TAKDIRKU ADALAH KAMU
🌹🌹🌹🌹
Siang itu Naira mengajak Ibunya melihat rumah yang baru di beli dari gaji pertamanya.
"Terima kasih, Nai!" ucapnya berlinangan air mata.
"Maafkan aku, Bu! Belum bisa membahagiakan mu, aku hanya bisa memberikan rumah ini untukmu!" Naira memeluk ibunya. Wanita itu mengelus rambut anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Ibu, masuklah! Aku harus berangkat kerja, maaf tidak bisa membantumu membereskan rumah ini!" ucap Naira sambil mencium pipi Sulastri dan Gadis itupun beranjak pergi meninggalkan ibunya.
Pagi ini ia harus ke kantor tempat barunya bekerja. Setelah beberapa bulan mengabdi di Puskesmas Kecamatan kini dia ditugaskan untuk mengabdi di rumah sakit Umum Raha.
Dengan kepandaian serta keuletannya kini telah membuktikan bahwa dirinya benar-benar mampu melawan kerasnya hidup ini.
"Aku harus secepatnya mencari sahabatku" bisiknya.
Gadis itu begitu merindukan sahabatnya, setelah sekian lama tak pernah berjumpa. Mungkin saat ini dia telah sukses menggapai cita-citanya atau masih melalang buana mencari cinta sejatinya.
"Apakah Tasya masih tetap menjadikan Bisma raja di hatinya?!" gumam Naira sambil tersenyum manis. Mengingat semua kenangan saat mereka masih bersama.
***
"Dok, ada pasian darurat!" seru seorang perawat saat melihat Naira hendak masuk ke ruangannya.
"Persiapkan segalanya, aku akan menangani secepatnya?" perintah Naira iapun segera mempersiapkan diri untuk menuju ke UGD.
Beberapa orang perawat ikut menemani dokter muda itu. Setelah hampir satu jam akhirnya ia keluar dari ruangan itu dan keluarga pasien telah menunggu.
"Tuhan memberikan keajaiban, operasinya berjalan dengan lancar!" ucap dokter muda itu pada keluarga pasien yang terlihat sangat gelisah menunggu sejak tadi.
"Bagaimana keadaan ayah?" tanya seseorang pria yang baru tiba di tempat itu. Jantung dokter muda itu bergetar hebat saat mendengar suara itu. Suara yang sering hadir dalam mimpi dan khayalannya.
"Ayahmu sudah membaik, And!" sahut wanita paruh baya yang dalam perkiraan dokter itu adalah ibunya.
Dokter muda itu menunduk lalu pamit mengundurkan diri dari tempat itu.
"Ah, Ya Allah, cobaan apa lagi ini! Mengapa harus bertemu dia lagi" lirih dokter muda itu yang tiada lain adalah Naira.
"Mencintaimu mengapa sesakit ini, mungkinkah cinta dalam diam ini akan bertahan hingga nanti. Mampukah aku, Ya Allah!" bisik Naira perlahan.
Naira menatap kembali dari kejauhan rindu yang tak mampu ia ungkapkan begitu menguasai hatinya. Melihat Andika kembali setelah sekian lama hatinya masihsmasih bergetar tanpa bisa di kendalikan.
"Rasanya masih sama! Bahkan kini aku semakin yakin,k kamu tetaplah cinta dalam hatiku!" desah Naira dan segera berlalu kembali ke ruangan kerjanya.
****
Sedang Bisma saat itu sedang jalan bersama Tasya sangat terkejut dengan kabar yang diterima tentang keadaan ayah Andika yang sedang di rawat di rumah sakit.
"Sya, aku harus ke rumah sakit! Ayah Andika masuk UGD." jelas Bisma saat selesai menerima telepon.
"Aku ikut!!!" cetus Tasya. Bisma mengangguk. Merekapun segera berangkat menuju ke rumah sakit.
"Apakah kamu yakin, Sya!" tanya Bisma sedikit ragu membawa Tasya ke rumah sakit.
"Menurutmu, aku hanya main-main!" sungut gadis itu sambil memayunkan bibirnya.
Dan itu menjadi pemandangan yang sangat indah bagi Bisma. Wajah lugu serta keimutan Tasya sedikit memberi ruang bahagia di hatinya.
"Bukan gitu, Sya! Aku takut pekerjaanmu masih banyak! Kalau kamu ikut tak akan terselesaikan dong!" jelas Bisma seraya memegang kedua pundak Tasya.
Gadis itu jadi gugup mendapat perlakuan Bisma. Pandangan mereka beradu menimbulkan getaran-getaran aneh di hati masing-masing.
"Apakah ini cinta! Atau hanya kepalsuan belaka!" batin Tasya semakin tak mampu menutupi debaran jantungnya.
"Jantungmu mau meledak ya, Sya!" ledek Bisma membuat wajah cantik Tasya bersemu merah.
"Ah ...!" Tasya segera menundukkan wajah untuk menutupi rasa malunya.
Bisma tertawa melihat tingkah gadis di depannya ini. Iapun segera menarik tangan Tasya dan membawanya ke Rumah Sakit tempat ayah Andika di rawat.
🌹🌹🌹Saat ini Naira sedang memeriksa keadaan Ayah Andika. Dan kebetulan saat ini dalam ruangan itu tidak banyak yang menemani."Sudah dimakan buburnya, Tuan?" tanya Naira lembut."Belum, Dok!" jawab Ayah Andika.Naira lalu duduk di samping pria paruh baya itu."Kenapa tidak dimakan, Tuan, nanti Tuan akan lama sembuhnya!" jelas Naira pelan."Baiklah dok, sudah memperhatikan saya!"Naira mengangguk, lalu berpamitan untuk melihat pasien yang lain lagi."Dokter muda, tunggu! Siapa namamu?" panggil Husen mencegah kepergian dokter muda itu.Naira tersenyum lalu balik ke tempat pembaringan ayah Andika."Naira, Tuan! Nama saya Naira!" sahutnya Lembut."Nama yang cantik, maukah kau menjadi menantuku?!" Husen sudah terpikat pada kelembutan sikap Naira hingga b
🌹🌹🌹Setelah menjenguk ayah Andika, Tasya berniat untuk mengunjungi rumah sahabatnya yang telah lama tak ditemuinya itu. Iapun menatap Bisma dan ingin meminta persetujuan dari pria yang belakangan ini sering menghabiskan waktu bersamanya."Ada apa kau memandangiku seperti itu! Jangan bilang kau mulai mencintaiku?" ledek Bisma sambil tersenyum lebar."Kau terlalu percaya diri!" elak Tasya mengerucutkan bibirnya."Bisakah kau mengantarkan aku kerumah sahabatku, Bis!?" sambung Tasya lagi."Ke rumah Naira, maksudmu!"Tasya mengangguk cepat.Bisma tersenyum mengiyakan sambil berbisik dalam hati."Bagaimana aku akan menolakmu, Sya! Kau begitu berarti untukku."Tasya tersenyum senang. Merekapun segera menuju ke arah rumah Naira. Tapi betapa kecawanya hati mereka saat menemui rum
🌹🌹🌹 "Nai, kaukah ini?" tanya seorang gadis dalam keremangan senja. Naira mengangguk merekapun saling berpelukan diiringi tangisan yang mengharukan. "Mengapa kau setega ini padaku, Nai! Pergi tanpa berita, apakah kau tidak merindukanku, eoh!" ucap Tasya memandang tajam pada sahabatnya tersebut. "Maafkan aku!" lirih Naira tanpa berani menatap Tasya. "Aku kehilanganmu, Bodoh! Kamu kemana saja selama ini, tidak sempatkah kau memberiku kabar sedetik saja." "Maafkan aku!" Naira hanya mampu mengucapkan kata-kata itu. Dia merasa bersalah karena pergi tanpa berpamitan pada Tasya. "Tidakkah kau mengijinkan aku untuk duduk lebih dulu, sebelum aku bercerita?" tanya Naira sambil menekuk wajahnya menatap Tasya. "Tidak!!! Ini hukumanmu karena hilang tanpa kabar?" sungut Tasya berpura-pura marah pada Naira "Ayolah ... aku capek berdiri! Dan maafkanlah kesalahanku ini, kumohon," rajuk Naira sambil menarik kedua kupingnya
🌹🌹🌹Naira belum mampu memejamkan matanya. Ia masih teringat kembali permintaan ayah Andika."Kabulkan permintaan orang tua ini, Nak!""Tapi Tuan, apakah pantas aku untuk putra tuan?" Naira bingung harus menjawab apa.Disisi lain dia memang mencintai Andika tapi ia ingin pria itu juga mencintainya bukan karena perjodohan."Dari sekian banyak gadis hanyalah kamu menurutku yang pantas untuk putraku!""Tapi Tuan!""Aku mohon, Nai! Aku akan tenang meninggalkan dia bila Andika memiliki pasangan hidup seperti dirimu"Naira terdiam. Hingga kini ia bingung harus bagaimana."Ya Tuhan inikah takdir hidupku!" batin Naira dalam diamnya sebelum ia terlelap dalam alam mimpi. Namun malam ini seperti mata itu enggan terpejam. Pikirannya masih melayang-layang jauh memikirkan problema yang
🌹🌹🌹🌹Seorang pria paruh baya menatap sayu pada kedua wanita itu. Hatinya tersayat pilu menatap anak dan mantan istrinya yang dia tinggalkan dulu."Maafkan ayah, Nai!" bisik lelaki itu. Iapun segera berjalan meninggalkan mereka.Tapi tanpa sengaja Sulastri menoleh ke arah pria paruh baya tersebut saat ojek sudah membawa barang-barangnya. Mata mereka saling menatap. Namun tatapan yang diberikan oleh Sulastri adalah tatapan yang mematikan. Dengan langkah tergesa Sulastri menarik tangan Naira cepat. Naira terkejut namun mengikuti saja langkah ibunya."Pelan-pelan, Ibu! Kakiku terasa mau patah." Naira memperlambat langkahnya. Namun ibunya tetap menarik kuat tangan Naira."Ibuuu ... Kakiku sakit" rengek Naira."Aduh Ibu, sebenarnya kau sedang mengejar apa?" tanya Nairakesal. Melihat ibunya tak peduli dengan keadaannya."Diamlah ....!!! Ikuti saja i
🌹🌹🌹🌹"Tok ... Tok" suara pintu diketuk membuat Sulastri terkejut. Iapun segera membuka pintunya.Betapa terkejutnya saat melihat siapa yang kini berdiri di depannya. Pria yang selama ini begitu dibenci kini hadir di depan pintu rumahnya. Lelaki yang telah menoreh luka dan membuatnya menderita hingga kini mampu ia lupakan."Untuk apa kamu datang menemuiku lagi!" bentak Sulastri.Pria itu memandang sejenak lalu jatuh berlutut di bawah kaki wanita itu."Maafkan aku, Tri! aku telah menyakiti kalian, aku ingin menebus kesalahan itu!" tatap pria itu meminta maaf pada mantan istrinya. Dan bersimbuh, Sulastri bersurut mundur menghindari jangkauan tangan pria paruh baya itu.Kenangan masa lalu kembali bermain di kepalanya."Maaf untuk apa! Kamu pikir kesalahanmu yang membuat kami, menderita itu dengan mudah kami maafkan! Tidaak ... Tidak akan pernah." sungut Sulastri."Aku mohon, aku sangat menyesali
🌹🌹🌹Saat ini Bisma menemani Tasya di butiknya. Pria itu begitu menyayangi gadis tersebut. Walau cinta itu tak mampu diungkapkannya tapi ia terasa begitu bahagia bila di sisi Tasya."Apa agendamu hari ini, Sya?" tanya Bisma sambil memainkan jarinya di meja."Aku akan menemui Naira!""Naira?? Sejak kapan kamu bertemu dengannya?" kejut Bisma mendengar Tasya telah bertemu sahabatnya dan gadis itu tak menceritakan sedikitpun padanya."Beberapa hari yang lalu dia datang menemuiku." jelas Tasya."Lalu mengapa kau diam saja! Apa aku tak berhak tahu!" sungut Bisma dengan wajah di tekuk. Tasya tertawa melihat reaksi dari wajah Bisma yang menurutnya sangat lucu."Aku pikir, nanti aku akan memberitahumu! Aku belum sempat!""Kamu memang jahat, tak pernah menganggapku ada!" kilah Bisma dengan bibir tambah dimanyunkan.Tasya semakin tertawa geli melihatnya, iapun mendekati pria itu dan mengu
🌹🌹🌹Andika berlari-lari di sepanjang koridor rumah sakit. Wajahnya begitu terlihat panik dengan tidak memperdulikan orang-orang sekitar, tidak hanya satu atau dua orang yang ditabraknya. Ia harus secepatnya mencari dokter untuk menolong Meli."Harap tunggu di luar, Tuan! Dokter akan segera menanganinya." cegah seorang perawat saat melihat Andika ingin ikut masuk ke ruangan ICU.Selang berapa jam Meli sudah di bawa di ruangan rawatnya. Dan Andika boleh menjenguknya.Begitu sampai di depan pintu Andika segera membuka cepat dan masuk ke dalam dan tepat di sebuah ruangan terbaring seorang gadis tengah tidur dengan selang infus, dan alat bantu pernapasan.Andika berdiri cukup lama dengan terus menatap Meli. Setelahnya ia melangkah pelan kearah sosok lemah tersebut."Bodoh ...." ucap Andika tepat di sebelah Meli.Tak lama berselang gadis tersebut mulai menunjukan resfon positif untuk sadar, sebelum membuka mata sempurna. Andika seg