Share

Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i
Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i
Penulis: Dwi Maula

Bab 1. Mencuri Pandang

Penulis: Dwi Maula
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 14:34:03

Krieett …!

Derit pintu berdentum lantang di telinga Nilna. Di tengah pekatnya pagi buta, gadis delapan belas tahun itu mengendap sangat pelan. Bahkan tarhim sebelum subuh masih bersemayam di balik pita suara seorang santri yang masih terbenam di tidur nyenyaknya. 

Pelipis dan telapak tangannya terasa basah karena genangan keringat dingin. Tanpa disadari, ia meraba dada yang mendadak berat. Sesuatu di dalamnya yang berdetak kencang terasa hampir lompat dari tempatnya. Degup jantungnya membentuk ritme gedebag-gedebuk tak karuan, karena rasa takut yang menyeruak ke permukaan. Rasa takut yang membuatnya bergidik ngeri jika ada pengurus pondok yang menangkap dirinya bulat-bulat.

Nilna melongokkan kepala di balik pintu kamar pondok yang sedikit terbuka. Bola matanya lincah bergerak menyapu objek di setiap penjuru, memastikan tak ada seorang pun yang mengetahui aktivitas berbahaya yang ia lakoni saat ini.

“Akhirnya, bisa juga keluar dari kamar,” gumamnya lirih. Kedua telapak tangan itu ia gesekkan dengan cepat, hingga berbunyi: pak … pak tiga kali. Berusaha mengusir debu dalam ironinya. Namun, lebih tepatnya membanggakan diri telah berhasil keluar dari pondok yang kata orang-orang sangat ketat itu!

*** 

“Alhamdulillah, semua berkas sudah beres, tinggal setor ke balai desa besok.” Bagas menyisir jalanan desa yang tenang. Senyumnya mengembang ketika membayangkan hal indah yang sudah lama dinantikan.

Duduk bersanding dengan pujaan hati, Qaila. Gadis dewasa pilihan hatinya. Ia bertemu dengannya ketika acara kunjungan mahasiswa ke Tulungagung. 

Dalam beberapa hari, mereka telah mantap untuk taaruf dan segera menikah. Namun, karena terbatasnya waktu, pria tiga puluh tahun itu belum sempat mengenalkan sang pujaan hati pada keluarganya.

Langkahnya cukup mantap dan yakin. Hingga dengan ringan tangan mengurus berkas pernikahan yang diselenggarakan lima hari lagi.

Namun, lamunan itu perlahan memudar ketika ia melihat seorang gadis yang baru beranjak dewasa. Berjalan pelan berlawanan dengannya. Seragam santriwati membalut tubuh sang gadis dengan anggun.

Sayangnya, ada keanehan yang Bagas tangkap. Gadis itu berderap pelan dengan kepala menunduk, wajah pucat, dan cara berjalan yang ragu. 

Jalanan desa memang terbiasa lengang. Kali ini, hanya beberapa kendaraan bermotor yang menampakkan diri di ujung jalan. Terkadang ada beberapa ayam yang ikut menyeberang jalan.  

Bagas menatap gadis itu sejenak. Hatinya tampak bimbang. Ia tak biasa, bahkan sangat membatasi interaksi dengan lawan jenis. Tetapi, rasa iba menyeruak dalam benaknya. 

Lelaki berkopyah hitam itu memberanikan diri untuk menyapa gadis itu. “Mbak,” sapanya pelan. “Ada yang bisa saya bantu?” lanjutnya lagi. Dengan nada yang lebih pelan.

Gadis itu menoleh sejenak, tapi tertunduk lagi. Tangannya terlihat gemetar saat memegang tas.

Tatapan mereka sempat bertemu, dan Bagas nyaris membeku. Anehnya, ada desir asing yang tak pernah Bagas alami sebelumnya. Di sisi lain, ia juga memahami ketakutan dan rasa malu yang mencoba disembunyikan sang gadis.

“A-anu, Kang ....” Gadis itu akhirnya bersuara, meski masih terbata. “Bisa carikan saya pembalut?” katanya ragu, dengan wajah tenggelam di balik kepala yang semakin menunduk.

Mendengar itu, Bagas terdiam beberapa detik. Desau angin yang berembus perlahan mengingatkan ia saat mengaji fiqih di pondok.

Bagaimanapun, ia tak menyangka bisa mendengar perkataan itu dari gadis yang beranjak dewasa. Beruntung, Bagas sangat paham. Tidak ada motif tersembunyi dari perkataan polosnya, apa lagi menggoda. Hanya permintaan tulus dari remaja yang membutuhkan bantuan darurat.

Bagas menarik napas pelan. “Baik. Tunggu di mushola, ya,” tunjuknya pada bangunan di seberang jalan. “Bersihkan dulu di kamar mandi biar nyaman,” lanjutnya memberi arahan. 

Setelah memastikan gadis itu aman, Bagas melesat menuju warung terdekat. Ia bahkan tak menghiraukan sandal jepit yang hampir putus. Karena seakan berlomba dengan rasa hormat dan iba sebagai laki-laki.

Bahkan, ia terhuyung dan hampir terjatuh karena tersandung oleh batu besar yang teronggok di tepi jalan.

Tak perlu waktu lama, Bagas kembali dengan membawa kemasan berwarna pink. “Ini,” katanya pelan. Ia menyodorkan benda itu pada sang gadis.

Tanpa sungkan, gadis itu langsung menerimanya dengan cepat. Karena tergesa dan malu, ia lupa untuk mengucapkan terima kasih. Lalu, tanpa permisi berlari masuk kamar mandi.

Entah mengapa, Bagas masih menunggunya keluar. Entah karena jiwa laki-laki sebagai pelindung perempuan, atau karena desir asing yang ia rasakan.

Awan kelabu masih menggantung di langit siang itu. Namun, sepertinya hujan masih enggan untuk turun. Seperti Bagas yang tanpa sebab ingin memastikan gadis itu selesai mengurus masalahnya.

Hingga akhirnya, senyum Bagas mengembang ketika gadis itu unjuk diri. Dengan wajah yang masih memerah menahan kikuk dan malu. 

Bagas nyaris berpaling. Akan tetapi, ada sesuatu yang menariknya kembali. Pandangan pria itu menyorot ada warna darah segar di rok sang gadis. 

Tanpa berpikir, Bagas spontan membuka baju koko yang membalut tubuh kekarnya. Lalu, ia lilitkan pada pinggang sang gadis. “Maaf,” katanya segan. “Saya tidak sampai hati melihat kamu seperti itu,” pungkasnya penuh iba. Ia memalingkan wajah penuh hormat. 

Kedua sudut bibir gadis itu terangkat. Alih-alih ingin mengucap terima kasih, seorang warga dengan sorot mata tajam malah menghakimi mereka berdua. “Astaghfirullah,” hadangnya kaget. “Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa sampai lepas baju begitu?” hardiknya tanpa jeda.

Dada warga itu naik turun ketika memperhatikan Bagas mematung tanpa atasan, dan seorang gadis dengan kain melilit rok. 

“Kami tidak--" Bagas mencoba angkat bicara. Naas, dengan seenaknya warga itu memotong kalimat di tengah jalan.

“Halah! Sudah jelas ketangkap basah begini. Masih mau cari alasan juga? Hah?” Warga itu mendelik tajam. “Biarkan sesepuh pondok yang mengadili kalian!”

Keributan itu menimbulkan suara keras yang mengundang perhatian warga lain. Jadilah segerombol masyarakat tampak mendekat dan menyaksikan kesalah pahaman itu. Suara sandal yang bergesek dengan tanah terdengar semakin banyak dan nyaring. 

Bisik-bisik samar tetapi tajam mulai menyebar ke seluruh penjuru lingkungan. Ada sebagian yang mencibir, memprovokasi, dan memperkeruh suasana. Di antara kisruh yang membuncah, ada pula segelintir orang yang menatap iba. Sangat disayangkan, tak ada yang benar-benar bisa mendengar.

Melihat kegaduhan itu, sang gadis menunduk dengan tubuh bergetar. Air mata pun berhasil lolos terjun tanpa bisa ditahan.

“Saya hanya ... minta bantuan,” ungkap gadis itu parau, dan hampir putus asa. Tangannya mengepal di udara, tapi tubuhnya terasa gemetar. Ia ingin berteriak lagi, tetapi suaranya terhenti di tenggorokan yang terasa tercekat.

Semua orang hanya menganggap angin berlalu, dengan tatapan mata yang menusuk. Tanpa ampun, mereka mengarak Bagas dan sang gadis menuju pondok pesantren. Rasa malu, sedih, marah, dan tidak berdaya menghantam mereka.  

Di tengah kegentingan yang menyeruak, Bagas tanpa sengaja mencuri pandang. Sekilas, tapi ia tak tahu. Justru sekilas itu mampu meninggalkan bekas mendalam yang tak terlihat. 

Seorang remaja yang bahkan tak pernah ia sangka. Bahkan nama pun ia tak tahu, tapi berhasil mengguncang hidupnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
langsung aja nuduh macam². dengerin dulu penjelasannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 75. Rumah Sejati

    “Iya, Bah. Benar apa kata Mas Zidni.” Pandangan Bagas beredar, dan menetap sejenak ke sorot mata Zidni. Lalu melanjutkan, “Tentunya, kami sedang berusaha untuk melakukan yang terbaik.” Kalimat itu meluncur dengan tenang, meski ada gugup yang tersembunyi. Namun, hanya Nilna yang dapat merasakan gugupnya Bagas. Hati Nilna berdenyut ngilu. Ia mengerti, jawaban dari sang suami tak pernah menyinggung dirinya yang belum mampu menjadi istri seutuhnya. Diam-diam, wanita muda itu ingin mengutuk diri sendiri.“Ayo, Nilna! Sudah nggak ada waktu lagi buat kamu! Kamu harus bisa jadi istri selayaknya mulai sekarang!” serunya dalam hati.Di hadapan mereka, Abah Rasyid mengangguk samar. Jemari keriputnya mengetuk pelan permukaan meja. Sekali, dua kali. Tidak ada raut amarah yang menetap, hanya sorot penuh pertimbangan. “Hm,” ucapnya pendek. Seolah benar-benar menangkap gestur kejujuran dari putra bungsunya.Salwa hampir kehilangan kendali. Wajahnya mengetat dengan raut wajah sewot dan tak suka. Hati

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 74. Melangkah Lebih Jauh

    "Kalau sampai ada celah, keluarga kita bisa jadi sasaran.” Bagas menyelesaikan pendapatnya dengan kening yang berkerut. Hidungnya membuang napas dengan cepat, lalu meletakkan map ke atas meja. Tubuhnya tertopang di sandaran kursi, dengan rasa gundah yang merambat.Abah Rasyid mengangguk tipis, dan menyahut, “Sudah Abah duga. Makanya, musyawarah ini bukan hanya soal bisnis, tapi keberkahan keluarga adalah tetap yang utama. Kalau niatnya bersih, pasti akan dimudahkan!”Hening kembali mengambil alih. Angin sore berdesir melalui celah jendela kayu, mengibaskan tirai tipis dengan lembut.Di tengah suasana yang masih serius, Nilna diam-diam menjulurkan pandangan. Seketika, sepasang manik pekat dari Bagas menyambutnya. Singkat, dan buru-buru ia tarik lagi. Detik itu, cukup untuk membuat dada Nilna kembali bergetar tak beraturan. ‘Mas, bahkan di tengah suasana serius ini, bayangan semalam masih menempel di pikiranku! Apa ini benaran pertanda, kalau sudah waktunya untuk melangkah lebih jauh?’

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 73. Kilau Jernih

    Langkah Nilna terasa berat ketika memasuki ndalem sang mertua, sekaligus guru besarnya, Abah Rasyid. Di sisi kiri dengan sedikit lebih maju, Bagas berjalan dengan langkah jenjang yang terlihat lebih tenang. Bagas menyadari hal itu, lalu menoleh ke arah istrinya, dan mundur selangkah untuk menyejajarkan posisi berjalan. Ia menurunkan wajah, menatap sepasang kilau jernih di mata istrinya, lalu berkata, “Tenang, Dek. Semua tak lepas dari rencana Allah.”Nilna yang mendengar itu seketika menjawab, “Iya, Mas. Aku mengerti.” Diiringi dengan anggukan kecil dan senyum tipis.Bagas kembali meluruskan pandangan, dan kembali berjalan dengan menggenggam tangan Nilna.Ketika tiba di ambang pintu ndalem, aroma kayu jati tua berpadu dengan wangi khas kopi tubruk. Menampar kehadiran mereka dengan seuntai ketenangan yang tak bisa disamakan di tempat mana pun. Di balai depan yang klasik dan sederhana, kursi-kursi rotan telah disusun melingkar. Abah Rasyid duduk di tengah, dengan sorot mata yang teduh

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 72. Tanda Tanya Besar

    “Nggak apa-apa kalau sekarang Adek hanya mampu pegang tangan Mas dulu. Itu pun sudah baik karena Adek sudah ada kemauan. Hm?”Deg!Kalimat itu meluncur dengan halus, tetapi bagai panah lancip yang menusuk ego Nilna. Nilna merasa malam ini tak sama dengan malam kelam yang ia kenal sebelumnya. Malam ini, Bagas bukan lagi seorang perampas yang harus ditakuti. Suaminya sekarang menjadi penanti yang rela menghabiskan waktu hingga berabad-abad. Asalkan pintu terbuka dengan hati Nilna yang rela!Nilna tertunduk lagi, dengan bahu yang berguncang kecil. Air mata terjun bebas tanpa sempat memberi aba-aba. Nada bicaranya terdengar sendu saat berucap, “Aku, udah nggak takut lagi, Mas. Aku sudah mengakhiri rasa takutku yang tak berujung itu!”Saat mengucapkan kalimat itu, Nilna kembali mengangkat wajah tanpa ragu. Bagas yang melihat istrinya mampu duduk tanpa goyah, kembali mengembangkan senyum kecil. Lalu menyematkan rambut Nilna kembali ke belakang telinga.“Itu saja sudah jadi anugerah terinda

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 71. Nyaris Patah

    Tangan Nilna bergetar saat meraih gagang pintu yang sedikit terbuka. Ia kembali sibuk dengan hatinya sendiri dan berucap, “Ya Allah, apa aku benar-benar bisa malam ini? Tapi, aku harus benar-benar bisa!”Sesaat berlalu, ia ingin berbalik, lari, entah ke mana. Namun, bayangan wajah teduh Bagas menamparnya dengan lembut. Kedua mata Bagas yang hitam pekat dan bersih tadi berkaca-kaca, dengan suara isakan yang memanggil Nilna, “Dek ….”“Suamiku harusnya bahagia. Tetapi, karena aku yang lemah dan egois membuatnya rapuh. Kalau bukan sekarang aku mengakhirinya, kapan lagi?”Kriettt ….Tangan Nilna tak sadar telah mendorong pintu hingga terbuka bertambah lebar! Cahaya lampu kamar yang redup menyambut langkah kecilnya yang terasa berat. Dari ambang pintu, Nilna dapat menatap secara jelas sepasang manik berwarna hitam bening, memantulkan cahaya lampu dengan lembut. Ada setitik putih yang dapat Nilna tangkap dari setiap manik itu.Bagas duduk di sisi ranjang, dengan tubuh tegap yang sedikit mem

  • Mendadak Dinikahi Direktur Syar'i   Bab 70. Garis Takdir Baru

    Bagas menyipitkan mata, dengan tubuh yang kembali menegang. Ia merasa seperti seorang predator yang bersiap menerkam mangsa! “ … akan coba, ya!” Nilna merasa lega karena telah berhasil menyelesaikan ucapannya, tetapi ada sejumput rasa takut dan ragu yang masih mengiringi. Glar! Bagas terperangah. Ucapan Nilna bagai petir yang mengagetkan karena muncul saat cuaca cerah. Kelopak mata pria berkaos biru itu mulai menahan genangan air yang meronta keluar. Ia bahkan sedikit tertawa karena belum percaya apa yang baru saja didengar. “Dek,” panggilnya sedikit terisak, dengan suara yang bergetar. Entah mengapa rasa bahagia membuatnya tak kuasa untuk menahan tangis. Beberapa tetes air telah terjun bebas dan habis di tengah garis wajah yang tegas. Pipi merah Nilna ia bingkai, dan diraihlah ke dalam pelukan lagi. Nilna hanya menurut dengan patuh. Wanita berumur dua puluh tahun itu sepenuhnya telah sadar. Suaminya sama sekali tak jahat. Hal yang Bagas minta adalah manusiawi. Namun, kilas bali

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status