Share

2.

Author: RedSky Note
last update Last Updated: 2022-12-31 19:53:26

Misha memasuki sebuah flat sederhana berkamar 1 yang baru saja disewanya untuk beberapa bulan ke depan.

Dia memakai sebagian uang simpanannya untuk membiayai hidupnya di tempat lain yang cukup jauh dari kota asalnya, setelah dia mengundurkan diri dari restoran tempatnya bekerja. 

Misha juga memutus semua komunikasi dengan orang-orang yang dikenalnya.

Gadis itu mengembuskan nafas dengan keras, saat menatap satu persatu ke arah koper dan kotak yang masih berserakan setelah diturunkan salah satu mobil ekspedisi tadi.

"Baiklah...Misha. Mari mulai hidupmu dari awal," gumam gadis itu pada dirinya sendiri.

Sebuah dering ponsel terdengar memenuhi seisi ruangan kecil itu kemudian.

Misha tersenyum kecil melihat nama Howard di layar ponselnya.

Dia begitu beruntung memiliki sahabat seperti Howard yang bisa memudahkan nyaris seluruh proses kepergiannya.

"Hallo temanku yang sebaik peri!" sapa Misha sebelum menyalakan fitur speaker di ponselnya.

"Hei! Berhentilah mengejekku, bodoh! Bagaimana sarang barumu?" kata teman sekolahnya itu.

Misha tertawa pelan sambil terus mengeluarkan pakaian dari beberapa koper yang dibukanya.

"Uhm, kecil. Tapi aku menyukainya, Howard. Terima kasih," jawab gadis itu seraya melirik ponsel yang diletakkan di tempat tidur kecilnya.

"Yah, kurasa sarang seukuran kandang burung pun cukup untuk wanita mungil sepertimu," goda Howard dengan tawa baritonnya yang terdengar menyenangkan.

Misha tergelak. Howard selalu bagai keluarga baginya, karena laki-laki itu sudah mengenalnya sejak di usia sekolah dasar hingga sekarang.

Meski kini temannya itu berada di Jerman untuk sekolah kedokteran, tapi mereka terus berkomunikasi tanpa pernah lupa meski tidak setiap hari.

"Ah! Terima kasih juga untuk nomor barunya, Howard," ucap Misha dengan tulus.

Howard tertawa kencang.

"Jangan sungkan. Itu milikku. Jadi tidak akan yang bisa mengaitkannya denganmu," jawab Howard dengan ceria.

"Emh... Misha?" suara Howard tiba-tiba terdengar ragu.

Misha langsung berhenti memasukkan baju ke dalam lemarinya, mematikan speaker ponselnya lalu duduk di kasur dengan tenang.

Dia sudah sangat mengenal Howard, termasuk sikap ragu-ragu pria itu saat ingin membicarakan sesuatu yang serius.

"Aku mendengarkanmu, Howard." ucap Misha sambil meremas-remas tangannya dengan gugup.

Dia tahu hari ini akan tiba. Howard jelas bertanya banyak hal yang belum sanggup Misha jawab saat itu. Dia malah berjanji akan menjawab pertanyaannya setelah dia pergi jauh dari sana.

Untungnya temannya itu mengalah, dan dengan baik hati menghubungi koneksi dekatnya untuk mencarikan tempat yang sahabatnya inginkan.

"Kenapa kau tiba-tiba pergi, Misha?" tanya Howard terdengar serius kali ini.

Misha menggigit bibirnya menahan rasa ngilu yang muncul kembali dalam hatinya setiap dia mengingat rasa sakit yang dialaminya minggu lalu.

"Aku memergoki Harry dan Miranda di ranjang, Howard. Itu terlalu buruk untuk aku tanggung," kata Misha dengan getir.

Howard terdengar mengumpat kasar di seberang sana.

"Harry brengsek! Aku sudah pernah mengancamnya jika menyakitimu, Mish," geram  laki-laki itu tak menutupi nada marahnya.

"Aku tahu. Mereka hanya terlalu brengsek, kurasa." guman Misha tersenyum pahit sambil memilin ujung baju yang dipakainya.

"Miranda bilang dia hanya ingin membantuku dengan meniduri calon iparnya," sinis gadis itu. 

Howard terdengar mengumpat sekali lagi. Bahkan Misha bisa mendengar cukup jelas umpatan kasar pada kakaknya dari pria itu.

"Aku tahu kakakmu memang wanita kurang ajar sejak dulu, Mish. Tapi aku tidak mengira dia akan mengkhianati adiknya sendiri," geram Howard.

Misha menggembungkan pipinya dengan ekspresi sedih.

"Howard, sudahlah. Lebih baik aku tahu sebelum kami menikah, bukan?" sela gadis itu dengan senyum sendu. 

"Ya, memang. Tapi mereka kejam sekali padamu. Ya Tuhan.... Misha, rasanya aku ingin menghajar keduanya sampai remuk," gerutu Howard jelas ikut merasa marah dan sakit hati.

Misha tertawa pelan.

"Kau tidak sekuat itu, bodoh!" ejek Misha sambil tersenyum sayang membayangkan tubuh kurus sahabatnya yang sedang marah.

"Yah, kau memang menyebalkan. Aku sedang marah dan kau malah menghinaku," protes Howard dengan kesal.

Misha tertawa kencang kali ini. Howard selalu jadi penyelamat di hidupnya. Dia begitu menyayangi laki-laki itu hingga rasa sakit sedalam apapun tetap tak bisa menghalanginya tertawa dengannya.

"Ah, Misha, aku lupa sesuatu. Jangan habiskan tabunganmu terlalu cepat. Temanku Lizzie mungkin hanya bisa memberimu pekerjaan yang bagus, tapi tidak terlalu bergaya," kata Howard. 

Misha mengerjap kaget.

"Kau bercanda? Aku punya pekerjaan?" pekik gadis itu senang.

Howard tertawa pelan.

"Tentu saja, bodoh. Aku tidak mungkin membuatmu harus menjual diri saat kelaparan," kesal laki-laki itu.

"Oh, Howard! Aku sangat menyayangimu," ucap Misha dengan terharu.

"Ya ya ya, aku tahu. Kau hanya terlalu menyebalkan untukku," jawab Howard terdengar geli.

"Temui saja wanita berambut pirang yang bernama Lizzie di flat sebelahmu. Dia yang akan memberimu pekerjaan," kata Howard yang membuat Misha mengangguk tanpa sadar.

***

Misha mengetuk pintu tetangga sebelah rumahnya dengan ragu-ragu. 

Tak lama, pintu unit yang mirip dengan miliknya itu terbuka dan menampakkan seorang wanita cantik berambut pirang ikal yang memakai kaos tanpa lengan dengan noda saus di dadanya.

"Ya?" Wanita itu menatap Misha dengan asing.

"Kau Lizzie?" tanya Misha ragu-ragu.

Perempuan itu mengangguk bingung, lalu membelalak saat tampaknya mengingat sesuatu.

"Kau Misha, teman Howard?" ucap Lizzie dengan senyum tipis.

Misha mengangguk pelan.

"Masuklah! Aku sedang menyuapi anakku," ajak Lizzie dengan ramah.

Misha mengerjap kaget. Usia Lizie terlihat tak jauh dengannya. 

"Kau punya anak?" tanya Misha, lalu ikut berjalan masuk ke rumah tetangga barunya itu.

Misha memasuki rumah kecil yang tampak rapi dan berwarna-warni. 

Di sebuah karpet bulu berwarna putih gading, seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan menatap kearahnya dengan lucu.

"Ya Tuhan! Dia setampan malaikat," puji Misha dengan kagum sambil menghampiri bocah kecil itu dengan antusias.

"Siapa namamu?" Sapa Misha pada anak itu dengan gemas.

"Namaku Barry," jawab anak itu dengan senyum yang sangat memikat.

Misha langsung jatuh hati pada bocah tampan berambut pirang seperti ibunya itu.

Lizzie terkekeh pelan melihat tingkah tetangga barunya itu.

"Misha, kuharap Howard sudah bercerita jika pekerjaan yang akan kutawarkan mungkin tidak sebaik yang kau inginkan," ucap wanita berambut pirang itu tampak tak enak.

Misha menoleh lalu merapikan rambut coklat kemerahannya yang ditarik-tarik anak Lizzie sebelumnya.

"Seburuk itukah? Katakan saja Lizzie, aku akan mencoba," kata Misha dengan serius.

Lizzie tersenyum lembut ke arahnya.

"Kita akan membersihkan rumah-rumah yang baru selesai dibangun. Sebelum pemiliknya mengisi dengan furnitur dan sebagainya, kita ada di tim yang membersihkan sisa debu konstruksinya," jawab wanita itu dengan senyum ramah.

Misha sedikit terkejut saat tahu pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh perempuan secantik dan selembut Lizzie.

"Kita mengerjakan semuanya berdua?" tanya Misha dengan cemas.

Ibu muda satu anak itu tertawa kencang mendengarnya.

"Tentu saja tidak. Kita ada 8 orang dalam satu tim. Para pria mengerjakan bagian yang berat, tentu saja. Dan kita membersihkan sisanya. Seperti membersihkan lantai, jendela dan tempat-tempat berdebu lainnya," terang Lizzie dengan lancar.

Misha menghembuskan nafasnya dengan lega. Ternyata sama sekali tidak seburuk yang dibayangkannya.

"Aku mau! Kapan kita mulai dan dimana?" tanya gadis berambut merah itu dengan bersemangat.

Lizzie tersenyum lebar melihatnya.

"Besok pagi. Dan rumah baru yang akan kita bersihkan adalah milik Andreas Maxwell," 

Misha terperangah kaget mendengar sebuah nama yang pernah didengarnya.

"Apa? Kau pasti bercanda…"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sweet Revenge   26.

    "Miranda." Misha nyaris berbisik memanggil kakak perempuannya.Miranda terlihat lebih cantik dari terakhir kali mereka bertemu. Perempuan itu memakai sebuah sweater panjang berwarna hijau tua yang tampak begitu pas di kulitnya yang putih namun tidak sepucat Misha."Sedang apa kau di sini, Mish?" Sinis Miranda meski matanya melirik penasaran pada butik terkenal yang baru dimasuki adiknya.Misha tergagap dengan wajah merona tanpa sadar."Aku akan menikah, Mira." Misha menantang mata sang kakak dengan sorot percaya diri.Miranda terkesiap kencang. Rahangnya mengencang dengan ekspresi penuh kebencian pada adiknya."Kau? Menikah lebih dulu dari aku? Sulit dipercaya. Siapa pria buta yang menikahi Adikku yang kumal ini, hah?" Miranda menghina dengan suara yang terdengar cukup kencang."Aku!" Miranda tersentak dan langsung berbalik mendengar suara bariton yang mendekat ke arah mereka.Andreas Maxwell terlihat berjalan dan menatap lurus hanya ke arah Misha. Seolah Miranda hanya serangga yang t

  • Sweet Revenge   25.

    "Kau sudah pulang?" Andreas yang baru saja pulang dari luar kota, menyambut Misha di depan kamarnya.Misha yang masih sedih karena kontrak kerjanya diputus sepihak, hanya berdiri menatap pria itu dengan muram."Kenapa?" tanya Andreas dengan cemas.Misha menggigit bibirnya menahan gumpalan rasa sedih yang mendesak di dadanya."Aku dipecat," jawab gadis itu dengan muram.Andreas menarik nafas panjang, lalu merentangkan tangannya di depan gadis itu."Kemarilah." Misha berjalan cepat lalu menyusup masuk ke pelukan pria itu seketika."Kumohon, jangan sedih. Kau milikku sekarang, jadi kau tidak harus bersusah payah bekerja, Misha." Ucap Andreas dengan lembut.Misha masih merasa muram. Bagaimanapun hidup tanpa pekerjaan itu tidak enak baginya."Misha," panggil Andreas dengan hati-hati. "Hm?" Misha menjawab dengan gumaman."Menikahlah denganku. Aku ingin memilikimu dengan cara yang benar." Andreas melepas dekapannya dan menatap Misha dengan sorot memuja.Misha tertegun seraya memandang pria

  • Sweet Revenge   24.

    Harry mematung dengan tangan mengepal kencang. Hatinya sakit disertai gelegak kemarahan dan rasa tersinggung yang besar pada ucapan Misha."Aku tidak suka kau yang sekarang, Mish. Kemana perginya sikap penurutmu yang manis itu?" Gumam Harry dengan mata berkilat sakit hati.Tangannya lalu meraba ponsel yang ada di saku jas yang dipakainya. Dengan rahang mengetat karena emosi, dia menghubungi satu-satunya orang yang mungkin bisa jadi pelampiasannya saat ini. "Miranda, bisakah kau datang ke hotelku? Aku merindukanmu, Sayang." Ucap pria itu dengan nada merayu, tapi mata tak ada ekspresi sama sekali."Harry? Ah ayolah, aku sudah mapan sekarang. Kau bisa mencari orang lain untuk menemanimu," jawab mantan calon iparnya itu do seberang sana.Harry memicing kesal."Aku malas, datanglah saja. Ada yang ingin aku bahas juga denganmu di sana," desak pria itu.Miranda terdiam beberapa saat."Tentang apa?" tanya wanita itu terdengar penasaran."Misha." Jawab Harry singkat.Miranda terdengar tertawa

  • Sweet Revenge   23.

    "Apa maksudmu dengan diberhentikan?!" Pekik Misha saat melihat Tom, salah satu atasannya menyodorkan sebuah amplop coklat ke arahnya."Yah, kau izin terlalu lama kemarin. Kami sudah menggantimu dengan pegawai baru," ujar Tom dengan senyum tak enak. Misha merasakan amarah membuat tubuhnya gemetaran hebat."Aku diculik dan hampir mati, Tom! Bisa-bisanya kalian tega memutuskan pekerjaanku saat aku terkena musibah!" Protes Misha dengan lantang.Tom meringis seraya mengibaskan tangan kekarnya dengan ekspresi tak acuh."Kami butuh staf yang bekerja penuh, Nak. Entah apapun alasan kalian, kami tidak peduli. Mau kau sekarat atau bahkan mati pun, yang penting tidak menghambat kinerja tim kita." Ujar pria bertubuh tegap itu dengan kejam.Misha melotot tak percaya. Mata birunya menyorot tajam dengan campuran marah dan rasa kecewa."Tom... aku butuh pekerjaan ini. Beri aku satu kesempatan lagi. Apakah aku harus memohon juga? Aku akan berusaha untuk menjaga diri agar tidak sekarat atau mati!" Mis

  • Sweet Revenge   22.

    "Putuskan kontrak kerja Misha Aileen! Usahakan dia tidak bisa melamar pekerjaan di manapun lagi di kota ini!" Andreas menutup panggilannya setelah memberi perintah terakhir pada salah satu orang yang selalu mengerjakan tugas darinya secara diam-diam.Pria itu lalu termenung sendiri di ruang kerjanya di sebuah stasiun televisi berita ternama. Rencananya masih berlanjut pada Misha. Bedanya kini setiap kali dia bertindak, rasa tak nyaman selalu mengganggunya."Kau sudah mendapatkan gadis itu. Bukankah tindakanmu tadi berlebihan?" Andreas tersentak kaget melihat sepupunya yang tiba-tiba masuk dengan wajah kesal. "Berhentilah ikut campur, Xavier!" desis Andreas tak suka."Apa lagi yang kau butuhkan? Misha sudah ada di rumahmu, dia bahkan sudah mulai menggantungkan hidupnya darimu. Apa itu tidak cukup?" Sinis Alan sambil duduk di kursi di depan meja kerja saudaranya itu.Andreas termenung. Dia merasa masih ada yang kurang. Misha harus sepenuhnya jadi miliknya dan ada di bawah kendalinya

  • Sweet Revenge   21.

    "Apa yang kau lakukan?" Eddie menerobos apartemen Miranda yang beberapa bulan ini jadi simpanannya.Miranda yang tengah tertidur seketika tersentak bangun dan menatap pria paruh baya yang menjadi sumber uangnya dengan bingung."Apa maksudmu?" tanya perempuan itu."Maxwell akan menendangku dalam rapat akhir direksi. Dia bilang itu bayaran karena kau menyentuh pacarnya!" Hardik pria itu dengan kesal.Mata Miranda melebar kaget, dia tentu tidak akan menyangka jika perbuatannya akan terlacak dengan cepat."Aku tidak melakukan apapun, Ed," kilah perempuan itu dengan gugup.Eddie Morgan berkacak pinggang dengan kesal ke arah wanita itu."Kau benar-benar bodoh. Aku harus keluar banyak uang untuk lolos dari kasusku dengan si brengsek Maxwell. Dan sekarang kau malah menjerumuskanku lagi pada bajingan itu!" Bentak Eddie dengan marah.Miranda menelan ludah dengan sedikit takut. Jadi dengan manja perempuan itu bangun dan menghampiri pria separuh tua yang menjadi sumber materi pentingnya akhir-akh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status