue nikah duluan." 

"Berarti lo gak sabar, ya?" 

"Ya, gak gitu juga konsepnya, Za." 

"Hmm, terserah lo apapun itu alasannya. Selamat malam pertama, bestie!" 

"Gue nyesel undang lo ke sini," ucap Sherly pasrah. 

Setelah acara kondangan selesai, Azza langsung berpamitan pulang. "Mama, Azza pulang." 

Tak mendapati jawaban dari sang ibu, Azza mencari di setiap ruangan. 

"Mama," Azza langsung memeluk tubuh Vina. 

"Eh, anak mama udah pulang." 

"Gimana? Acaranya seru?" 

"Seru gimana? Orang acara kondangan." 

"Ya, kan pasti ketemu sama teman-teman lama kamu."

"Iya, sih, ma. Tapi gak semua dateng." 

"Ya, udah, sekarang ganti baju, beres-beres." 

Azza hanya mengangguk dan berdiri. Ia merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh sang ibu. 

Azza melihat mata yang sembab seperti habis menangis. Azza tidak mau bertanya, ia takut sang ibu menjadi lebih sakit. Tapi, ia juga tak tega melihat mamanya terus menangis. 

Biarlah Vina yang menceritakan sendiri suatu saat, nanti. Mungkin itu yang ada di pikiran Azza saat ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status