Share

Surga Sang Primadona Kampus
Surga Sang Primadona Kampus
Author: Eyalani

Bab 1

Author: Eyalani
Aku diam-diam mengikuti jejak teman sekamarku, tetapi malah tertangkap oleh seorang tukang bangunan yang bertubuh kekar. Dia langsung menekanku ke atas meja belajar, lalu bertanya sambil menyeringai nakal, "Kamu maunya sama satu kelompok atau cuma aku?"

Menghadapi ruangan yang penuh dengan pria-pria kasar itu, aku menangis sambil membuat pilihan. "Aku pilih kamu saja!"

Hanya saja saat aku sedang dipermainkan hingga wajahku memerah, tiba-tiba pintu ruangan terbuka ....

....

Namaku Jemima Lonardo, seorang mahasiswa di Akademi Tari. Belakangan ini, aku mulai merasa kalau teman sekamarku, Natalia Susilo, agak aneh.

Beberapa kali, Natalia baru pulang ke asrama sekitar pukul 3 atau 4 subuh. Setiap kali pulang, dia selalu terlihat malu-malu dan sedikit canggung.

Kalau orang lain yang mengalami hal seperti ini, mungkin akan merasa khawatir dan bertanya-tanya. Namun karena hubungan kami memang biasa saja, aku pun tidak pernah berniat ikut campur.

Malam itu, aku sedang tidur nyenyak. Namun, aku malah tiba-tiba terbangun oleh suara-suara halus yang terdengar samar. Aku terkejut dan mengangkat kepala, lalu coba mencari tahu suara apa itu. Di sisi ranjang Natalia, tirai ranjangnya memang sudah ditarik rapat.

Hanya saja karena lampu meja di dalamnya dinyalakan, aku bisa dengan jelas melihat bayangan tubuhnya. Bahkan samar-samar, terdengar suara seorang pria yang berbicara dengan nada kasar. Di balik tirai itu, Natalia sedang mengikuti irama kata-katanya dan bergerak dengan sangat antusias.

Melihat pemandangan itu, aku benar-benar terkejut sampai tak bisa berkata apa-apa. Suara napas pria itu serak dan berat ketika bergema di dalam kamar asrama. Aku mendengar dia berkata, "Datanglah ke tempat biasa untuk mencariku ...."

Natalia menjawab manja dengan suara lembut, lalu menyingkap tirai ranjangnya. Aku buru-buru memejamkan mata dan pura-pura masih tertidur.

Natalia sama sekali tidak menyadari kalau aku sebenarnya sudah terbangun. Dengan hanya mengenakan gaun tidur tipis, dia berjalan perlahan keluar dari kamar dengan langkah ringan. Setelah dia pergi, barulah aku membuka mata.

Sepertinya aku akhirnya paham alasan akhir-akhir ini Natalia selalu pulang larut malam sekitar pukul 3 atau 4 subuh. Akan tetapi kampus punya jam malam. Bagaimana mungkin dia bisa keluar kampus sesuka hati?

Rasa penasaran mendorongku untuk diam-diam mengikuti jejaknya. Pada jam-jam seperti ini, semua orang di asrama pasti sudah tidur. Suasana di luar sangat gelap dan sepi. Tidak ada satu orang pun di jalanan.

Aku terus mengikuti Natalia dan melewati beberapa tikungan, sampai akhirnya kami tiba di depan gedung perpustakaan.

Beberapa waktu lalu, perpustakaan memang sedang dalam proses renovasi. Pihak kampus menyewa tim konstruksi untuk melakukan perbaikan.

Orang-orang yang tinggal di sekitar gedung perpustakaan tentu saja hanyalah para tukang bangunan. Mungkinkah pria yang berbicara di telepon dengan Natalia tadi adalah salah satu dari mereka?

Aku pun teringat pada para tukang bangunan yang pernah kulihat siang ini. Mereka semua bertubuh tinggi dan kekar, serta dipenuhi otot-otot kuat. Saat berdiri, mereka terlihat seperti gunung kecil.

Ternyata selama ini Natalia benar-benar "hidup enak". Pantas saja setiap kali pulang larut malam, wajahnya selalu terlihat segar seperti bunga yang baru saja disiram air.

Aku melihat Natalia berjalan masuk ke sebuah bangunan sementara yang tampaknya digunakan sebagai tempat tinggal para pekerja.

Aku sempat ragu sejenak, tetapi akhirnya memutuskan untuk ikut mendekat. Begitu jaraknya sudah dekat, aku bisa melihat jelas ke dalam bangunan itu. Mataku langsung membelalak lebar.

Di dalam sana, ada total empat orang termasuk Natalia. Aku tak kuasa menganga karena terkejut. Yang benar saja. Apakah Natalia tidak takut kelelahan?

Beberapa pria itu terlihat sudah berumur sekitar 30 tahunan. Kulit mereka kecokelatan. Bahkan dari kejauhan pun, aku seolah-olah bisa mencium aroma maskulin yang kuat dari tubuh mereka.

Namun, Natalia justru terlihat seperti sedang berada di surga. Wajahnya penuh ekspresi kenikmatan. Melihat semua ini, wajahku memerah dan mataku mulai berkaca-kaca. Hanya saja, imajinasi liar mulai memenuhi pikiranku. Aku pun tidak bisa mengendalikannya.

Tepat ketika pikiranku melayang, tiba-tiba ada sepasang tangan yang muncul dari belakang dan memeluk tubuhku erat-erat.

Aku terjatuh ke dalam pelukan seseorang yang tubuhnya beraroma tembakau. Aku terkejut dan ketakutan, bahkan ingin berteriak, tetapi mulutku langsung ditutup oleh tangan orang itu.

"Shh! Kamu mau semua orang tahu kamu diam-diam ngintip di sini?" bisiknya di telingaku.

Mendengar itu, aku langsung menggeleng cepat-cepat dan berhenti melawan. Setelah itu, tangan yang menutup mulutku akhirnya perlahan terlepas.

Namun, tangannya yang lain melingkari pinggangku dan mulai bergerak turun. Telapak tangannya mencengkeram dan meremas bagian tubuhku dengan kasar. Rasa nyeri yang samar bercampur dengan sensasi kenikmatan, membuat panas dalam tubuhku makin membuncah.

Aku tidak berani bergerak sedikit pun. Perbedaan kekuatan antara pria dan wanita jelas sekali. Ditambah lagi, aku sama sekali tidak tahu siapa orang di belakangku ini. Kalau ternyata orang itu sangat kejam dan berbahaya, melawan dengan keras justru bisa membuatnya makin marah.

Sikapku yang pasrah seolah memberi dia keberanian untuk bertindak lebih jauh. Meremas dan menggoda dengan tangan saja tampaknya belum cukup baginya.

Tangan besarnya mulai bergerak ke area yang lebih sensitif. Kulit di sekitar sana memang sangat lembut. Saat disentuh oleh tangan pria yang kasar dan penuh kapalan, rasa nikmat yang tak tertahankan langsung menyerangku.

Sepasang kakiku lemas dan aku pun terjatuh ke dalam pelukannya. Jari-jarinya seperti alat yang paling ahli, kadang menusuk dan menggoyang, tetapi kadang memutar dan menggeser. Sensasi yang sulit ditahan membuat tubuhku bergetar hebat.

Pria itu mendekatkan bibirnya ke telingaku, lalu berbisik sambil tersenyum, "Baru segini saja kamu sudah nggak tahan? Padahal nyalimu cukup besar lho berani datang ke lokasi proyek seperti ini."

Sambil berkata demikian, pria itu mendorong punggungku dengan lembut.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 10

    Aku segera dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi darurat. Dokter dan suster sibuk menanganiku sampai larut malam. Baru setelah itu, efek obat bius yang ada di tubuhku perlahan mulai menghilang.Saat aku perlahan membuka mata, yang pertama kulihat adalah wajah Treven yang terlihat sangat lelah. Dia menggenggam tanganku erat-erat, lalu menempelkannya ke bibirnya dan berulang kali mencium jemariku dengan lembut.Treven berujar, "Jemima, akhirnya kamu sadar juga."Aku berusaha memaksa bibirku tersenyum, walaupun seluruh tubuhku masih lemas tak bertenaga akibat pengaruh obat bius.Benny mengelus kepalaku dan berusaha menenangkan, "Kamu tenang saja, Jemima. Ayah nggak akan membiarkan kalian ditindas begitu saja."Selama periode waktu ini, Gideon dan yang lainnya dipaksa berlutut di depan ranjangku dan tidak diizinkan bangun sampai sekarang.Benny memang tipe orang yang sangat protektif. Setelah istrinya meninggal lebih dulu, dia sangat menyayangi Treven, bahkan bisa dibilang secara berlebih

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 9

    Melihat ekspresi Gideon yang penuh ketakutan sekaligus kemarahan itu, aku akhirnya tidak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak. Rasanya, hatiku benar-benar lega. Belum pernah sebelumnya aku merasa sebahagia ini.Dada Gideon naik turun dengan kasar. Matanya merah menyala saat menatapku dengan penuh amarah. Aku menatap balik tanpa rasa takut sedikit pun, bahkan dengan penuh tantangan.Gideon mengumpat pelan, lalu mendadak mengangkat tinjunya tinggi-tinggi seolah ingin memukulku. Namun pada akhirnya, tinjunya tetap tidak berani dijatuhkan. Pria itu tampaknya terpikirkan sesuatu secara tiba-tiba. Dia tertawa pelan selama beberapa saat."Aku mengerti sekarang," ucap Gideon sambil melirikku dengan kepala sedikit miring dan tatapan merendahkan. Dia bertanya, "Jemima, sebenarnya kamu belum bisa melupakanku, 'kan?"Aku sampai terdiam saking terkejutnya mendengar kalimat itu. Seketika, aku tidak tahu harus menjawab apa. Saat berikutnya, tangan Gideon menyelinap masuk ke dalam gaun pestaku

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 8

    Aku masih sangat muda saat menjalin hubungan dengan Treven dulu. Kala itu karena memang sedikit suka pada Treven, aku pun dengan setengah sadar menerima pernyataan cintanya. Alasan kami berpisah waktu itu sebenarnya juga hanya karena masalah kecil saja.Setelah pernah mengalami sekali putus cinta, Treven jadi lebih berhati-hati saat bersamaku. Dia selalu sangat menjaga sikap dan tak pernah membuatku merasa tidak nyaman. Bahkan tanpa seizinku, dia tidak berani menggenggam tanganku sekali pun.Dalam hati, aku sangat paham ini barulah yang disebut cinta yang sesungguhnya. Hubungan kami kembali terjalin dengan lancar. Aku juga tidak sengaja menyembunyikan apa pun.Tak lama kemudian, Natalia pun mengetahui bahwa aku sudah menjalin hubungan dengan Treven. Hanya saja, dia tidak tahu hubungan antara Treven dan Gideon.Di malam saat Natalia tahu aku punya pacar, dia sengaja melakukan panggilan video dengan Gideon di depan mataku. Aku bisa menebak, dia pasti ingin membuatku cemburu. Namun, tujua

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 7

    Dalam sekejap, aku merasa seolah-olah jantungku berhenti berdetak. Seluruh tubuhku perlahan-lahan menjadi dingin.Tanganku bergetar hebat. Aku buru-buru menutup mulut dengan tangan dan berusaha menahan suara isak yang nyaris keluar. Namun air mataku tetap saja mengalir, lalu menembus sela-sela jariku dan jatuh ke lantai.Dari dalam kamar, terdengar suara obrolan manja dan candaan mereka berdua."Gideon, kamu nggak bakal nyangka betapa bodohnya Jemima itu. Perawatan yang harga aslinya 22 juta, dia malah bayar 46 juta. Hahaha .... Waktu itu, dia bahkan berpikir sudah dapat harga yang murah. Sungguh seperti orang bodoh. Makanya, dia nurut banget padaku," ujar Natalia.Tanganku mengepal sangat kuat. Kukuku nyaris menusuk masuk ke telapak tanganku sendiri. Jalang ini beraninya menipu uangku!Gideon mengusap lembut puncak kepala Natalia. Tatapannya penuh rasa sayang dan manja ketika bertanya, "Sekarang, kamu sudah puas, 'kan?"Natalia mengangguk penuh semangat. Matanya menyipit ceria karena

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 6

    Sejujurnya dibandingkan dengan para gadis cantik lain di Akademi Tari yang nyaris semuanya berparas menawan, penampilan Natalia sebenarnya sama sekali tidak menonjol. Namun entah kenapa, pesona Natalia justru luar biasa kuat di antara para pria.Aku pernah mendengar beberapa teman pria membicarakannya. Kata mereka, teknik Natalia di ranjang sangat luar biasa.Hampir semua pria yang pernah berhubungan dengannya selalu sulit melupakannya, bahkan sampai benar-benar terjebak dalam pesonanya. Mereka rela tunduk dan menyerahkan hati pada Natalia begitu saja.Aku diam-diam memikirkan hal itu. Kalau Natalia memang begitu hebat dalam hal seperti ini, seharusnya dia tahu cara membantuku supaya aku bisa kembali "basah" seperti dulu.Kalau masalah yang dikhawatirkan Gideon bisa kuatasi, bukankah semuanya akan beres? Memikirkan hal itu, aku memberanikan diri untuk mengambil sebotol parfum baru yang kubeli kemarin dan belum sempat dibuka, lalu berjalan mendekati ranjang Natalia.Aku pun berbicara, "

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 5

    Mendengar ucapanku barusan, Gideon seketika tertegun. Tidak ada sedikit pun ekspresi bahagia di wajahnya seperti yang sempat kubayangkan. Di momen itu juga, perasaanku mulai tenggelam dalam kekecewaan.Gideon menolak, "Jemima, menurutku hubungan kita seperti ini sudah cukup baik. Aku jauh lebih tua darimu ...."Aku tak sanggup lagi mendengar kelanjutannya. Aku segera mengangkat tangan dan menutupi mulutnya, lalu pura-pura santai ketika membalas, "Sudahlah, aku cuma bercanda tadi. Aku tahu kok, kamu lebih tua 8 tahun dariku. Aku juga tahu ... kita memang nggak cocok."Saat mengucapkan bagian akhir kalimat itu, suara dalam tenggorokanku tak kuasa mulai tercekat. Gideon menarikku ke dalam pelukannya, lalu menghela napas pelan sambil menimpali, "Kalau saja aku lahir beberapa tahun lebih lambat, mungkin semuanya akan berbeda."Aku menggenggam erat sudut bajunya. Sambil menahan air mata yang hampir jatuh, aku berulang kali berkata dalam hati, 'Lebih tua 8 tahun, lalu kenapa? Gideon, aku ngga

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 4

    Saat berikutnya, aku refleks menutup mulutku rapat-rapat dan berusaha menahan suara yang nyaris lolos.Morgan tertegun saat menatap ke arah kami. Asap rokok di sela jarinya hampir saja jatuh. Dia segera bertanya, "Gideon, kamu ...?"Saat mendengar ucapannya, seluruh tubuhku kaku karena rasa takut yang tiba-tiba menyergap. Sementara itu, Gideon, yang tadinya masih berusaha menahan diri pun perlahan menghela napas panjang, seakan-akan telah memutuskan untuk berhenti menyembunyikan apa pun. Gerakannya menjadi lebih berani, tanpa lagi menahan diri.Berhubung tidak menduga perubahan itu, aku kehilangan keseimbangan. Tubuhku terpaksa memerosot dan berlutut di tempat sempit itu.Dari atas, terdengar Morgan bersiul menggoda sebelum akhirnya keluar dari kamar dengan santai sambil tersenyum nakal. Sebelum pergi, dia bahkan sempat-sempatnya menutup pintu.Begitu Morgan pergi, Gideon segera mengangkat tubuhku dari bawah meja yang sempit itu. Dalam prosesnya, dia menyapu bersih barang-barang di ata

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 3

    Gaun tidur tipisku yang tadinya seolah menutupi tetapi justru memperjelas, kini sudah tidak lagi punya arti keberadaannya. Telapak tangan yang panas menyentuh kulitku dan meninggalkan beberapa jejak samar kemerahan.Dengan sikap santai, jari-jari Gideon meluncur ringan di atas kulitku yang halus. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum yang menggoda, tetapi tetap terlihat menahan diri. Dia bertanya, "Tadi waktu lihat teman sekamarmu terjebak di tengah, apa rasanya? Pasti iri ya?"Pandanganku mulai kabur, bahkan napasku pun tidak lagi teratur. Aku membalas dengan tergagap, "Sem ... sembarangan ...."Jari-jari Gideon yang ramping seolah-olah menjadi bilah tajam yang tanpa ragu memainkan suasana dan membuatku tak berdaya.Tak lama kemudian Gideon terkekeh pelan, lalu mengangkat tangan kanannya yang berkilau karena basah di bawah cahaya lampu. Dia meledek, "Sudah basah begini, masih berani bohong?"Begitu Gideon menarik jarinya, perasaan kosong langsung menguasai diriku. Aku tak kuasa me

  • Surga Sang Primadona Kampus   Bab 2

    Sekujur tubuhku lemas, tidak punya tenaga, dan terpaksa berjalan beberapa langkah ke depan. Pria itu berujar, "Kalau aku bilang ke mereka kamu diam-diam ngintip di sini, menurutmu ... apa yang akan mereka lakukan? Kira-kira, mereka bakal ramai-ramai menghabisimu nggak ya?"Mendengar ucapannya, rasa takut langsung menyelimuti hatiku. Aku menggeleng keras dan memohon padanya agar jangan melakukan itu.Melihat aku yang ketakutan seperti itu, pria itu justru tertawa pelan dengan nada puas. Lidahnya perlahan menjilat bagian belakang telingaku dengan lembut."Jadi, kamu maunya sama satu kelompok atau cuma aku? Pilih sendiri," ucap pria itu. Aku terbelalak saking tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar, lalu buru-buru menoleh menatapnya.Hanya saja, pria itu langsung mencengkeram daguku dan memaksaku menoleh kembali ke arahnya. Pria itu melanjutkan, "Aku kasih kamu waktu tiga detik. Satu ...."Rasa putus asa memenuhi dadaku. Aku tidak punya pilihan lain selain memberanikan diri menja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status