Share

TAK DIBERI SERAGAM KELUARGA
TAK DIBERI SERAGAM KELUARGA
Penulis: AirinNash

Bab 1.

Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku 

**

[Bilang sama Riana, Ferdi. Kamu jadi suami kok lembek amat. Masa dia gak datang kemarin. Dua hari lagi Yumna menikah. Adek kandung kamu kawin. Jadi kamu bilangin sama bini kamu suruh datang.] 

[Ia, jadi suami jangan takut sama istri. Apalagi pekerjaan kamu bagus. Gara-gara dia gak datang Ibu kemarin repot harus bayar orang lebih buat cuci piring. Ibu gak mau tahu kamu suruh dia datang dua hari lagi ke pesta pernikahan Yumna.] 

[Setuju. Yumna juga kesal. Kan malu di acara lamaran juga gak datang. Mbak Riana di tanyai saudara tahu gak, Mas.]

Aku membaca satu persatu pesan-pesan yang mereka kirimkan ke grup wa. Sakit hatiku membacanya. Baru dua kali tak datang ke hajatan keluarga Mas Ferdi tapi aku udah di bicarakan seakan aku penjahat di keluarganya. Aku sengaja menyadap wa suamiku. 

Percuma aku datang kalau gak dianggap. Mereka cuma butuh tenagaku saja. Sementara Mas Ferdi dan keluarganya gak pernah datang ke hajatan keluargaku sekalipun. 

Waktu adekku Indri nikah dia gak mau datang. Waktu Kamil adik bungsuku di khitan dia juga gak mau datang. Pokoknya banyak acara keluargaku dia gak pernah mau datang. 

Aku merasa malu sama beberapa tamu yang selalu bertanya padaku di mana suamiku. Kenapa dia gak datang? 

Aku kemudian membaca pesan yang lain dari gawai Mas Ferdi. Ternyata dia masih sering berhubungan dengan mantannya. Felisha nama mantan suamiku. Membaca pesannya membuat hatiku sakit dan tercabik. 

[Mas, kenapa ya kita gak jodoh. Pasti Riana bahagia hidup dengan kamu. Aku masih cinta sama kamu. Ternyata suamiku tidak sebaik kamu, Mas.] 

[Ya mau bagaimana lagi. Kan kamu dulu yang ninggalin aku.] 

[Aku menyesal, Mas. Aku kan udah berkali-kali minta maaf padamu. Tak sudikah kamu memaafkanku.] 

[Aku butuh pembuktian bukan cuma maaf.] 

[Pembuktian seperti apa yang kamu mau. Aku akan buktikan padamu.] 

Nyeri rasanya dadaku membaca pesan-pesan mereka. Benar benar membuat aku sakit hati. Entah apa yang sudah di lakukannya pada mantan kekasihnya itu. 

[Kamu pasti lagi tidur sama istri kamu?] 

[Kenapa emang? Kamu juga lagi sama suami kamu, 'kan?] 

[Enggaklah. Suamiku bikin kesal dia main gawai aja seharian. Dia pasti juga punya kekasih gelap.] 

[Kalau aku lagi sama istri aku kamu cemburu gak?] 

[Iyalah. Aku kan udah bilang kalau masih sayang sama kamu. Menurut kamu siapa lebih cantik. Aku atau istri kamu.] 

[Sebenarnya cantikan kamu tapi kamu istri orang.] 

[Emangnya istri kamu kurang cantik?]

[Biasa aja.]

[Kalau biasa. Kenapa kamu nikahin dia?]

[Namanya udah jodoh.] 

Aku merasa kecewa ketika membaca pesan-pesan dari gawai Mas Ferdi. Dia meladeni saja setiap kiriman dari Felisha. Dia anggap aku apa? Padahal aku setia padanya. Aku berusaha agar menjaga kehormatan ku sebagai istri Inya dan Ibu dari anak kami, Dini yang sudah berusia lima tahun. 

Aku kembali membuka chat dari keluarganya. Banyak lagi pesan masuk. 

[Ferdi. Kenapa Riana gak hamil lagi? Anak kamu cuma satu aja dari tahun ke tahun. Gak malu sama keluarga yang punya banyak anak. Istri kamu itu cuma di rumah kerjanya ongkang-ongkang kaki. Sementara kamu kerja banting tulang. Harusnya kalau istri di rumah maka anak di banyakin. Mandul kali istrimu. Ganti aja udah." 

Celetuk Mbak Rahmi di grup keluarga. Aku mendengkus membaca pesannya yang membuat kesal. Padahal beberapa kali aku menjaga anaknya yang tiga orang itu. Dia suka menitipkan anaknya padaku. Kalau di depan dia bermulut manis agar aku mau menjaga anaknya yang berusia 3 dan 5 tahun sementara anaknya berusia 7 tahun agak nakal. Terkadang bertengkar dengan Dini. 

Suamiku anak pertama dan mempunyai dua adik perempuan dan satu adik lelaki. Adik lelakinya jarang nongol di grup wa keluarga karena masih SMA. Adiknya itu terkenal nakal dan suka tawuran. 

"Riana. Kamu di tanyain sama keluargaku. Kenapa kamu gak datang di hajatan nya Yumna. Dua hari lagi hari pernikahannya. Kamu harus datang, Riana." 

Mas Ferdi masuk dan aku tersentak. Aku melihat wajah kesalnya. Dia marah padaku seharusnya dia marah sama keluarganya. 

"Untuk apa aku datang. Aku capek sama kamu. Kamu dan keluargamu egois semua." 

"Egois apa. Berani kamu menjelekkan keluargaku!" 

Mata Mas Ferdi mendelik menatapku. Aku malas untuk sementara membahas karena hatiku sakit membaca semua pesan-pesannya di grup keluarga dan belum lagi chat nya dengan Felisha. 

"Mau kemana kamu, Riana. Selesaikan ini. Pokoknya dua hari lagi aku gak mau tahu kamu harus datang." 

"Untuk apa aku datang. Untuk jadi tukang cuci piring. Sementara kalian berphoto dengan pakaian seragam." 

"Ngomong apa kamu!" 

"Udahlah, Mas. Aku tahu kalau keluargamu gak suka sama aku. Entah apa salahku sama keluargamu. Aku cuma di jadikan tukang bantu-bantu di hajatan tanpa boleh ke depan. Kamu tahu gak. Kamu sendiri gak pernah mau datang ke hajatan keluargaku apalagi keluargamu. Kenapa kamu gak pernah mau datang ke hajatan keluargaku?" 

Aku menatap kesal Mas Ferdi. Dia menghela napas berusaha mencari perkataan yang tepat. 

"Aku gak bisa berbaur sama keluargamu." 

"Jangankan kasih uang. Datang hajatan ke keluargaku saja kamu gak mau." 

"Bicara apa kamu. Kamu berharap aku kasih uang ke keluarga kamu. Mereka keluargamu dan bukan keluargaku. Bukan tugasku kasih uang sama mereka. Pikir, Riana!" 

Aku semakin emosi saja mendengar ucapan Mas Ferdi. Baiklah jika dia sudah mulai hitung-hitungan sama aku. 

"Mas. Aku meninggalkan pekerjaanku demi berbakti sama kamu. Karena gak ada yang jaga anak kita sementara Ibu dan adik-adikku ada di kampung. Tapi apa yang kudapat. Kamu bahkan pelit sama aku." 

"Sekarang Dini sudah besar lebih baik kamu kerja saja untuk ngasih keluargamu. Itu bukan keluargaku! Ingat kamu harus datang ke acara Riana!" Dia mengancam ku. 

Aku mendengkus kesal. Lihat saja. Ku permalukan keluargamu. 

**

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Tentu saja mereka sudah rapi dan menggunakan seragam semua. Hanya aku yang tak di belikan oleh Ibu dan Mbak Rahmi. 

"Eh, kamu datang juga ya. Akhirnya, tapi maaf gak ada seragam karena waktu rapat kerja kamu gak datang sih. Riana. Mbak kan agak sibuk gimana kalau kamu jagain Chikita dan Cantika. Kalau Miko biar dia main sendiri karena udah 7 tahun juga." 

"Maaf, Mbak gak bisa. Aku lebih baik jagain anak aku!" kataku langsung menjawab ucapannya. 

"Kamu nolak perintahku!" Dia mendengkus marah. 

"Iya, kenapa itu kan anak kamu. Kamu gak mandul dan subur sehingga bisa punya anak banyak ya udah jaga sendiri!" 

Wajah Mbak Rahmi memerah karena marah mendengar ucapanku. 

"Ada apa ini. Sebentar lagi kita mau photo bareng. Riana, kamu akhirnya datang. Bantu-bantu cuci piring di belakang. Ibu cuma bayar satu orang aja tuh. Lagian pakaian kamu kok jelek banget. Malu-maluin!" Ibu mertua menyambung. Dengan tega mengatakan itu padaku. 

Aku hanya diam saja malas menjawabnya. Beberapa saat kemudian tukang photo menyuruh keluarga pengantin agar datang untuk berfoto bersama. 

Mereka semua bersiap-siap ke pelaminan untuk berfoto dengan Yumna dan suaminya. Mas Ferdi juga sudah bersiap-siap mengambilkan tempat untuk berfoto tetapi dia sama sekali tidak mengajak ku. 

Ketika juru foto itu hendak mengambil gambar mereka tiba-tiba aku datang saja dan masuk ke pelaminan. Mereka semua heran melihatku karena pakaian ku berbeda dari mereka semua. 

"Maaf, Mbak ini siapa?" tanya juru photo itu. 

"Eh, Mas. Saya kakak ipar mempelai perempuan. Masa Ibu mertua nyuruh menantunya cuci piring di belakang padahal itu tugas orang kerja dan di bayar. Ogah, aku juga mau ikutan photo!" 

"Apa-apaan kamu Riana!" bentak Ibu marah karena merasa malu. 

Rame lanjut 🙏

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Renni Sartika
bara2 juga kamu riana......... lanjjuytty
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status