Share

Bab 2 Tes DNA

Author: Nina
last update Last Updated: 2025-06-27 22:11:15

Setelah kepergian Nessa, Fajar segera menelpon sahabatnya yang juga merupakan dokter dan salah satu pimpinan di Rumah Sakit Samrat.

"Halo, Zul," sapa Fajar begitu panggilannya diangkat.

"Iya Jar, apa kabar?" jawab Zul sang sahabat. Ia sedikit kaget sahabatnya tiba-tiba langsung menelpon karena biasanya Fajar akan mengirim pesan sebelum menelponnya.

"Baik Zul, ini aku mau minta tolong sesuatu," timpal Fajar.

"Iya ada apa Jar? Langsung saja." ujar Zul penasaran.

"Begini... Aku sekarang ada di rumah sakit kamu. Alinka kecelakaan," terang Fajar

"Hah! Linka kecelakaan? Ya ampun, sekarang gimana kondisinya? Maaf aku lagi nggak ada di Indonesia sekarang. Aku sedang seminar di Singapura," ucap Zul yang kaget dan ikut khawatir.

"Alinka sedang dioperasi sekarang sama dokter Dani," tutur Fajar kemudian.

Hening sejenak,

"Semoga lancar operasinya. Dokter Dani dokter yang hebat, kamu tidak perlu terlalu khawatir," jawab Zul berusaha menenangkan sahabatnya.

"Hmm.. terima kasih Zul, aku mau minta tolong untuk tes DNA," ucap Fajar akhirnya menyebutkan permintaannya.

Di sebrang telepon, Zul langsung mencecarnya, "Apa? Tes DNA? Untuk siapa? Kamu punya anak lain?"

"Stress..Ngaco kamu...Tes DNA untuk anakku dulu  yang hilang," jawab Fajar yang tak terima dicerca oleh sahabatnya itu.

Hening lagi kemudian.

"Jar, bukannya kalian sudah lama mengikhlaskan Nayla..." sahut Zul dengan nada khawatirnya.

"Iya benar, Zul. Tapi tadi ada perempuan muda yang mirip banget sama Alinka zaman masih muda, Zul. Golongan darah mereka juga sama, Rh null."

"Rh null?" Mirip juga wajahnya?"tanya Zul penasaran.

"Iya, dia tadi jadi pendonor darah untuk Alinka," jawab Fajar.

"I see... Berarti tadi sudah ada sampel darahnya," kata Zul.

"Baiklah sekalian kamu dan Alinka ambil sampel darah buat tes DNA. Aku akan menyuruh dokter Dani yang mengurus itu setelah operasi Alinka selesai," tambah Zul lagi.

"Terima kasih banyak, Zul," kata Fajar kemudian.

"Hmm..tapi tolong jangan terlalu berharap karena nanti takut kecewa," saran Zul yang tak ingin sahabatnya itu terpuruk kembali karena terlalu berharap akan sesuatu.

"Baik, Zul," ucap Fajar lalu menutup teleponnya.

Setelah selesai menelpon Zul, Fajar kembali ke depan ruangan operasi menunggu dengan sabar dan tak lupa terus berdoa agar operasi istrinya berjalan lancar tanpa ada kesalahan.

Di sela-sela doanya, Fajar teringat kembali pada perempuan muda bernama Nessa tadi. Fajar tahu nama Nessa dari suster Santi. Gadis itu sungguh mirip sekali dengan istrinya. Jika putri kecilnya masih hidup saat ini pasti berperawakan seperti dengan Nessa tadi.

Putrinya dulu diculik saat masih berumur 3 bulan yang bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan Fajar dan Alinka. Mereka sekeluarga berlibur ke villa Sudibyo di daerah puncak, Bogor. Kebahagian itu dirusak oleh peristiwa penculikan putrinya. Putrinya dibawa lari pengasuhnya yang baru bekerja selama satu bulan.

Setelah melakukan pencarian besar-besaran di area sekitar villa, mereka tidak bisa menemukan keberadaan si penculik dan bayi mereka. Baru 3 hari kemudian, mereka menemukan jasad si penculik sudah tak  bernyawa mengapung di sungai. Sedangkan jasad bayi mereka tak kunjung ditemukan. Setelah bertahun-tahun menyelidiki dan melakukan pencarian hasilnya tetap nihil. Mereka lalu menganggap Nayla—bayi mereka telah tiada dan setiap tahun mereka selalu mengunjungi sungai tempat mayat si penculik itu ditemukan. Mereka meyakini bayi mereka tenggelam di sana.

Tiba-tiba Herman sang asisten datang menghampiri Fajar yang sedang duduk melamun dengan membawa kertas-kertas berisikan data tentang Nessa.

Fajar tersentak melihat Herman sudah datang menghadapnya.

Fajar mengode Asep untuk pergi agar Fajar leluasa berbicara dengan asistennya. Asep pun lalu segera undur diri pergi kembali ke parkiran mobil.

"Apa saja yang sudah kamu dapatkan?" tanya Fajar pada Herman.

"Baru ini Bos. Di bagian pertama berisi data awal dari kartu identitas donor darah serta data alamat yang tercantum. Kemudian di kertas bagian belakang menyebutkan dia tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Pramita semester 5 serta riwayat pendidikan dia dari TK sampai dengan universitas.

"Hmm, lumayan hasil kerjamu. Tapi apa ini? Panti Asuhan Harapan Kasih? Anak itu tinggal di Panti Asuhan?" ucap Fajar yang membuatnya semakin meyakini gadis tadi kemungkinan besar putrinya yang hilang.

"Iya Bos. Nona Nessa  dari kecil tinggal di panti asuhan berdasarkan info yang saya dapat. Tanggal lahirnya tercatat tanggal 05 Juni 2006.

"05 Juni? 2006? Itu kan tanggal Nayla diculik," batin Fajar.

"Dimana alamat panti asuhan itu?" tanya Fajar kemudian.

"Panti itu jauh dari villa milik keluarga Sudibyo, Bos. Panti itu beralamat di tengah kota Bogor.

"Hmm, setelah ini aku semakin ingin segera melakukan tes DNA," batin Fajar tak sabar.

Setelah hampir 2 jam, pintu ruang operasi akhirnya terbuka. Dokter Dani segera keluar memberi tahu keluarga pasien.

"Pak Fajar Sudibyo," ucap dokter Dani.

Fajar segera mengangguk dan menghampiri dokter Dani.

"Operasinya lancar pak, ibu sekarang sedang dibawa ke ruang pemulihan pasca operasi. Kondisi ibu masih diamati. Jika sudah stabil sekitar 2 jam lagi baru bisa masuk ruang rawat inap."

"Terima kasih Tuhan, terima kasih juga pak Dokter," ucap Fajar penuh syukur.

"Baik, saya tinggal—"

"Sebentar dok, tadi saya minta tolong ke dokter Zul untuk tes DNA." Fajar menyela kalimat dokter Dani.

"Maaf saya belum ada komunikasi dengan dokter Zul. Kalau boleh tahu untuk siapa dengan alasan apa? Karena untuk tes DNA harus ada persetujuan dari kedua belah pihak," ujar dokter Dani.

"Begini dokter, ini darurat. Nona pendonor tadi sangat mirip dengan istri saya, golongan darah juga sama-sama langka. Saya curiga dia adalah putri saya yang dulu hilang karena diculik,"ungkap Fajar.

dokter Dani mengangguk ketika menyadari kemiripan pasien dengan pendonor darah."Baik nanti saya komunikasi dulu dengan dokter Zul. Saya izin pamit dulu ke ruangan,"ucap dokter Dani.

"Baik, silahkan pak dokter,"ucap Fajar.

"Alinka sayang, semoga benar perempuan itu anak kita yang hilang," doa Fajar dalam hati.

TBC...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 43 Janji yang Terkunci Malam

    Udara malam di halaman belakang kediaman Sudibyo terasa sejuk, ditemani cahaya lampu taman yang berkelip redup. Semilir angin menerbangkan rambut panjang Nessa yang dibiarkan tergerai, menambah kesan gamang pada wajahnya yang sedang muram.Ia duduk di bangku kayu panjang, tepat di seberang Adrian. Jarak mereka tidak begitu jauh, namun keheningan yang tercipta membuatnya terasa seperti sebuah jurang.Sebelumnya, setelah makan malam bersama, Nessa sudah berniat untuk langsung masuk kamar dan beristirahat. Namun niat itu buyar saat suara lembut sang mama terdengar.“Nak, tolong temenin Nak Adrian di halaman belakang, ya?”Nessa tidak bisa menolak, apalagi saat tatapan ibunya terlihat penuh harap. Ia hanya bisa mengangguk pelan, meski dalam hati berteriak keberatan. Dan kini, inilah ia terjebak dalam keheningan canggung bersama calon tunangan yang bahkan tidak benar-benar ia pahami.Nessa membuang muka, menatap ke arah taman bunga yang sedang bermekaran. Ia menggigit bibir bawahnya, berus

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 42 Malam yang Tak Diinginkan

    Setelah hampir setengah jam berkendara melewati jalanan kota yang padat, mobil hitam Adrian akhirnya sampai di kediaman keluarga Sudibyo. Pagar besi tinggi menjulang itu segera terbuka begitu para penjaga melihat mobil Adrian datang. Dengan sikap penuh hormat, mereka memberi jalan, membiarkan mobil mewah itu melaju masuk ke dalam halaman yang luas.Begitu mobil berhenti, Nessa dan Adrian hampir bersamaan membuka pintu. Suara pintu mobil yang tertutup bergema singkat, lalu langkah kaki keduanya beradu di pelataran.Kedatangan mereka disambut oleh Alinka dan Fajar yang sudah menunggu di teras. Alinka tampak anggun dengan gaun rumah berwarna biru lembut, sementara Fajar berdiri tegap dengan senyum ramahnya.“Maaf kami baru datang, Om, Tante. Perjalanannya macet,” ucap Adrian dengan nada tenang, sambil menjabat tangan Fajar dan menunduk sopan ke arah Alinka.Nessa spontan mengernyit. Kata-kata Adrian barusan langsung membuat otaknya berputar. "Macet? Bukannya tadi dia sendiri bilang ada

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 41 Sikap Dingin Adrian 2

    Satu jam akhirnya berlalu. Nessa berhasil menyelesaikan treadmill dengan susah payah, berkeringat habis-habisan di bawah pantauan ketat Adrian. Setelah latihan itu selesai, Adrian hanya berkata singkat, “Lima belas menit. Bersihkan dirimu.”Sepuluh menit kemudian, Nessa berdiri di depan cermin wastafel. Rambutnya yang basah sudah ia sisir rapi, wajahnya bersih tanpa sisa keringat. Tapi tetap saja, ia menatap bayangan dirinya dengan wajah masam.“Ya ampun… pucat banget aku. Bener-bener, ya Adrian itu… ckkk,” desis Nessa sambil menepuk pipinya sendiri.Pandangan matanya turun ke bibir, membuat pipinya merona seketika. Ia buru-buru menggeleng cepat.“Kenapa jadi kepikiran yang tadi…” gumamnya pelan, lalu menepuk-nepuk kedua pipi biar sadar.Ia menarik napas panjang, lalu berbalik dan membuka pintu.Klik.Deg—Nessa langsung mematung. Adrian sudah berdiri tepat di depan pintu, satu tangannya terangkat seolah hendak mengetuk. Keduanya saling bertatapan beberapa detik, suasana jadi kikuk.“

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 40 Sikap dingin Adrian

    "Maaf… aku nggak sengaja," ucap Nessa refleks, suaranya terdengar bergetar. Jantungnya berdegup tak karuan, wajahnya memanas seperti disiram bara. Ia bahkan tidak tahu dari mana energi untuk langsung meminta maaf itu datang mungkin karena takut Adrian salah paham.Adrian diam. Tatapannya menusuk, dingin, seakan sedang menghitung setiap detik yang baru saja terjadi. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Nessa beberapa detik, lalu memutar badan dan pergi begitu saja."Astaga… jangan bilang dia marah," batin Nessa panik.Ia meraih keningnya yang sedikit sakit akibat benturan barusan. "Aku kan nggak sengaja… kenapa reaksinya kayak gitu?" gumamnya lirih. Bibirnya bergetar saat mengingat momen singkat tabrakan wajah mereka yang tidak terduga. "Ya ampun…harusnya aku yang marah... itu tadi ciuman pertamaku," keluhnya lirih, tangannya refleks menutup mulutnya sendiri.Di sisi lain, Adrian masuk ke kamar mandi. Ia menyalakan keran, membasuh wajahnya dengan air dingin, lalu menatap dirinya di

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 39 Ciuman tak terduga

    "Ini dimana kak? Kok bukan rumah ka- kamu?"tanya Nessa lagi. Ia masih bingung karena mengira Adrian mengajaknya ke rumahnya sebelum ke kediaman Sudibyo. "Siapa yang bilang kita akan ke rumahku?"ucap Adrian yang membuat Nessa tambah bingung. "Bukannya tadi katanya akan ke tempatnya? Apa aku yang salah dengar?" batin Nessa. Walau sedikit kesal, Nessa tetap berjalan mengikuti Adrian memasuki sebuah bangunan ruko 3 lantai yang tenyata beridentitas sebuah cafe steakhouse. "Selamat datang Tuan muda," sambut waitress yang membukakan pintu. Adrian hanya mengangguk menerima sambutan dari waitress itu sementara Nessa berjalan mengekori Adrian masuk ke lorong menuju ujung ruangan. Nessa pikir di ujung itu adalah tangga namun itu adalah sebuah ruang manager cafe. "Ayo masuk." ajak Adrian yang lebih dulu masuk bahkan tanpa mengetuk pintu. Nessa menghela napas lalu mengikuti Adrian masuk ke ruangan tersebut. Ruangan tersebut seperti ruang kantor manager pada umumnya yang berisi kursi

  • TAKDIR CINTA NESSA   Bab 38 Masalah Panggilan

    Sudah sepuluh menit mobil Adrian melaju di jalan tol, namun suasana di dalam mobil tetap saja terasa canggung. Nessa bersandar di kursinya, matanya menatap ke arah pemandangan sisi kiri jendela, mencoba mengalihkan perasaan canggung yang sejak tadi menyerangnya. Sementara itu, Adrian menatap lurus ke depan, fokus pada jalanan. Tangannya memegang kemudi erat, wajahnya tanpa ekspresi, seolah tidak peduli ada penumpang di sampingnya.Namun, tanpa sepengetahuan Nessa, telinga kanan Adrian terhubung dengan earpiece kecil berwarna hitam. Dari sana, suara anak buahnya terdengar pelan, melaporkan kondisi jalan dan situasi terkini di kediaman keluarga Sudibyo tempat tujuan mereka hari ini. Sesekali, tatapan mata Adrian melirik spion, mengamati kendaraan di belakang dengan penuh kewaspadaan.Nessa menoleh sekilas ke arahnya. Dari samping, wajah Adrian tampak begitu dingin, bahkan seperti tak memiliki celah untuk disapa. "Ya ampun, ini situasi apaan sih? Kenapa canggung banget gini? Serius, me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status