Share

Wanita Cantik di Dalam Lift

Author: 9inestories
last update Last Updated: 2025-06-25 12:29:45

Senja meraba ranjang di samping tempat ia tidur. Seketika ia terjaga saat tidak mendapati Surya di sampingnya. Kepalanya celingukan mencari keberadaan sang suami.

"Mas?" teriaknya ke arah kamar mandi yang sedikit terbuka. Namun tak ada balasan, pun suara gemericik air.

"Ah, mungkin sedang membuat pancake di dapur," pikir Senja.

Pergumulan mereka semalam cukup menyita tenaga dan perasaan. Sangat panas dan membara. Senja terkekeh, wajahnya memerah, perasaannya serasa meluap. Ia mengingat jelas segala detail yang terlalui. Dari cumbuan di pusar hingga ucapan kata cinta yang Senja ikrarkan berulang-ulang.

"Kau tidak tahu bagaimana besarnya rasa ini padamu, Mas. Mas Surya, aku sangat mencintaimu."

Setiap Senja melafalkan kalimat cinta, Surya akan mempercepat tempo permainan, membuat Senja menjerit tak karuan. Ia menyukainya karena itu terasa sangat memabukan. Bagi Senja, tindakan itu merupakan sebuah balasan dari curahan cinta yang ia lantunkan. Perlakuan lembut Surya selama sesi ranjang sudah cukup meyakinkan Senja bahwa Surya juga memiliki rasa yang sama.

"Aku berjanji akan menjadi istri yang nurut, Mas," ucapnya, masih tersipu.

Ia mendekap erat bantal dan membenamkan wajahnya ke atas permukaannya. Malu, bak remaja ingusan yang baru mengenal cinta untuk pertama kalinya.

Surya dan Senja pernah mengarungi satu universitas yang sama. Keluarga mereka sudah melakukan kerja sama bisnis selama bertahun-tahun, sejak Surya dan Senja menginjak usia belia. Seringnya frekuensi kebersamaan mereka, terutama di masa-masa kuliah, menumbuhkan rasa lain dalam diri Senja. Rasa yang tak bisa diklaim lagi sebagai rasa persahabatan.

Senja pernah beberapa kali menyatakan perasaannya dan beberapa kali pula ia ditolak. Banyak alasan yang diutarakan pria itu. Dari fokus belajar hingga mempunyai rasa terhadap wanita lain. Poin satu ini yang membuat hati Senja perih. Ia bahkan menangis sampai berhari-hari ketika rumor kedekatan Surya dengan Marisa berhembus kencang. Walau pun hubungan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.

"Pada akhirnya, akulah yang kau pilih, Mas. Terima kasih, aku sangat bahagia!" pekiknya ceria.

Dengan masih terhipnotis oleh memori panas semalam, Senja turun dari ranjang. Ia akan menyusul Surya di dapur, mungkin saja pancake yang sempat dijanjikan pasca janji pernikahan sudah matang. Sekalian ia akan bebersih diri dan berbenah tempat.

Suite tempat mereka berbulan madu selama seminggu ke depan terlihat sangat kacau. Inilah yang dimaksud dengan frasa menguras tenaga. Permainan mereka tidak hanya stay di atas ranjang saja, melainkan meng-explore beberapa titik yang tersebar di dalam suite.

"Darimana kau mempelajari teknik-teknik percintaan itu, Mas?"

Tangannya yang hendak meraih lingerie merah yang tersampir di kap lampu, membeku di udara. Tersentak oleh gumamannya sendiri. Darimana pria itu tahu? Bodoh! Tentu saja dari mantan kekasihnya. Memikirkan itu, mendadak hatinya seolah teremas kuat.

"Tidak, Senja! Mantannya adalah masa lalu! Dan kaulah masa depannya!"

Benar bukan? Karena siapa pun mantan yang sempat menghuni hatinya, entah si Marisa atau Niken -primadona kampus yang dulu juga gencar melakukan pendekatan terhadap Surya- akhir bahagia telah tertulis di buku asmara milik Surya. Dan Senja adalah akhir bagi Sang Surya.

"Mas, sudah matang pancake-nya?"

Senja berkedip. Kosong. Dapur masih terlihat rapi seolah belum pernah dikunjungi. Dapat dipastikan Surya belum menjangkau area dapur di suite ini. Senja memutar tubuhnya, "ah! Balcony!" pikirnya.

Ia melangkah cepat menuju balcony, namun senyumnya pudar kala tidak mendapati siapa pun di sana. Senja menghela napas sembari berkacak pinggang. "Apa ia keluar suite ya?"

Senja kembali masuk, rasa gundah mulai menyusup tapi berusaha ia tepis. Mungkin benar, Surya sedang keluar mencari makan untuk mereka berdua. Lasagna atau pizza, mungkin? Biarlah ia tunggu sembari bebersih seperti niat awalnya.

Sayang, saat sang surya mulai tergelincir ke ufuk barat, senja mulai turun dan kelam malam bersiap menelan kisah mereka, Surya belum juga pulang.

"Kau kemana, Mas? Kenapa belum juga pulang?"

Sudah puluhan chat ia kirim, namun tak terbalas. Panggilan telepon mau pun panggilan video sudah ia coba, tapi nihil. Ponsel Surya sepertinya tidak aktif. Apa kehabisan daya baterai? Situasi ini semakin membuatnya khawatir.

Akhirnya, Senja terpaksa memesan makanan dari pihak hotel tanpa menunggu Surya pulang. Selama dua hari kemaren, ia hanya sempat makan sedikit roti untuk mengganjal perut. Akad dan resepsi sangat menyita waktu semua orang yang terlibat. Walau pun pernikahan tidak disiarkan secara luas -mengingat keluarga dari kedua belah pihak merupakan sosok keluarga terpandang- dan hanya diperuntukan bagi kerabat dekat. Lalu, esoknya setelah resepsi dan akad selesai, Surya dan Senja harus mengejar jadwal pesawat ke Italia untuk berbulan madu. Sedikit jetlag tidak menyurutkan niat keduanya untuk melakukan ritual malam pertama. Hey! Mereka sudah menundanya selama dua hari!

"Ah! Akan kutanyakan pada pihak hotel, mungkin saja mereka memiliki petunjuk!" Mendadak ide itu terbersit.

Wanita mungil bertubuh ramping itu segera mengambil jaket, tidak lupa ponsel ia bawa. Siapa tahu Surya menghubunginya atau mengiriminya pesan apabila ponselnya sudah aktif.

Ia melangkah tergesa menuju lift, suite-nya berada di lantai enam. Sedikit mengumpat saat lift sempat terhenti di lantai lima, menaikan satu penumpang. Ia pun bergeser ke tepi ketika wanita bertubuh bak model itu masuk. Senja menoleh, mengamati postur sempurna si wanita. Mendadak senyumnya kecut. Dia kalah telak! Tinggi, langsing, lingkar dada cukup menantang dan dari penampakan lehernya, Senja yakin kulit wanita itu terawat dengan sangat baik. Belum lagi wajahnya yang ...

"Kok rasanya aku tidak asing dengan wajah itu?" gumam Senja dalam hati.

"Ada yang salah dengan wajahku?" Wanita itu menoleh, tersenyum ramah.

Senja yang kepergok mengamati si wanita langsung menunduk. Ia memilin ujung jaketnya, seperti mencari tempat untuk bersembunyi dari pandangan wanita itu.

"Maaf, bukan maksud saya tidak sopan. Hanya saja Anda terlalu cantik," cicit Senja.

Tring!

Mereka sudah tiba di lantai dasar, Senja sengaja menunggu wanita itu keluar terlebih dahulu. Tapi, ternyata justru si wanita malah menunggunya di luar lift. Senyumnya masih terkembang ramah di wajah cantiknya.

"Ah! Mungkin karena dia orang Indonesia ya? Makanya kayak gak asing, gitu." Masih, Senja berspekulasi dalam hati.

Walau pun si wanita mengajak Senja berbicara dalam bahasa Inggris tapi karakteristik fisiknya sangat kental akan aura Asia Tenggara. Senja bahkan bisa menebak dari suku mana wanita itu berasal. Pasti dari suku Jawa.

"Kau menempati lantai enam ya? Suite eksklusif super mahal itu?"

Senja mengangguk, kedua tangannya saling bertaut di depan perut. Ia masih malu memandang wajah wanita cantik itu. Ia takut terkesima kembali.

"Selamat ya, atas pernikahannya."

"Eh?!"

Apa kata wanita itu barusan? Bagaimana ia tahu kalau dirinya baru saja menikah? Benar firasat Senja! Ia pasti orang yang familiar!

"Bagaimana Anda bisa tahu?"

"Kau adalah Senja Mulia, kan? Putri kedua dari Pasangan Mulia?" Kembali, Senja mengangguk.

Kali ini wanita itu berbicara dalam bahasa Indonesia dengan aksen medok. Benar! Ia dari Jawa, seperti dirinya!

Wanita itu mengulurkan tangannya, "saya mengenal Dirga, Kakak Anda." Dan Senja menyambut uluran itu.

"Oh ya?" Mereka saling menggoyangkan tautan tangan.

"Saya jarang keluar dan berinteraksi dengan banyak orang, tapi keluarga kita merupakan partner bisnis. Aku juga yakin kau mengenal akrab Adikku." Senyum wanita itu masih setia terukir. Cantik, sangat cantik!

"Benarkah? Siapa nama Adik Anda?"

"Arya Wicaksono. Sedangkan saya sendiri bernama Kelam Wicaksono. Well, karena aku lebih tua darimu lima tahun, panggil saja Mbak Kelam."

Entah bagaimana Senja harus bereaksi. Iya, dia mengenal Arya. Mereka cukup dekat, bahkan Senja pernah berpacaran dengannya selama tiga tahun di bangku SMA. Ia tidak mempermasalahkan kenangan mereka. Senja dan Arya berpisah secara baik-baik. Arya tahu ia menyukai Surya dan Arya melepasnya dengan rela. Tapi, Adik dari Wicaksono bersaudara-lah yang terkadang membuat amarah membutakan logika Senja.

"Ada apa dengan wajah itu? Apakah Arya pernah menyakitimu?"

"Oh, tidak!" Buru-buru Senja menggeleng, kedua tangannya bergerak-gerak mengisyaratkan kode tidak. "Arya sangat baik padaku, akulah yang tidak pantas menjadi kekasihnya."

"Lalu?"

Senja menghembuskan napas, wajahnya tertunduk, jemarinya kembali memilin ujung jaket. "Aku dan Marisa pernah punya sedikit masalah."

Kelam tertawa renyah, tawanya terdengar sangat merdu hingga membuat Senja mendongak. Ia pun terkesima. Tuhan! Kelam Wicaksono bukanlah manusia, ia adalah titisan dewi surga.

"Saya rasa saya pernah mendengar rumor itu. Kalian berkelahi karena Surya, bukan?"

Senja kembali menunduk untuk kesekian kali, ia malu. Itu perbuatan cerobohnya dulu. Ia terbakar cemburu, padahal waktu itu di antara dirinya dan Surya tidak terjalin suatu hubungan. Tapi, kecentilan Marisa yang selalu bermanja dengan Surya membuat Senja terpancing.

Kelam mengambil tangan Senja, menautkan jemari mereka lalu menuntunnya berjalan, "kau akan ke lobi, kan?"

Senja menoleh, ia mengangguk. Perasaan jengkelnya akan memori dirinya dan Marisa langsung buyar saat melihat senyum tulus terpatri di wajah ayu Kelam. Ajaibnya lagi, untuk sesaat ia mampu mengusir kegundahan hati akan hilangnya Surya. Wanita ini mempunyai aura yang sangat kuat untuk bisa menarik atensi siapa pun. Pasti dia merupakan primadona dalam circle pergaulannya.

Kelam mencuri pandang ke arah Senja, ia menatapnya teduh namun dalam. Lalu, dengan senyum samar ia bertanya, "ngomong-ngomong, di mana suamimu? Kenapa kau turun sendiri?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pandandut
Senja jangan mau di bohongi suami yaa. Yok bisa kuat. Jadi perempuan hebat...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Intrik di Balik Cinta

    Arya tersenyum kecil ketika membaca sebuah pesan dari kekasih bisnis-nya, Lisette Alcantara. Isinya ucapan selamat karena ia berhasil meniduri Senja. Hubungan mereka tak pernah melibatkan perasaan, hanya sekadar kesenangan dan status. Lisette sejak awal menegaskan Arya bukan tipe prianya. Wanita mungil itu terkenal sangat pemilih—begitu kata Damian, kakak tirinya.Mungkin karena hatinya masih terkunci pada pria pujaan yang nyaris menjadi suaminya, yang meninggal dalam kecelakaan di Indonesia. Sejak saat itu, Lisette menutup diri. Jika ada pria singgah, tempat singgah itu hanya ranjangnya, bukan hatinya."Sedang asyik berbalas pesan dengan siapa?" Sebuah suara membuat Arya menoleh.Mia sudah berdiri di belakangnya. Berbeda dari penampilan menantang sebelumnya, kali ini ia tampak santai namun tetap anggun dalam piyama panjang. Kesederhanaan itu tetap tak mampu menyembunyikan auranya sebagai bangsawan. Siapa yang tak kenal keluarga De Luca dan Montgomery? Surya benar-benar bodoh meningga

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Rayuan yang Tak Tersentuh

    [Gunakan ini untuk menjerat kembali D-mu!]Mia berdecak. Ia melihat jelas tanda centang biru di aplikasi pesan, tapi sudah tiga puluh menit berlalu tanpa balasan.Segera ia menekan nomor itu, mengulanginya hingga tiga kali, namun hasilnya tetap sama—nihil. Ada apa gerangan?Mia melempar ponselnya ke atas ranjang. Mungkin ia akan tidur saja, lalu menghubunginya kembali esok hari. Namun, ketukan di pintu membuatnya urung.“Siapa?” sahut Mia.“Ini aku, Mia … Arya,” jawab suara dari balik pintu.Sekilas Mia menoleh pada laptop yang masih terbuka di meja. Senyum penuh arti tersungging di bibirnya sebelum ia menjawab, “Sebentar ya ….”Pikiran liar berkelana. Mia tahu Arya mencintai Senja, tapi ia juga sadar pria itu masih menjalin hubungan dengan Lisette. Meski hubungan mereka hanya didasari urusan bisnis tanpa melibatkan perasaan, Mia paham keduanya beberapa kali sempat tidur bersama. Friends with benefit, begitu mereka menyebutnya.Mia pun berpikir, mungkin ia bisa menerapkan hal serupa d

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Ketika Dosa Tertangkap Kamera

    Mia berdiri bersedekap di depan pintu kediaman Kemuning Raya. Tatapannya mengikuti sebuah sedan silver mewah yang berputar mengelilingi taman mawar dengan air mancur, sebelum akhirnya berhenti di sisi lajur kiri.Dari dalam, keluar seorang pria dengan postur tinggi tegap. Hanya dengan balutan kaos hitam dan celana jeans biru tua, kharismanya sudah cukup untuk memikat perhatian. Kacamata hitam bertengger di atas hidung bangirnya, menyembunyikan sepasang mata elang yang berkilat tajam namun terkadang melayangkan pandangan mendamba kepada kekasih yang terpilih.Dialah Arya Baskara Wicaksono—darah Arjuna Wicaksono dari garis ayah, dan kecerdasan Amirah dari rahim ibunya. Warisan fisik sang ayah berpadu dengan kejernihan akal sang ibu menjadikannya sosok menawan, salah satu primadona di dunia bisnis maupun masyarakat luas, sejajar dengan nama besar Dirgantara Mulia.Mia berdecak kagum dalam hati, mengagumi kesempurnaan yang pria itu sandang. Sayangnya, hatinya telah terikat pada sosok lain

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Pelukan dalam Dosa

    Senja duduk bersila di atas ranjang, senyum tipisnya merekah tanpa ia sadari. Ponsel di pangkuannya masih menyala, menampilkan satu pesan yang masuk sejak siang tadi—dari Arya.[Pendek, aku merindukanmu. Mas datang, ya, hari ini?]Pesan itu belum juga ia balas. Ia hanya menatapnya lama, membiarkan perasaan campur aduk menyusup ke relung hati. Ingatan tentang tiga puluh menit kemarin sore—saat tubuhnya berpadu dengan mantan—masih berputar-putar di kepalanya.Senyumnya perlahan pudar, berganti gurat murung. Kesadaran akan pengkhianatannya pada sang suami menghantam batinnya. Namun, bayangan bagaimana Arya menyentuh dan menaklukkannya terus merambat masuk, membuat Senja nyaris kehilangan kendali. Nafasnya tercekat, tubuhnya bergetar. Jemarinya dengan ragu menyusuri kulitnya sendiri, seolah mencari kembali jejak panas itu, hingga ia terkulai menggeliat di atas ranjang, dirundung hasrat dan rasa bersalah yang saling menelan."Mas Arya...," desahnya lirih, disertai racauan nakal penuh kata-

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Strategi

    "Strategi apa yang kau tawarkan padaku?" Pertanyaan Arya membuat senyum Mia mengembang. Ia baru hendak menjawab ketika terdengar ketukan di pintu kamar—sepertinya pesanan makanan Arya telah tiba. Untung saja mereka datang di waktu yang tepat, tidak saat adegan panas berlangsung. Surya lekas menanggalkan handuknya dan mengenakan jubah mandi sebelum membuka pintu. "Selamat sore, Tuan Muda Wicaksono. Kami mengantarkan pesanan Anda." Arya mengangguk lalu membuka pintu kamar selebar mungkin. Dua wanita berseragam koki masuk, salah satunya mendorong troli. Begitu melihat seorang wanita duduk bersilang kaki di dalam kamar, keduanya sempat saling pandang sebelum membungkuk sopan. Gerak-gerik itu tidak luput dari perhatian Mia; ia memberi isyarat mata pada Arya, yang entah bagaimana langsung memahami maksudnya. Arya kemudian menghampiri kedua wanita itu yang berjalan menuju satu-satunya meja di dekat balkon. Mereka menata hidangan satu per satu dengan rapi, sementara Arya berdiri tepat di

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Asmara yang Membakar, Luka yang Membekas

    "Aku tahu kau terobsesi memilikiku hanya karena iri pada Dirga! Merebutku darinya hanya untuk membuatnya terpuruk!" Napas Kelam tersengal, berderai air mata bersama sesak dan muak yang selama ini ia pendam."Kau ... tidak pernah benar-benar mencintaiku, Surya!"Surya terdiam sejenak, lalu tiba-tiba mencium bibir Kelam dengan intens. Kelam membalasnya meski air matanya terus mengalir. Tubuhnya didorong Surya hingga terbaring di ranjang, dan ciuman itu pun berubah menjadi sesuatu yang berbahaya.Semilir angin petang menyibak tirai jendela hotel, membawa aroma basah sisa hujan. Di kamar yang sama, Hotel 101, waktu seakan berputar. Senja kali ini menyeret Kelam kembali pada petang lain—lima belas tahun yang lalu.Saat itu, jemari Kelam menjelajah tubuh Surya, membuka kancing seragam SMA-nya satu per satu. Bibir Surya menyesap leher Kelam, berhenti tepat di atas tahi lalat mungil yang selalu membuat Kelam merasa rapuh; entah bagaimana Surya mengetahuinya."Kau sudah pernah melakukan ini se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status