Share

7. Kakak Senior

Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus. 

"Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya. 

"Iya, kak?" 

"Kamu nanti sore sibuk nggak?" 

"Enggak, kenapa?" 

"Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi." 

"Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak.

"Iya, boleh." 

"Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka. 

"Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za." 

"Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini." 

Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas. 

"Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo."

"Siap, mbak Azza." 

Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, padahal masih jam sepuluh," ucap Lisa dengan mengibas-ngibaskan tangannya.

Tak lama Nayla, Niko, Iqbal, dan Ibra datang.

"Heh! Udah gibah aja lu berdua, gak nungguin gue. Jahat banget sumpah," ucap Iqbal.

"Tahu! Dasar lambe gosip!" ketus Nayla. 

Niko pun datang bersama Ibra dengan membawa empat mangkok bakso dan empat gelas minuman.

"Eh, Nay, gimana ceritanya lo kemarin berantem sama Sofia?" tanya Ibra sambil meracik bumbu baksonya.

"Tahu, dia tiba-tiba nabrak gue terus ngomel gak jelas sambil bawa-bawa nama Azza. Lha, kan masalahnya sama gue. Orang dia yang nabrak gue, bukannya minta maaf, malah nyerocos." 

"Hmm! Emang tuh, ya, manusia tulisan roh jahat! Otaknya pindah di lutut kayaknya." cibir Iqbal yang juga kesal melihat tingkah laku si ular zumba.

"Eh, Bal. Lu biasa aja kali! Egois banget lo sama sambel." Lisa melihat Iqbal mengambil banyak sambal.

"Nih, gue mau persiapan kalau ketemu si ular bulu nanti. Biar lancar gue makinya." 

"Udah lah, guys! Bukannya ini udah biasa? Lagian yang waras harus ngalah kan?" 

"Ngalah, ya, ngalah aja, Za. Kalau udah keterlaluan mah gak bisa di biarin," tutur Niko, ia kasihan melihat Azza yang selalu di ganggu oleh saudari tirinya itu. 

Azza hanya diam tak menanggapi ucapan dari teman-temannya. Ia bisa saja melawan mereka, tapi menurutnya itu akan sia sia. 

"Eh, ada rakyat jelata, nih, lagi kumpul." 

"Pasti lagi bahas masa depan yang gak jelas," dua orang perempuan yang dengan gaya yang angkuh. 

"Hih! Tiba-tiba gue merinding, guys!" ucap Iqbal sambil memegang leher belakangnya. 

Niko, Nayla, dan Lisa yang mengerti maksud dari Iqbal pun mengikuti gaya seperti orang sedang uji nyali.

"Weh! Iya, bener, cuy!" 

"Ih, lihat-lihat bulu tangan gue pada diri, anjir!" 

"Wah, warung ini ternyata berhantu, guys!" 

Tak mau hanya dengan ucapan menyindir. Niko mengambil ponselnya dan tak lupa merekamnya seperti seorang sedang ngevlog. 

"Oke! Guys! Hari ini gue sedang berada di dalam sebuah warung, dan tiba-tiba temen gue merasa merinding."

"Iya, guys! Sini lihat. Kan? Merinding gue." 

"Tenang, guys! Gue ngerasa ada dua makhluk sedang berdiri di pintu sebelah kita duduk," ucap Niko dengan gaya seperti seorang dukun.

"Aing mencium aroma-aroma busuk di sekitar sini," Nayla dengan tangannya seperti mencium sebuah aroma.

"Mungkin setannya lagi kentut," usul Lisa.

"Nah, bener, atau nggak dia gak pernah sikat gigi," ucap Iqbal.

"Atau dia gak pernah mandi, karena gak mampu beli sabun sama odol," ucap Niko masih merekam tingkah teman-temannya. 

Ibra dan Azza yang melihat hanya tersenyum melihat tingkah absurd teman-temannya. Dua perempuan itu adalah antek-antek Sofia, Dewi dan Gita. 

Selain Sofia, dua pengikut dakjal itu pun juga selalu mengusik kehidupan Azza. Sementara Azza dan teman-temannya menyebut mereka sebagai geng ulet keket.

Sebuah nama yang cocok untuk mereka bertiga. Merasa tidak di anggap, Dewi dan Gita akhirnya pergi begitu saja. "Guys! Akhirnya setannya udah pergi," ucap Niko mengakhiri rekaman videonya.

****

Saat ini Azza, Lisa, dan Andra sedang berada di sebuah toko buku. Mereka bertiga sedang mencari alat untuk kebutuhan organisasi kampus.

"Za, lo sama Lisa cari yang ada di kertas. Itu udah gue catat semua." 

"Hmm, oke, kak." 

Mereka berpisah di depan pintu masuk. 

"Za, menurut lo, kak Andra ganteng, gak?"

"Biasa aja." 

"Berarti lo belom move on dari Bisma." 

"Apaan, sih, gue gak mau bahas itu, lagi." 

"Ya ampun, Za. Lagian gak apa-apa, kali, kayaknya juga, kak Andra orangnya baik, perhatian lagi." 

"Percuma baik, kalau nggak tulus." 

Setelah memilih barang-barang yang di perlukan, kini mereka akan kembali ke rumah. Namun, saat mereka bertiga tengah sibuk memasukkan barang ke dalam mobil, tiba-tiba seseorang menarik paksa tangan Azza.

"Pulang!" 

"Papa," mereka pun terkejut dengan kedatangan Erik tiba-tiba dan menarik tangan Azza dengan kasar. "Enggak! Azza gak mau pulang sama papa!" ucap Azza dengan menghempaskan tangan Erik.

"Mulai bantah, kamu, ya!" 

"Apa, sih, pa? Azza gak mau pulang!" 

"Om! Lepasin Azza," Lisa juga ikut menarik tangan Azza yang di pegang Erik. Bukan Erik namanya jika tidak marah saat di larang.

"Kamu siapa? Tahu apa kamu tentang anak saya!" 

"Om, ini bisa di omongin baik-baik, kasihan Azza kesakitan," Andra mencoba membela Azza. Melihat Azza yang kesakitan membuatnya tak tega.

Tak di sangka, Erik mendaratkan sebuah pukulan ke wajah Andra. "Kamu anak kecil! Gak usah sok jagoan dengan ikut campur urusan orang!" 

"Papa!" teriak Azza. "Papa, gak malu di lihatin banyak orang?" 

"Papa, gak perduli! Sekarang ikut papa, pulang!" 

"Om, saya memang tidak tahu masalah dalam keluarga kalian. Tapi om salah dengan cara membawa paksa Azza! Apa om, gak lihat? Azza kesakitan." 

Erik mendorong tubuh Andra hingga kembali terjatuh, "kak Andra!" Lisa terkejut dan mencoba membantu Andra berdiri. 

"Papa, stop!" 

"Mulai berani, kamu!" Erik mengangkat tangannya. 

"Apa! Pukul! Pukul Azza sampai lo, puas!" Kini Azza mulai emosi.

"Azza muak! Azza capek! Apa, sih, mau lo?" 

"Belum puas lo ngehina mama?" Erik hanya terdiam mendengarkan semua cacian yang keluar dari mulut Azza. 

Azza pun tak habis pikir dengan apa yang ada di otak sang papa. Ia sudah cukup sabar untuk selalu diam dengan semua perlakuan dari keluarga baru Erik. 

"Gue gak akan pernah pulang ke rumah lo!" 

Serakah mengucapkan sebuah kalimat yang menjadi peringatan untuk Erik, ia mengajak Lisa dan Andra masuk ke dalam mobil. "Kita pergi sekarang!"

Tanpa menunggu lama Lisa dan Andra menyusul Azza masuk ke dalam mobil, meninggalkan Erik yang sendirian dengan wajah yang frustasi.

"Aaakkhh!" 

Di dalam mobil hanya sebuah keheningan, Andra melihat luka merah di pergelangan tangan Azza mencoba untuk bertanya, "Za, tangan lo--"

"Gak apa-apa," potong Azza 

"Sorry buat kalian jadi ikut campur," lanjutnya. 

"Gue obatin dulu, ya, Za?" 

"Nggak perlu," kemudian ia menurunkan lengan kaosnya. Untung saja ia menggunakan pakaian lengan panjang untuk menutupi memarnya. 

"Are you, okay?" tanya Andra.

"Ya, im okay," kemudian Azza melihat ke arah jendela. 

Kini ia kacau, kehidupannya yang tak lagi seindah dulu membuat Azza frustasi. Mulai dari Sofia yang merebut segalanya. Melihat sang Mama selalu menangis setiap malam.

Ia bingung harus bagaimana, Azza mencoba selalu diam dan menghindari semuanya yang ia benci atau pun takuti. Namun, apa yang ia tidak suka malah datang sendiri padanya tanpa di undang. 

Sudah lah, ia sudah terlalu lelah memikirkan semua itu. 

"Azza, udah selesai, sayang?" ucap Vina, namun Azza tidak menjawabnya dan langsung pergi melewati sang Mama. 

Ia masuk kamar dan tak menguncinya. Terdapat foto-foto masa kecilnya yang ia rindukan. Azza menatap miris beberapa foto yang ia tempel di dinding dan di hiasi lampu Tumbler.

Ia menangis tanpa suara, ia merasa sesak di dadanya.

"Azza, kamu kenapa, nak?" lagi dan lagi Azza tidak menjawab panggilan dari Vina dan terus mengetuk pintu kamarnya. 

Vina khawatir, ia tak tahu apa yang terjadi dengan Azza. Semenjak ia berpisah dengan Erik, anaknya itu sudah mulai jarang menceritakan apa yang terjadi.

Vina berharap semuanya ini akan segera berakhir. Ia tak tega melihat Azza yang selalu menyembunyikan rasa sakitnya sendiri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status