Share

06. Hutang Bensin

last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-07 15:30:11

“Wah, selamat ya Sus, Ratmin, kalian sudah menjadi orang tua, duh gemas banget lihatnya,” ucap Bu Retno bahagia.

“Terima kasih, Bu Retno,” jawabnya dengan tersenyum bahagia.

“Aku juga ngucapin selamat deh buat kalian, tetapi kok hidungnya pesek gitu dan kulitnya ... duh makanya Sus, kalau lagi hamil itu perawatan juga dong kasihan banget bayi kamu, bukan memperbaiki keturunan malah lebih parah lagi,” hina Siska tanpa koma.

“Iya, kamu juga Min, sebagai suami itu harus memanjakan istrinya seperti aku ini, masa kamu biarkan Susi nggak terawat banget, lihat bayimu saja aku malas gendong deh!” rutuknya sewot.

 

“Aduh, sudah deh Mbak, Mas, kalau kalian di sini hanya untuk berkomentar nggak jelas, lebih baik kalian pulang deh, aku mau menikmati menjadi Ibu dulu,” ucapnya tanpa melihat ke arah mereka.

“Kalian pulang saja sana, tuh lihat kasihan istrimu sudah seharian di luar,” sahut Bu Retno yang geram juga melihat tingkah laku sepasang suami istri itu.

“Ya sudah, kami pulang dulu nggak betah juga lama-lama di tempat seperti ini, oh ya Min, kamu bayar sekarang atau kamu ngutang nih?”

“Maksudnya ngutang apa nih, Mas, perasaan kami nggak pernah meminjam uang sama sampean?”

“Lah, piye toh, itu yang tadi bawa istri kamu kan pakai mobilku, berarti jatuhnya nyewa dong dan bensinnya memang gratis,  buang air kecil saja bayar kok apa lagi nyewa mobil!”

“Memang berapa harus saya bayar Mas?” tanyanya sedikit emosi.

“Sebenarnya uang itu tidak bersaudara, tetapi karena kamu adalah saudara kembarku cukup bayar Rp. 250.000 deh, bagaimana ada nggak uangnya?”

“Mas, jarak dari rumah kami ke rumah bidan dekat, Mas kok mahal banget sih?”

“Itu sudah murah loh, Min, masa kamu terlalu kere sih, uang segitu nggak punya?” hinanya kembali dengan berkacak pinggang.

 

“Aduh, Mas Ratman ini perhitungan banget jadi orang, ya sudah kalau begitu anggap saja sedekah sama orang seperti kita, pahalanya besar loh Mas, katanya Mas Ratman itu adalah orang dermawan di kampung ini, malu dong sampai minta-minta sama saudaranya yang miskin ini,” bela Susi mulai geram dengan tingkah laku saudara iparnya itu.

“Ya elah Sus, namanya utang di mana-mana harus bayar dong, bukannya sebelum kita meninggal tidak baik meninggalkan hutang kepada keluarga, kasihan nantinya merasa terbebani gitu lah,” sahutnya dengan percaya diri.

“Terus kalian datang tiap hari ke rumah, apa sampean nggak malu masa minta makan sama orang miskin, alasannya banyak banget deh, giliran kita mau ke rumah sampean malah nggak boleh!” rutuknya kesal.

“Kalau itu lain dong Sus, itu kan namanya silaturahmi sesama keluarga, wajar dong kalau aku menjenguk kalian, bagaimana kabar kalian itu saja!”

“Kalaupun makan di sana ya kebetulan saja, namanya juga rezeki masa di tolak,” jawabnya enteng.

“Kamu ini Man, orang lagi baru melahirkan istrinya, kamu malah bertanya tentang uang bensin, nggak boleh loh menzalimi saudara seperti ini, bisa kena karma loh,” celetuk Bu Retno menimpali.

“Katanya kaya masa minta uang bensin sama saudaranya gitu, apa kata warga  kalau sampai tahu, malu nggak tuh?”

“Ya ... nggak malu lah, sama saudara sendiri kok mintanya!” celanya lagi tanpa rasa bersalah.

Susi dan Suratmin saling berpandangan dan mengerti satu sama lain. Mereka memakai bahasa isyarat yang hanya mereka yang tahu, sehingga membuat Siska dan Suratman menjadi bingung.

“Aduh, apa sih yang kalian bicarakan hanya memakai kode alis kalian, mau hutang apa nggak nih, atau aku kasih waktu saja deh seminggu lah bagaimana?”

“Sebenarnya aku juga nggak tega sama kalian , tetapi ya mau bagaimana namanya hutang ya harus dibayar lah. Kamu nggak mau kan nanti kalau meninggal dikejar-kejar hutang atau kamu mau membebani saudaramu gitu?” tanyanya sembari mengejeknya dengan halus.

“Owalah padahal aku pikir Mas Ratman ikhlas membantu aku, ternyata bayar toh, tetapi ya udalah nasi sudah menjadi bubur.”

“Mas, bayar saja jika itu dianggap kita mengutang ya kasih saja uangnya, toh kita nggak mau juga hanya masalah ini kita menjadi musuh, masalahnya kita bersaudara dan tetanggaan pula.”

“Mas Ratman terima kasih atas bantuannya sudah mengantar Susi ke rumah bidan,” ucap Susi dengan tersenyum.

“Iya, Sus namanya kita ini bersaudara ya tolong menolong itu wajib hukumnya,” sahut Ratman dengan bangga.

“Tolong menolong apa Man, buktinya itu kamu minta bayar Rp. 250.000, itu apa namanya, padahal nggak jauh-jauh amat, tetapi uang bensinnya mahal banget, sedangkan kita nggak bilang mau ganti bensinmu loh, Man,” celetuk Bu Reyno yang tidak habis pikir dengan sikap saudara kembarnya itu.

“Lah, Bu di mana-mana kalau memakai jasa orang harus bayar dong, masa gitu saja harus diajari sih?” kilah Suratman yang tak mau kalah.

“Iya, maaf Mas, kami bayar saja tidak enak berdebat di sini hanya masalah seperti ini,” ucap Suratmin dan mengeluarkan dari saku celananya.

Suratmin mengeluarkan uang pecahan dua ribuan, lima ribu, sepuluh ribu dan dua puluh ribu. Susi juga mengorek dari isi dompetnya yang ternyata hanya mempunyai uang sepuluh ribu saja.

Bu Retno yang melihat Suratmin dan Susi mengeluarkan semua uang sisa pembayaran biaya persalinan dan merogoh dalam-dalam saku celananya merasa iba dan  sangat miris, tetapi dia tidak mau terlalu mencampuri urusan mereka, dia hanya bisa berdoa agar selalu memberikan kesehatan dan kemudahan dalam mencari rezeki.

“Maaf, Mas uangku cuma ada sisa ini, nggak apa-apa ya?” tanya Suratmin dengan menyerahkan uang yang belum genap dua ratus lima puluh ribu rupiah.

Suratman menerima uang yang diberi oleh Suratmin dengan sedikit di tekuk dan lalu menghitungnya dengan teliti.

“Loh, Min ini uangnya kurang, kamu bagaimana sih, terus bayar pakai uang beginian lagi, miskin amat sih hidup kamu, Min!” Suratman menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang.

“Makanya nggak usah pakai mobil kita sekalian kalau nggak punya uang, begini jadinya sok-sok an sih, rumah bidan kan dekat cuma dua kilometer saja!” celetuknya membela suaminya Suratman.

“Memang kurang berapa sih?” tanya Bu Retno penasaran.

“Min, aku anggap hutang ya ... kurangnya sih nggak banyak cuma tiga puluh dua ribu rupiah,” ucapnya lagi dengan santai.

“Nggak usah jadi hutang biar saya saja yang bayar, gitu saja kok repot,” sahut Bu Retno sembari mengeluarkan uang dari dompet kecilnya dan memberikan kepada Suratman.

“Bu, nggak usah repot-repot, biar kami saja yang bayar, Ibu sudah banyak membantu kami, nggak enak rasanya kalau Ibu yang mengeluarkannya, ini hutang kami, Bu!” jelas Suratmin memelas.

“Kamu ini Min, jangan bilang begitu, saya ini ikhlas membantu kalian!”

“Kamu dan Susi juga sering membantu Ibu, bahkan melebihi dari tiga puluh dua ribu rupiah, bahkan kamu sempat mendonorkan darahmu buat Bapak, padahal kita bukan keluarga, tetapi kalian tanpa pamrih membantu kami dengan tenaga kalian.”

“Uang segini belum cukup membayar apa yang kalian lakukan untuk keluarga Ini, jadi terima lah, Nak,” jelas Bu Retno dan memaksa Suratmin menerima uang yang dikasih oleh Bu Retno.

“Te-terima kasih, Bu!”

“Dan kamu Man, hutang Suratmin sudah lunas ya, tidak ada lagi jangan sampai kamu amnesia bilang belum bayar, ingat itu!” ancam Bu Retno menatap tajam ke arah pasangan suami istri pelit itu.

“Iya, Bu , nggak ada hutang, gini kan enak,” ucapnya bahagia karena bisa mendapatkan uang untuk mengisi dompet tebalnya.

“Kalau begitu aku pulang dulu, Min, sumpek aku di sini, ayuk Sayang!” ajaknya menggandeng istrinya dan berpamit pulang.

Namun, saat ingin melangkahkan kakinya  tiba-tiba  pemilik warung makan tempat Suratmin bekerja ternyata datang menjenguk mereka.

Seketika Suratman dan Siska merasa heran dan tidak percaya dengan kedatangan tamu yang berpenampilan sangat rapi dan nampak elegan.

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   124. Tolakan Rayhan

    Memang tidak diragukan dulu saat mereka satu kampus. Ayu yang terlahir dengan wajah cantik dan tubuh seksi, membuat siapa saja akan jatuh cinta dan tergoda, sehingga banyak para lelaki yang mencuri pandang dengannya dan ingin merasakan pelukan hangat dari Ayu. Apalagi cara berpakaian yang sangat terbuka membuat para pria panas dingin dibuatnya.“Apakah Ayu yang mengatakan hal itu dengan Bapak?” “Iya, kamu juga mencintai Ayu, kan?” tanya Suratman bersemangat dan melirik sinis kearah Suratmin. Rayhan menghela napas panjang, dia tahu akan terjadi seperti ini. Apalagi beberapa hari yang lalu Rayhan bersama Hanin melihat Ayu bergandengan tangan dengan pria yang lebih tua darinya.Saat mereka berbincang di ruangan Rayhan, tiba-tiba saja Pak Dibyo ayah kandung Rayhan masuk ke ruangan itu. Dia pun ikut terkejut dengan kehadiran dua orang saudara kembar itu. Dengan cepat Suratman berdiri untuk menyambut Pak Dibyo dan menghambur ke pelukan seakan mereka baru bertemu kembali sebagai seorang

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   123. Pertemuan Saudara Kembar

    Tepat pukul dua siang akhirnya Suratman sudah sampai di kantor Rayhan. Setelah memarkirkan mobilnya dia keluar dari mobil dengan senyuman semringah, berjalan tegak dengan membusungkan dadanya. Pria paru baya itu yakin kalau selain kerja sama itu dia juga menawarkan Ayu untuk dinikahinya. Apalagi kata putrinya sendiri kalau Rayhan juga sangat mencintai Ayu.“Ah sebentar lagi perusahaan ini akan menjadi milikku . Rasanya tidak sabar untuk bisa masuk di dalam keluarga Rayhan,” batin Suratman sambil menatap gedung tinggi itu, lalu melanjutkan langkahnya menuju lift. Dia pun menekan tombol lift pergi ke lantai empat tempat di mana ruang kerja Rayhan berada. Rasa gugup dan sedikit gelisah sudah menyelimuti hatinya. Tak lama kemudian pintu lift terbuka dia ib berjalan sedikit cepat karena waktu sudah menunjukkan pukul dua lewat lima menit.“Selamat siang Pak, dengan Bapak Suratman dari PT. Citra Kencana?” tanya Mila sekretaris Rayhan, menghentikan langkah Suratman yang ingin langsung masuk

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   122. Periksa Ke Dokter

    “Ah sial ... kenapa harus sekarang?” tanyanya dalam hati.“Ada apa, Sayang?”“Nggak apa-apa, Pa!”Ayu lalu membalas pesan singkat itu sesaat lalu menaruh kembali ponselnya di dalam tas.“Sayang, kamu tidak usah ikut dulu, biar Papa yang bertemu Rayhan. Jika urusan Papa dengannya selesai dan menyetujui kerja sama ini maka itu sangat mudah kita masuk di dalam keluarga Wardana yang kaya raya,” jelas Suratman tersenyum bahagia.Namun saat mereka sedang membicarakan masalah itu, tiba-tiba perut Ayu terasa mual dan muntah.“Uek ... uek ...! Pa, perut Ayu sakit Pah!”Suratman yang melihat Ayu yang memegang perut langsung menghampiri dirinya dengan rasa panik.“Kenapa perut, Nak? Apakah tadi pagi kamu tidak makan atau kamu salah makan mungkin, kita ke dokter saja?” Suratman lalu mengambil kunci mobil dan ingin mengantar Ayu ke rumah sakit.Saat ingin memapah Ayu, dia merasa tidak tahan dan berlari ke toilet dengan cepat, Suratman begitu panik saat melihat Ayu muntah-muntah lagi.“Ayu ke kamar

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   121. Benci Tapi Sayang

    “Oh ya kalian mau makan siang di sini?” tanya Hanin mengalihkan pembicaraan.“Nggak, mau main bola! Ya makan lah, kamu nggak lihat kita lagi nunggu antrean panjang itu, nyesel saya datang kemari dan bertemu kamu lagi di sini!” kilahnya berbohong.“Ayuk Dim, kita cari makan di tempat lain!” ajaknya lagi.“Kalian mau ke mana? Makan di sini saja,” ajak Hanin tersenyum.“Dengar ya Hanin, tidak usah berbaik hati dengan kami, memang hanya kamu saja yang menjual makanan, banyak kali dan pastinya enak juga,” Rayhan menatap lekat wajah Hanin yang masih terlihat lelah.“Kamu kenapa sih, dari awal kita bertemu kamu selalu jutek sama aku? Ada apa denganmu, Ray? Memang aku ada salah apa sama kamu?” tanya Hanin kesal kepada Rayhan.“Ayolah Ray, elo kenapa sih? Benar tuh yang dikatakan Hanin, elo itu bersikap aneh sama Hanin! Tunggu dulu kalian sudah saling kenal?” tanya Dimas penasaran.“Iya Mas, kita sudah kenal semenjak kami masih kecil,” jawab Hanin tersenyum.Rayhan hanya diam melihat Dimas ter

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   120. Senyumannya

    “Ah sial!”“Kenapa aku tidak langsung mengatakan kalau dia adalah simpanan Pak Alvin, aku tidak mau berurusan dengan orang itu!”“Maafkan aku Yu, sebagai teman aku bisa mengingatkanmu untuk tidak melakukan hal itu, kalau perlu, kamu harus menikah dengannya!”“Namun aku tidak menerimamu sebagai pendamping hidupku, karena aku mulai mencintai seseorang!”Senyuman mengembang saat terlintas wajah Hanin yang begitu bisa membuat hati seorang Rayhan berbunga-bunga.“Untung saja wajah Hanin terlintas di pikiranku, coba kalau tidak pasti aku terbuai dengan bujuk rayu Ayu,” gerutunya sembari tersenyum.“Duh senyumannya aku tidak bisa melupakan senyuman Hanin, tetapi ... tidak ... tidak dia milik bang Rayyan.”“Aku tidak boleh memikirkannya, aku harus bisa membencinya jika tidak rasa cinta dan sayang itu selalu muncul dan itu sangat menyiksaku!”“Ya ... ada apa denganku?”Rayhan berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya, dan dia pun berencana datang ke warung makan Hanin saat makan siang.Nam

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   119. Rayuan Maut Ayu

    “Ya Allah dia saudara sepupuku, dia sangat cantik sama persis dengan di foto yang Rayhan tunjukan di dalam ponselnya,” gerutunya dalam hati.Tanpa terasa bulir-bulir air mata pun berjatuhan tak tertahankan.Hanin membiarkan Ayu mencaci maki dirinya, karena dia sangat rindu dengan suara khas Ayu saat memarahi orang lain.“Jika kamu tahu aku adalah Hanin, apa yang akan kamu lakukan?”“Apakah kamu tetap membenciku?” tanya Hanin dalam hati.“Halo ... Kamu dengar nggak sih apa yang aku katakan?”“Apa yang kamu lihat?” tanyanya lagi dengan penasaran.Mendengar ada keributan Rayhan yang sibuk di ruangannya pun keluar dan mencari tahu.“Ada apa ini, kenapa ada ribut-ribut di kantor saya?” tanyanya sembari memperhatikan mereka.“Ray, ini loh gadis kampung nggak punya etika!”“Ayu!” Rayhan kaget karena sahabatnya itu kembali muncul setelah enam bulan tidak bertemu langsung.“Iya aku Ayu, Ray, kamu seperti lihat hantu saja,” gerutunya kesal.“Siapa sih dia Ray, kenapa ada gadis seperti ini di ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status